Jumat, 23 Mei 2008

Keputusan Presiden RI No. 56 Tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

Kepres RI No. 56 Thn.1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 56 TAHUN 1995 TENTANG
MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


a. bahwa terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan tugas profesinya, dapat dikenakan
tindakan disiplin;

b. bahwa untuk memberikan penilaian yang obyektif atas ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dipandang perlu membentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan dengan Keputusan Presiden;

Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1) Undang – undang Dasart 1945;

2. Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (
Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor. 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor. 3495);


M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG MAJELIS DISIPLIN TENAGA
KESEHATAN.

Pasal 1


Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksudkan dengan :

1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

2. Pejabat kesehatan adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri Kesehatan untuk memberikan tindakan disiplin kepada tenaga kesehatan

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar
profesi.

B A B II

PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN
MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN.

Pasal 2


(1) Dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan, dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan standar profesi.

(2). Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disingkat MDTK merupakan lembaga yang bersifat otonomi, mandiri dan non structural.

Pasal 3

(1). MDTK terdiri dari

a. MDTK Tingkat Pusat, dan

b. MDTK Tingkat Propinsi.

(2). MDTK Tingkat Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.

(3). MDTK Tingkat Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi.

Pasal 4

(1). Kepada MDTK Tingkat Pusat diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja di lingkungan Departemen Kesehatan.

(2). Kepada MDTK Tingkat Propinsi diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

B A B III

T U G A S

Pasal 5


MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan;


B A B IV

KEANGGOTAAN DAN SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 6


Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur :

a. Sarjana Hukum;

b. Ahli kesehatan yang mewakili organisasi profesi di bidang kesehatan;

c. Ahli agama;

d. Ahli psikologi;

e. Ahli sosiologi.

Pasal 7

(1). Jumlah anggota untuik masing-masing MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat Propinsi sebanyak – banyaknya lima belas orang.

(2). Tenaga Kesehatan yang pernah mendapat tindakan disiplin dari Pejabat Kesehatan atau pernah diadukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesinya, tidak dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat Propinsi.

Pasal 8

(1). Anggota MDTK diangkat untuk masa bakti tiga tahun dan dapat
diangkat kembali untuk periode berikutnya.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

(2). Anggota MDTK dapat diganti dalam masa bakti keanggotaannya apabila meninggal dunia atau karena suatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya.

Pasal 9

Anggota MDTK diankat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 10

(1). Sususnan organisasi MDTK terdiri dari Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota, dan anggota.

(2). Ketua MDTK dijabat oleh Sarjana Hukum yang mempunyai
pengetahuan di bidang hokum kesehatan.

(3). Sekretaris MDTK dijabat oleh pimpinan satuan kerja di lingkungan Departemen Kesehatan yang secara fungsional ditetapkan sebagai Sekretaris MDTK Tingkat Pusat, atau Pimpinan satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi yang secara fungsional ditetapkan sebagai Sekretaris MDTK Tingkat Propinsi, yang memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

B A B V

TATA KERJA

Pasal 11


Wilayah kerja MDTK Tingkat Propinsi meliputi wilayah hokum Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

Pasal 12

(1). Mdtk Tingkat propinsi melakukan tugas dan fungsinya atas dasar permintaan Pejabat Kesehatan, pimpinan sarana kesehatan atau penerima pelayanan kesehatan yang merasa ditugikan oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

(2). Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis disertai data-data yang diperlukan kepada Ketuan MDTK Tingkat Propinsi yang bersangkutan.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 13

Selambat – lambatnya dalam jangka waktu tujuh hari sejak diterimanya permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Ketua MDTK Tingkat Propinsi menetapkan hari siding.

Pasal 14

Dalam melakukan tugasnya, Siding Majelis dapat memanggil dan meminta keterangan dari tenaga kesehatan yang diadukan, penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan, saksi, melakukan pemeriksaan di lapangan, atau hal hal lain yang dianggap perlu.

Pasal 15

(1). Apabila terdapat keragu – raguan atau menghadapi kesulitan dalam memberi keputusan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, Ketua MDTK Tingkat Propinsi dapat meminta bantuan atau berkonsultasi dengan MDTK Tingkat Pusat.

(2). Sekalipun diminta bantuan atau konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh MDTK Tingkat Propinsi.

Pasal 16

Sidang majelis dinyatakan tertutup untuk umum

Pasal 17

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

Ketentuan lebih lanjut mengenai Sidang Majelis ditetapkan Menteri Kesehatan.

Pasal 18

(1). Anggota Sidang Majelis harus mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai dengan tenaga kesehatan yang diadukan atau penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan.

(2). Apabila anggota Sidang Majelis tidak mengundurkan diri sedangkan hasil siding telah diputus, maka segera dilakukan siding ulang tanpa mengikut sertakan anggota Sidang Majelis yang karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengundurkan diri.

(3). Apabila pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) menyebabkan jumlah anggota Sidang Majelis menjadi genap, maka Ketua MDTK Tingkat Propinsi mengambil keputusan untuk mengurangi satu orang anggotanya sehingga pelaksanaan Sidang Majelis jumlah anggotanya menjadi ganjil.

(4). Ketentuan mengenai tata cara pengunduran diri dan pengurangan anggota Sidang Majelis dalam melaksanakan sidangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), ayat 92), dan ayat (3) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 19

(1). Hasil keputusan Sidang Majelis dituangkan dalam bentujk tertulis

(2). Hasil Keputusan Sidang majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

memuat :

a. ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan dalam melakkukan tigas profesinya;

b. ringkasan jalannya persidangan;

c. dasar atau alas an yang menjadi dasar putusan;

d. hari, tanggal putusan, dan nama susunan anggota Sidang Majelis.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR

(3). Hasil keputusan siding ditandatangani oleh anggota Sidang Majelis.

Pasal 20

Hasil keputusan MDTK Tingkat Propinsi disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Kesehatan selambat – lambatnya enam puluh hari sejak ditetapkannya hari siding.

Pasal 21

(1). Pejabat kesehatan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2). Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ketentuan Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) Undang – undang Nomor. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.


B A B VI

PEMBIAYAAN

Pasal 22


Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas MDTK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Departemen Kesehatan.


B A B VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23


Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd


S O E H A R T O

Salinan sesuai aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang – undangan







Lambock V. Nahattands, S.H.

Tidak ada komentar: