Sabtu, 29 Maret 2008

SEPUTAR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

SEPUTAR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Menurut pasal 499 KUH Perdata, kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Jadi, pengertian benda adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau dijadikan obyek hak milik. Konsekuensi dari penggunaan kata “dapat” menunjukkan bahwa pengertian ini membuka peluang besar akan munculnya hak-hak baru yang tidak diatur jelas dalam KUH Perdata. Di sini, hak menunjuk pada benda yang tidak berwujud (immateriel). Memang, secara terang-terangan, tidak ditemukan pengaturan materi mengenai hak kekayaan intelektual dalam KUH Perdata. Namun, karena hak milik kekayaan intelektual memiliki sifat kebendaan yang bersifat mutlak, mengikuti pemiliknya atau pihak yang berhak, pada prinsipnya hak milik intelektual (intelectual property right) termasuk di dalam pengaturan Buku II KUH Perdata yang mencakup, seperti hak cipta (auteursrecht), hak paten (octrooirecht) dan hak merek (merkenrecht). Pemahaman ini juga diperkuat oleh Pasal 570 yang menjelaskan bahwa yang disebut hak milik adalah suatu hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan bebas untuk berbuat sesuatu terhadap barang tersebut dengan tidak melanggar undang-undang dan mengganggu hak orang lain.

Hak kekayaan intelektual merupakan hak-hak yang lahir atas perwujudan kreasi intelektual manusia yang mencakup rasa, karsa dan cipta manusia. Jadi, hak ini merupakan hak atas harta kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia. Setelah meratifikasi Agreement on Trade Related-Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), saat ini, hak kekayaan intelektual di Indonesia telah berkembang menjadi 7 bentuk perlindungan, yaitu: Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.

Mengenai hak cipta (hak pengarang), secara spesifik pertama kali diatur dalam Auteurswet 1912 Stb. 1912 No. 600. Di dalam undang-undang ini, hak pengarang adalah hak seseorang pembikin suatu karangan perihal kesusasteraan, ilmu pengetahuan atau kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak karangan tersebut yang juga dapat diwariskan atau diserahkan kepada orang lain.

UU No. 19/2002 mendefinisikan hak cipta sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu. Di sini, hak cipta dianggap sebagai barang bergerak. Sebagai konsekuensi ketentuan dalam KUH Perdata juga berlaku bahwa hak cipta dapat dialihkan melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Perbedaannya, bahwa dalam UU Hak Cipta No. 19/2002, pencipta atau pengarang masih memiliki hak moral atas ciptaannya sehingga tidak terpisahkan dan selalu melekat dengan ciptaan tersebut. Dalam hal ini, hak moral tersebut adalah hak dicantumkan atau tidak dicantumkannya nama pencipta tersebut.

Bila dilihat dari hukum KUH Perdata, jangka waktu berlakunya hak milik tidak secara spesifik diatur untuk hak milik intelektual. Namun, secara umum bahwa penuntutan hak tersebut di atur dalam Pasal 1697, yaitu semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat dari 30 tahun. Sementara, dalam UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta, jangka waktu berlakunya hak cipta atas ciptaan karya tulis, pertunjukan, lagu, arsitektur, ceramah, alat peraga, peta dan terjemahan berlangsung seumur hidup pencipta ditambah dengan 50 tahun berikutnya. Untuk karya cipta program komputer, film, fotografi, database dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Jangka waktu ini sama seperti yang ditentukan dalam Auteurswet 1912, yaitu 50 tahun.

Bahan bacaan:
Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, karangan Prof. DR. Wiryono Prodjodikoro, S.H.
Hukum Hak Cipta, karangan Prof. DR. Eddy Damian, S.H.
Hukum Kebendaan Perdata, karangan Ny. Hj. Frieda Husni Hasbullah, S.H.

Tidak ada komentar: