Jumat, 16 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Cukai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1996
TENTANG
PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai diatur sanksi administrasi bagi pelanggaran yang bersifat administratif;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipandang perlu mengatur lebih lanjut pengenaan sanksi administrasi dengan Peraturan Pemerintah

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
2. Menteri adalah Menteri Keuangan;
3. Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan Undang-undang yang bersifat administratif.

Pasal 2
(1) Sanksi administrasi dikenakan hanya terhadap pelanggaran administrasi yang secara nyata diatur dalam Undang-undang.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. denda yang besarnya secara pasti sudah ditetapkan dalam ketentuan yang bersangkutan;
b. denda yang besarnya merupakan perkalian dari cukai yang terutang yang sudah dibatasi nilai minimum dan maksimumnya;
c. denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari nilai rupiah yang hanya dibatasi nilai maksimumnya;
d. denda yang besarnya merupakan perkalian dari nilai rupiah yang dibatasi nilai minimum dan maksimumnya.

Pasal 3
Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7), Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 25 ayat (4) Undang-undang, dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan dalam masingmasing Pasal tersebut.

Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 32 ayat (2) Undang-undang, dikenakan sanksi adminstrasi dengan ketentuan:
a. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan satu kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar satu kali sanksi administrasi minimum;
b. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan dua kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar dua kali sanksi administrasi minimum;
c. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan tiga kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar tiga kali sanksi administrasi minimum;
d. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan empat kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar empat kali sanksi administrasi minimum;
e. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan lebih dari empat kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar sanksi administrasi maksimum.

Pasal 5
Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (7) Undang-undang, dikenakan sanksi administrasi dengan ketentuan:
a. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan satu kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar 20 % dari sanksi administrasi maksimum;
b. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan dua kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar 40 % dari sanksi administrasi maksimum;
c. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan tiga kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar 60 % dari sanksi administrasi maksimum;
d. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan empat kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar 80 % dari sanksi administrasi maksimum;
e. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan lebih dari empat kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar sanksi administrasi maksimum.

Pasal 6
Terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 31 ayat (3), Pasal 35 ayat (5), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang, dikenakan sanksi administrasi dengan ketentuan:
a. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan satu kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar satu kali sanksi administrasi minimum;
b. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan dua kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar dua kali sanksi administrasi minimum;
c. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan tiga kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar empat kali sanksi administrasi minimum;
d. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan empat kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar enam kali sanksi administrasi minimum;
e. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan lima kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar delapan kali sanksi administrasi minimum;
f. apabila dalam lima tahun terakhir yang bersangkutan melakukan lebih dari lima kali pelanggaran, dikenakan sanksi administrasi sebesar sanksi administrasi maksimum.

Pasal 7
(1) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan disampaikan kepada yang dikenakan sanksi administrasi dengan surat pemberitahuan.
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat besarnya sanksi administrasi yang dikenakan dan ketentuan Undang-undang yang dilanggar.

Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri.

Pasal 9
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 April 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 2 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 39



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1996
TENTANG
PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI

UMUM

1. Pengenaan sanksi administrasi merupakan konsekuensi logis dari Undang-undang sebagai bagian dari hukum fiskal, di mana aparatur fiskal oleh Undang-undang diberikan kewenangan untuk dapat menerapkan sanksi administrasi berupa denda.
2. Mengingat bahwa hakekat Undang-undang selain mengandung aspek pembatasan dan pengawasan terhadap produksi, distribusi dan perdagangan Barang Kena Cukai, juga mengandung aspek budgeter, maka pengenaan sanksi administrasi, di samping untuk mempercepat proses penyelesaian pelanggaran administratif dalam rangka mengamankan penerimaan negara, juga bertujuan untuk pembinaan dan pencegahan terhadap pelanggaran ketentuan administrasi.
3. Untuk kepraktisan penyelenggaraannya, maka wewenang Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam hal pengenaan dan penagihan sanksi administrasi dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 3
Besarnya sanksi administrasi yang diatur dalam Pasal 7 ayat (7), Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) dan Pasal 25 ayat (4) Undang-undang sudah pasti, sehingga dapat langsung diterapkan sesuai ketentuan tersebut apabila terjadi pelanggaran.
Contoh:
Berdasarkan Pasal 7 ayat (7) Undang-undang Cukai telah ditetapkan Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, yang tidak melunasi utang cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, selain harus melunasi utang cukai, juga dikenakan sanksi administrasi sebesar sepuluh persen setiap bulan dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila pengusaha memesan pita cukai pada tanggal 2 Januari 1997 dengan nilai cukai sebesar Rp10.000.000, (sepuluh juta rupiah) pada tanggal 2 April 1997 pemesanan tersebut belum dibayar, maka terhitung mulai tanggal 2 April 1997 yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi sebesar 10 % x Rp10.000.000, = Rp1.000.000, (satu juta rupiah) setiap bulan.

Pasal 4
Untuk menjamin kepastian hukum, dalam pasal ini diatur sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang besarnya merupakan perkalian dari cukai yang terutang.
Contoh:
Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) Undang-undang telah ditetapkan bahwa Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungut cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila Pengusaha Pabrik melakukan pelanggaran mengenai ketentuan tidak dipungutnya cukai, dan setelah diteliti yang bersangkutan seharusnya wajib membayar cukai sebesar Rp10.000.000, (sepuluh juta rupiah), pengenaan sanksinya perlu melihat dulu profil dari pengusaha yang bersangkutan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Apabila pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran yang pertama kali dilakukan, maka dikenakan denda sebesar 2 x Rp10.000.000, = Rp20.000.000, (dua puluh juta rupiah).

Pasal 5
Untuk menjamin kepastian hukum, dalam pasal ini diatur sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang besarnya dalam nilai rupiah yang hanya ditetapkan batas maksimumnya.
Contoh:
Apabila diketemukan orang yang menjalankan usaha pabrik tanpa izin, berdasarkan Pasal 14 ayat (7) Undang-undang telah ditetapkan bahwa pelanggaran tersebut di atas dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp100.000.000, (seratus juta rupiah). Untuk menerapkan ketentuan Pasal 14 ayat (7) perlu dilihat dulu profil dari orang yang bersangkutan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, apabila selama kurun waktu tersebut yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran sebanyak 2 kali termasuk pelanggaran yang baru diketemukan tersebut, maka dikenakan denda sebesar 40 % dari Rp100.000.000, = Rp40.000.000, (empat puluh juta rupiah).

Pasal 6
Untuk menjamin kepastian hukum, dalam pasal ini diatur sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang besarnya dalam nilai rupiah yang ditetapkan batas minimum dan maksimumnya.
Contoh:
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-undang telah ditetapkan bahwa Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan Barang Kena Cukai (BKC) yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat, dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp5.000.000, (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp500.000, (lima ratus ribu rupiah).
Dalam hal terjadi pelanggaran yang memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-undang tersebut, maka penerapan sanksinya perlu melihat profil dari Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pelanggaran tersebut, apabila dalam jangka waktu 5 tahun terakhir yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran 3 kali termasuk pelanggaran yang terakhir tersebut, maka denda yang dikenakan adalah 4 x Rp500.000, = Rp2.000.000, (dua juta rupiah).

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pencantuman besarnya sanksi administrasi dan ketentuan Undang-undang yang dilanggar dalam surat pemberitahuan dimaksudkan untuk memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang dikenakan sanksi administrasi, khususnya agar yang bersangkutan mengetahui secara jelas ketentuan yang dilanggarnya, sehingga apabila yang bersangkutan keberatan terhadap pengenaan sanksi administrasi dimaksud dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3629

Tidak ada komentar: