Rabu, 23 April 2008

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah

PP 37/1998, PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 37 TAHUN 1998 (37/1998)

Tanggal: 5 MARET 1998 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang: PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran
tanah;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
telah ditetapkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diberi
kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
akan dijadikan dasar pendaftaran;

c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah perlu mengatur jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah dengan suatu Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3372);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3696);

MEMUTUSKAN :

*26619 Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN JABATAN
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah
pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun.

2. PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
Pemerintah tertentu.

4. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

5. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan
dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah
pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.

6. Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT.

7. Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan dalam
satu satuan daerah kerja PPAT.

8. Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan
seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya.

9. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dibidang
agraria/pertanahan.

BAB II TUGAS POKOK DAN KEWENANGAN PPAT

Pasal 2

(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:

*26620 a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. hibah;
d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. pembagian hak bersama;
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan;
h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Pasal 3

(1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai
hakatas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di
dalam daerah kerjanya.

(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum
yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.

Pasal 4

(1) PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

(2) Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta
pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah
kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya
meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya
menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.

BAB III PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PPAT

Pasal 5

(1) PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

(2) PPAT diangkat untuk satu daerah kerja tertentu.

(3) Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat
tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk
pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus:

a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara;

b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan
masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi
negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari
Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.

*26621 Pasal 6

Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:

a. berkewarganegaraan Indonesia;

b. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh ) tahun;

c. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang
dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat;

d. belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

e. sehat jasmani dan rohani;

f. lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program
pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
tinggi;

g. lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara
Agraria/Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 7

(1) PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau
Penasihat Hukum.

(2) PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi:

a. pengacara atau advokat;

b. pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

Pasal 8

(1) PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena :

a. meninggal dunia; atau
b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau
c. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas
sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT; atau
d. diberhentikan oleh Menteri.

(2) PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT
apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (3) huruf a dan b, atau diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 9

PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan
mengangkat sumpah jabatan Notaris di Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dapat diangkat kembali menjadi PPAT
dengan wilayah kerja Kabupaten/ *26622 Kotamadya Daerah Tingkat II
tempat kedudukannya sebagai Notaris, apabila formasi PPAT untuk daerah
kerja tersebut belum penuh.

Pasal 10

(1) PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :

a. permintaan sendiri;
b. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan
badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa
kesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri atau pejabat yang
ditunjuk;
c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban
sebagai PPAT;
d. diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI.

(2) PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena:

a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban
sebagai PPAT;
b. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan
perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasarkan putusan
pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri.

(4) PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali
menjadi PPAT untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula,
apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.

Pasal 11

(1) PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai
PPAT karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu
perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.

(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.

BAB IV DAERAH KERJA PPAT

Pasal 12

(1) Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

(2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah
kerjanya sebagai pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.

*26623 Pasal 13

(1) Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kotamadya dipecah menjadi 2 (dua)
atau lebih wilayah Kabupaten/Kotamadya, maka dalam waktu 1 (satu)
tahun sejak diundangkannya Undang-undang tentang pembentukan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang baru PPAT yang daerah
kerjanya adalah Kabupaten/Kotamadya semula harus memilih salah satu
wilayah Kabupaten/Kotamadya sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan
bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka
mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-undang pembentukan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II baru tersebut daerah kerja PPAT
yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kotamadya letak
Kantor PPAT yang bersangkutan.

(2) Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang pembentukan Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang
baru.

Pasal 14

(1) Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri.

(2) Apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah
terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk
pengangkatan PPAT.

BAB V SUMPAH JABATAN PPAT

Pasal 15

(1) Sebelum menjalankan jabatannya PPAT dan PPAT Sementara wajib
mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya di daerah kerja PPAT yang bersangkutan.

(2) PPAT Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT.

(3) PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah
Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak perlu
mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah
kerjanya yang baru.

Pasal 16

(1) Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 PPAT wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai
pengangkatannya sebagai PPAT.

(2) Apabila laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
ditetapkannya surat keputusan pengangkatan yang bersangkutan sebagai
PPAT, maka keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum.

(3) Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dalam waktu 1 (satu) bulan *26624
setelah diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) juga
berlaku untuk Camat yang karena jabatannya ditunjuk sebagai PPAT
Sementara.

(5) Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa
dilakukan oleh dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor
Kepala Desa yang bersangkutan setelah Kepala Kantor Pertanahan
menerima tembusan penunjukan Kepala Desa tersebut sebagai PPAT
sementara.

Pasal 17

(1) Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu
berita acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang
bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para
saksi.

(2) Bentuk, susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/ janji
diatur oleh Menteri.

Pasal 18

(1) PPAT atau PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilarang menjalankan jabatannya
sebagai PPAT.

(2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanggar,
maka akta yang dibuat tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.

BAB VI PELAKSANAAN JABATAN PPAT

Pasal 19

Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 PPAT wajib:

a. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda-tangan, contoh paraf,
dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang
wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan;

b. melaksanakan jabatannya secara nyata.

Pasal 20

(1) PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya.

(2) PPAT wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk
dan ukurannya ditetapkan oleh Menteri.

*26625 Pasal 21

(1) Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada
permulaan tahun takwim.

(3) Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu:

a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan, dan
b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi
obyek perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor
Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut
mengenai pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan
kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan
salinannya.

Pasal 22

Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum
ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan
PPAT.

Pasal 23

(1) PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau
isterinya, keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa
pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua,
menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan
cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari
pihak lain.

(2) Di daerah kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT
Sementara dan di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai
PPAT Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta
untuk keperluan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mengucapkan sumpah jabatan PPAT didepan PPAT Sementara yang
bersangkutan.

Pasal 24

Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta
PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran
tanah.

Pasal 25

(1) Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) harus dijilid sebulan sekali dan
setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid terakhir dalam
setiap bulan memuat lembar-lembar akta sisanya.

(2) Pada sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dicantumkan daftar akta di dalamnya yang *26626
memuat nomor akta, tanggal pembuatan akta dan jenis akta.

Pasal 26

(1) PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang
dibuatnya.

(2) Buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi
setiap hari kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan
garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang bersangkutan.

(3) PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya,
yang diambil dari buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai
ketentuan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang berlaku
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.

Pasal 27

(1) PPAT yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, c, dan d, diwajibkan menyerahkan
protokol PPAT kepada PPAT di daerah kerjanya.

(2) PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan
protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantinya.

(3) PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol
PPAT kepada PPAT Khusus yang menggantinya.

(4) Apabila tidak ada PPAT penerima protokol sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan (3), protokol PPAT diserahkan kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat.

Pasal 28

(1) Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya
atau pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak PPAT meninggal dunia.

(2) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan
meninggalnya PPAT berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau karena pengetahuan yang diperoleh dari sumber lain kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi disertai usul
penunjukkan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang meninggal
dunia.

(3) Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol
PPAT yang meningggal dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang
bersangkutan kepada PPAT yang ditunjuk Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi.

Pasal 29

(1) PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat
sebagai PPAT wajib menerima protokol PPAT tersebut.

*26627 (2) Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam berita acara
serah terima protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat.

Pasal 30

(1) PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari
kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.

(2) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang yaitu :

a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat untuk
permohonan cuti kurang dari 3 (tiga) bulan;
b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi untuk
permohonan cuti lebih dari 3(tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam)
bulan;
c. Menteri untuk permohonan cuti lebih dari 6 (enam) bulan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku bagi PPAT Sementara dan PPAT Khusus.

Pasal 31

(1) Selama PPAT diberhentikan untuk sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
tugas dan kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas
permohonan PPAT yang bersangkutan.

(2) PPAT pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
PPAT yang bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang
menetapkan pemberhentian sementara atau persetujuan cuti di dalam
keputusan mengenai pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan
cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor
Pertanahan setempat.

(3) Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah lulus
program pendidikan strata satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai
kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.

Pasal 32

(1) Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa
(honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1 % (satu persen) dari harga
transaksi yang tercantum di dalam akta.

(2) PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya
kepada seseorang yang tidak mampu.

(3) Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang
melakukan pungutan diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

(4) PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.

*26628 BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33

Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas PPAT.

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34

(1) PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini juga
menjabat sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di luar daerah
kerjanya sebagai PPAT berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT 6 (enam)
bulan sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

(2) PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi
PPAT di daerah letak tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila
formasi PPAT untuk daerah tersebut masih tersedia.

(3) PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini merangkap
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berhenti dengan
sendirinya dari jabatannya sebagai PPAT 3 (tiga) bulan sejak saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

(4) PPAT yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini mempunyai
daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya wajib memilih satu wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya sebagai daerah kerjanya dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan
apabila dalam jangka waktu tersebut pilihan tersebut tidak dilakukan,
maka daerah kerja PPAT tersebut adalah wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya yang meliputi letak kantornya.

Pasal 35

Para calon PPAT yang sudah diuji sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya
Peraturan Pemerintah ini masih tetap dapat diangkat sebagai PPAT
berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.

Pasal 36

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan
perundang-undangan mengenai jabatan PPAT yang telah ada tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX PENUTUP

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini
diatur *26629 oleh Menteri.

Pasal 38

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang-an Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1998 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1998 MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 52

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN
1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

UMUM

Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah
yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan
atau status sebenarnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan, baik
yang menyangkut data fisik mengenai bidang tanah tersebut, maupun
mengenai hubungan hukum yang menyangkut bidang tanah itu, atau data
yuridisnya. Dalam hubungan dengan pencatatan data yuridis ini,
khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat
sebelumnya, peranan PPAT sangatlah penting. Menurut ketentuan di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
peralihan dan pembebanan hak atas tanah hanya dapat didaftar apabila
dibuktikan dengan akta PPAT. PPAT sudah dikenal sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah,
yang merupakan peraturan pendaftaran tanah sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria atau lebih dikenal dengan nama Undang-Undang *26630 Pokok
Agraria. Di dalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat
yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah,
memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah. Fungsi PPAT lebih
ditegaskan lagi dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu
sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas
tanah, pembebanan hak atas tanah, dan akta akta-akta lain yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepala
Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat
akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah. Dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari
pajak, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk
memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan
akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan sebelum membuat akta. Mengingat fungsi PPAT yang cukup besar
dalam bidang pelayanan masyarakat dan peningkatan sumber penerimaan
negara yang kemudian akan merupakan pendorong untuk peningkatan
pembangunan nasional, perlu segera diterbitkan peraturan jabatan PPAT
dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagaimana yang ditetapkan dalam
Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1) Sesuai dengan jabatan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta
yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1) Pada dasarnya PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai
tanah atau satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya,
kecuali kalau ditentukan lain menurut Pasal ini. Pelanggaran terhadap
ketentuan ini mengakibatkan aktanya tidak sah dan tidak dapat
digunakan sebagai dasar pendaftaran.

Ayat (2) Pengecualian yang dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan oleh
PPAT *26631 tanpa izin terlebih dahulu.

Pasal 5

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Sebagai pejabat yang melaksanakan tugas di bidang pendaftaran
tanah maka jabatan PPAT selalu dikaitkan dengan suatu wilayah
pendaftaran tanah tertentu yang menjadi daerah kerjanya.

Ayat (3)

Huruf a Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi
masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan
diseluruh wilayah negara. Oleh karena itu di wilayah yang belum cukup
terdapat PPAT, Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan
fungsi tersebut. Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat
PPAT adalah daerah yang jumlah PPATnya belum memenuhi jumlah formasi
yang ditetapkan Menteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14. Di daerah yang sudah cukup terdapat PPAT dan merupakan
daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, camat yang baru tidak
lagi ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk
memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang
masyarakat akan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke Kantor
Kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, Menteri juga
dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan tugas PPAT.

Huruf b Program-program pelayanan masyarakat ini adalah misalnya
program pensertipikatan tanah yang memerlukan adanya akta PPAT
terlebih dahulu karena tanah yang bersangkutan belum atas nama pihak
yang menguasainya. Pekerjaan yang dilakukan oleh PPAT Khusus ini
adalah pekerjaan pelayanan dan karena itu pembuatan akta dimaksud
tidak dipungut biaya. Dalam praktek hubungan Internasional seringkali
suatu negara memberikan kemudahan kepada negara lain diberbagai
bidang, termasuk di bidang pertanahan. Atas dasar tersebut dipandang
perlu ada ketentuan untuk memberi kemungkinan Indonesia memberikan
kemudahan yang sama di bidang perubahan data pendaftaran hak atas
tanah kepunyaan negara asing.

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Untuk menjaga dan mencegah agar PPAT dalam menjalankan jabatannya
tersebut tidak menimbulkan akibat yang memberi kesan bahwa pejabat
telah mengganggu *26632 keseimbangan kepentingan para pihak. Ketentuan
ini dibuat agar PPAT dapat menjalankan tugas sebaik-baiknya demi
melayani kepentingan umum agar melaksanakan rasa kemandirian dan tidak
memihak.

Pasal 8

Ayat (1) Keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c
menyebabkan PPAT yang bersangkutan berhenti dengan sendirinya sebagai
PPAT dan untuk itu tidak diperlukan keputusan pemberhentian. Yang
bersangkutan tidak berhak lagi membuat akta.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 9

Karena pengangkatan PPAT dikaitkan dengan suatu wilayah pendaftaran
tanah, maka tidak dikenal istilah "pindah daerah kerja". Untuk
melaksanakan tugas dengan daerah kerja yang lain seorang PPAT berhenti
sebagai PPAT di satu daerah kerja dan kemudian diangkat kembali
sebagai PPAT untuk daerah kerja lainnya. Untuk pengangkatan kembali
ini tidak diperlukan proses pengangkatan pertamanya sebagaimana diatur
dalam Pasal 6.

Pasal 10

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Sebelum mengeluarkan keputusan pemberhentian seorang PPAT
karena pelanggaran Menteri mendengarkan pihak-pihak yang bersangkutan.

Ayat (4) Lihat Penjelasan Pasal 9.

Pasal 11

Ayat (1) Selama diberhentikan untuk sementara pekerjaaan PPAT dapat
dilaksanakan oleh PPAT pengganti.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) *26633 Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1) PPAT yang memilih daerah kerja yang tidak meliputi letak
kantornya perlu memindahkan kantornya ke dalam daerah kerjanya yang
baru.

Ayat (2) Dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT yang
bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di wilayah Daerah Tingkat
II yang baru maupun yang lama.

Pasal 14

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Dengan adanya penetapan formasi pada suatu daerah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II akan dapat dibatasi penempatan
PPAT pada suatu daerah, sehingga daerah lain yang masih tersedia
lowongannya dapat diisi, dengan demikian tujuan pemerataan penempatan
PPAT dapat tercapai.

Pasal 15

Ayat (1) PPAT yang pernah diambil sumpahnya dan kemudian berhenti
untuk diangkat sebagai PPAT untuk daerah yang baru juga harus
mengangkat sumpah.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Camat yang sudah dilantik sebagai Kepala Kecamatan dan sudah
ditunjuk sebagai PPAT Sementara harus segera melaporkan penunjukannya
untuk diambil sumpahnya. Sebelum mengambil sumpah jabatan PPAT yang
bersangkutan belum berhak membuat akta.

*26634 Ayat (5) Karena mengenai daerah terpencil, maka tidak bisa
diharapkan seorang Kepala Desa untuk melapor ke Kantor Pertanahan.

Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 19

Maksud dari penyerahan contoh tanda tangan, paraf dan stempel jabatan
PPAT, adalah agar pada Kantor Pertanahan setempat tersedia pembanding
jika terjadi perbedaan tanda tangan atau paraf atau stempel, apabila
terjadi perkara mengenai keabsahan akta PPAT yang bersangkutan. Bagi
PPAT Khusus kewajiban tersebut tidak berlaku.

Pasal 20

Ayat (1) PPAT hanya boleh mempunyai 1 (satu) kantor yang terletak
dalam daerah kerjanya. Untuk keperluan pelayanan masyarakat yang dapat
menjangkau tempat yang jauh dari Kantor PPAT, PPAT dapat melaksanakan
jabatannya di luar kantor sepanjang masih dalam daerah kerja PPAT.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1) Untuk memenuhi syarat otentisitas suatu akta, maka akta PPAT
wajib ditentukan bentuknya oleh Menteri.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 22

*26635 Untuk pemenuhan otentisitas dari akta, pembacaan akta dilakukan
sendiri oleh PPAT. Penandatanganan para pihak, saksi dan oleh PPAT,
dilakukan segera setelah pembacaan akta dimaksud.

Pasal 23

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Untuk memungkinkan orang-orang yang dimaksud pada ayat (1)
melakukan transaksi mengenai tanahnya perlu ditunjuk pejabat di
kecamatan yang bersangkutan untuk membuatkan akta yang diperlukan
mengingat dalam daerah kecamatan itu tidak ada orang lain yang
berwenang membuat akta tersebut. Khusus untuk desa yang Kepala Desanya
ditunjuk sebagai PPAT Sementara Sekretaris Desa dapat membuatkan akta
yang bersangkutan, walaupun Camat yang wilayahnya meliputi desa itu
dapat juga membuatkan akta tersebut.

Ketentuan ini diadakan agar tidak mempersulit warga desa yang
bersangkutan mengingat desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT
Sementara merupakan desa yang benar-benar terpencil letaknya.

Pasal 24

Ketentuan ini antara lain terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 dan peraturan pelaksanannya.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Yang dimaksud dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah
yang berlaku adalah misalnya Undang-undang atau Peraturan Pemerintah
di bidang perpajakan yang mewajibkan PPAT mengirim laporan kepada
instansi perpajakan.

Pasal 27

Ayat (1) Penyerahan protokol ini diperlukan agar pemeliharaan
warkah-warkah akta dapat berlanjut sehingga apabila sewaktu-waktu
diperlukan dapat segera ditemukan.

Ayat (2) s/d ayat (4) *26636 Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat ini
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja menerbitkan surat
persetujuan atau penolakannya.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

*26637 Ayat (4) PPAT Khusus melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT
sebagai bagian dari tugasnya di bidang pendaftaran tanah. Karena itu
pembuatan akta tersebut dilakukan dengan cuma-cuma.

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1) dan ayat (2) PPAT harus melaksanakan tugasnya di daerah
kerjanya. Hal ini tidak akan secara efektif dilakukan apabila PPAT
tersebut juga merangkap menjabat sebagai Notaris yang berkedudukan di
luar daerah kerjanya sebagai PPAT. Namun demikian keadaan ini
berlangsung pada waktu ini. Oleh karena itu keadaan ini perlu segera
dihentikan. Untuk itu diberi waktu 6 (enam) bulan. Dalam waktu
tersebut PPAT yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan berhenti
dan permohonan pengangkatan dengan daerah kerja yang sesuai dengan
kedudukannya sebagai Notaris. Permohonan itu akan dipertimbangkan oleh
Menteri apabila formasi PPAT di daerah kerja yang meliputi
kedudukannya sebagai Notaris masih belum penuh.

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Dengan ketentuan ini, maka PPAT yang selama ini mempunyai
wilayah kerja lebih dari 1 (satu) wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini harus memilih salah satu
wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai wilayah
kerjanya, misalnya PPAT di lingkungan wilayah DKI Jakarta.

Pasal 35

Dengan ketentuan ini maka terhadap calon PPAT yang sudah diuji sebelum
berlakunya Peraturan pemerintah ini dalam pemrosesannya masih tetap
mempergunakan ketentuan yang lama, namun apabila dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan tidak dapat diselesaikan maka mengenai persyaratan maupun
pemerosesannya sepenuhnya berlaku ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

*26638 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3746

------------------- CATATAN

Kutipan: MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1998

Tidak ada komentar: