Senin, 19 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2003 ttg Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum & Hakim dlm Perkara Tindak Pidana Terorisme

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang, perlu membentuk Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme;

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Perlindungan adalah jaminan rasa aman yang diberikan oleh negara kepada Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dari kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam perkara tindak pidana terorisme.
2. Saksi adalah orang yang memberi keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara tindak pidana terorisme yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri.
3. Keluarga adalah keluarga inti yang terdiri dari suami/istri dan anak dari Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim.

Pasal 2
Setiap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

Pasal 3
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh aparat hukum dan aparat keamanan berupa:
a. perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;
b. kerahasiaan identitas saksi;
c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka.

Pasal 4
(1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat terjadinya tindak pidana terorisme.
(2) Dalam hal Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan atau Hakim bertempat tinggal di luar wilayah kerja kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perlindungan diberikan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(3) Dalam hal persidangan dilaksanakan di luar tempat terjadinya tindak pidana terorisme maka perlindungan diberikan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat sidang pengadilan dilaksanakan.

Pasal 5
Perlindungan terhadap Saksi wajib diberikan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam semua tingkat pemeriksaan perkara.

Pasal 6
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib diberitahukan kepada Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim, dalam waktu 1 (satu) hari sebelum perlindungan diberikan.

Pasal 7
(1) Dalam hal perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 belum diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Saksi, Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dapat mengajukan permohonan perlindungan.
(2) Permohonan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(3) Dalam hal permohonan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh Saksi, tembusan permohonan tersebut disampaikan kepada Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam semua tingkat pemeriksaan perkara.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 1X24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak permohonan perlindungan diterima, Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan klarifikasi atas kebenaran permohonan dan identifikasi bentuk perlindungan yang diperlukan.

Pasal 8
Teknis pelaksanaan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatur lebih lanjut oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 9
(1) Pemberian perlindungan dihentikan:
a. Berdasarkan penilaian Kepolisian Negara Republik Indonesia perlindungan tidak diperlukan lagi; atau
b. Atas permohonan yang bersangkutan.
(2) Penghentian pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus diberitahukan secara tertulis kepada Saksi, Penyidik, Penuntut Umum dan/atau Hakim dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum perlindungan dihentikan.

Pasal 10
Dalam hal saksi didatangkan dari luar wilayah negara Republik Indonesia, perlindungan Saksi tersebut dilakukan dengan bekerjasama dengan pejabat kepolisian yang berwenang di negara tersebut.

Pasal 11
(1) Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim tidak dikenakan biaya atas perlindungan yang diberikan kepadanya.
(2) Segala biaya berkaitan dengan perlindungan terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibebankan pada anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Mei 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Mei 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 52

Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
ttd
Lambock V. Nahattands


PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME

I. UMUM

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara. Terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang, ditegaskan bahwa mengenai tata cara perlindungan terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara tindak pidana terorisme perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemberian perlindungan tersebut sangat penting untuk menjamin kelancaran jalannya proses peradilan dan sekaligus agar dalam memberikan kesaksian dan dalam melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, dan hakim merasa aman dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya.

Perlindungan tersebut dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di samping itu perlindungan terhadap saksi diberikan dalam bentuk kerahasiaan identitas saksi dan pemberian keterangan pada saat pemeriksaan tanpa tatap muka dengan tersangka.

Bertitik tolak pada pemikiran tersebut untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta keadilan dalam proses peradilan tindak pidana terorisme perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut, dan Hakim.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan di sidang pengadilan” adalah proses pemeriksaan pada sidang Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Permohonan perlindungan yang diajukan Saksi, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat ini berlaku juga kepada keluarga. Perlindungan yang diajukan pada tahap penyidikan berlaku sampai berakhirnya pemeriksaan di sidang pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4290

Tidak ada komentar: