Rabu, 21 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label Dan Iklan Pangan

PP RI No.69 Thn.1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 69 TAHUN 1999
TENTANG
LABEL DAN IKLAN PANGAN


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan
bertanggung jawab;

b. bahwa label dan iklan pangan merupakan sarana dalam kegiatan
perdagangan pangan yang memiliki arti penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak menyesatkan;

c. bahwa masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan dikonsumsinya,
khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan pangan;

d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut dan sebagai pelaksanaan undangundang Nomor. 7 tahun 1996 tentang Pangan, dipandang perlu mengatur tentang label dan iklan pangan dengan Peraturan Pemerintah;


Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang – undang Dasar 1945;

2. Undang – undang Nomor. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor. 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 3495);

3. Undang – undang Nomor. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor. 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 3656);


M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN.

B A B I
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

3. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan ini disebut Label.

4. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan
atau perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah ini disebut iklan.

5. Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandungg unsure atau bahan yang haram atau dilarang dikonsumsi umat islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahanpangan, bahan Bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaan nya dilakukan sesuai dengan ketentuan hokum agama islam.

6. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang tterdapat dalam pangan yang tterdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

7. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, ,mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.

8. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

9. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka proses produksi, peredaran dan atau perdagangan pangan.

10 Perdaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.

11. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain
yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.

12 Setiap orang adalah orang perseorangan dan badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.

13 Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).



B A B II

LABEL PANGAN

Bagian Pertama

Pasal 2


(1). Setiap orang yang memproduksi atau memasukan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemas pangan.

(2). Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.

Pasal 3

(1). Label sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(2). Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Sekurang-kuurangnya :

a. nama produk;

b. daftar bahan yang digunakan;

c. berat bersih atau isi bersih;

d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.

e. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Pasal 4

Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasl 3 ayat (2), untuk pangan olahan tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan pencantuman keterangan lain yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada label sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5

(1). Keterangan dan atau pernyataan ttentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya.

(2). Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.

Pasal 6

(1). Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam Label hanya dapat dilakukan apabila diduukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

(2). Keterangan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk Apapun bahwa pangan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.

Pasal 8

Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.

Pasal 9

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, dilarang mencantumkan Label yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 10

(1). Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa ppangan tersebut hahal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.

(2). Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Label.

Pasal 11

(1). Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan
tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2). pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri agama dengan memperhaatikan pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.


Bagian Kedua

Bagian Utama Label
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 12


Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2), bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat :

a. nama produk;

b. berat bersih atau isi bersih;

c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan
ke dalam wilayah Indonesia.

Pasal 13

(1). Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah
dibaca.

(2) Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14

Bagian utama Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling mudah dilihat, diamati dan atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya.


Bagian Ketiga

Tulisan pada Label

Pasal 15


Keterangan pada Label, ditulid atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latih.

Pasal 16

(1). Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka arab dan huruf Latin
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan ke luar negeri

(2). Hurruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.


Bagian Keempat

Nama Produk Pangan

Pasal 17


(1). Nama produk pangan harus menunjukkan sifat dan atau keadaan yang sebenarnya.

(2). Penggunaan nama produk pangan tertentu yang sudah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia, dapat diberlakukan wajib dengan keputusan Menteri teknis.

(3). Penggunaan nama selain yang termasuk dalam Standar Nasional Indonesia harus menggunakan nama yang lazim atau umum, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (1).

Pasal 18

(1) Dalam hal produk pangan telah memenuhi persyaratan tentang nama produk pangan yang ditetapkan dalam Standar nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang telah ditetapkan.

(2) Dalam hal nama jenis produk pangan sebagaimana dimaksucl pada ayat (1) belum ditetapkan dalnm Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunalkan nama jenis produk pangan yang ditetapkan oleh Mneteri teknis sepanjang memenuhi persyaratan bagi penggunaan nama jenis produk pangan yang bersangkutan.

(3) Produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan yang diletetapkan dalam standar Nasional Indonesia atau Menteri Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilarang
menggunakan nama jenis produk yang diberikan bagi produk pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 19
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


(1). Keterangan tentang bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya.

(2) Nama yang digunakan bagi bahan yang digunbakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nama yang lazim digunakan.

(3) Dalam hal mana bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan sebagaimana dimaksud dalam ayal (1) telah ditetapkan dadalam Standar Nasional Indonesia, pencantumannya pada Label hanya dapat dilakukan apabila nama bahan yang
bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional lndonesia.

Pasal 20

(1) Air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan.

(2) Air atau bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan.

Pasal 21

Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain tidak dilarang sepanjang hal tersebut benar
dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan.

Pasal 22

(1) Untuk pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan, pada label wajib dicantumkangolongan Bahan Tambahan Pangan.

(2) Dalam hal bahan tambahan pangan yang digunakan memiliki nama Bahan TambahanPangan dan atau kode internasional, pada Label dapat dicantumkan bana bahan Tambahan dan kode internasional dimaksud, kecuali Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna.

(3). Dalam hal Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna, selain pencantuman golongan dan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
nama Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan indeks pewarna yang bersangkutan.


Bagian Keenam

Keterangan tentang Berat atau Isi Bersih Pangan.

Pasal 23


Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metric :

a. dengan ukuran isi untuk makanan cair;

b. dengan ukuran berat untuk makanan padat;

c. dengahn ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental.

Pasal 24

Pangan yang menggunakan medium cair harus disertai pula penjelasan mengenai berat bersih setelah dikurangi medium cair.

Pasal 25

Label yang memuat keterangan jumlah takaran saji harus memuat keterangan tentang berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji.


Bagian Ketujuh

Keterangan tentang Nama dan Alamat

Pasal 26


(1) Nama dan alamat pihak yang memperoduksi pangan wajib dicantumkan pada Label.

(2) Dalam hal menyangkur pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamt pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.

(3) Dalam hal pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayan Indonesia sebagimana dimaksud dalam ayat (2) berbeda dari pihak yang mengedarkannya di dalam wilayah Indonesia, selain
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang mengedarkan tersebut.


Bagian Kedelapan

Tanggal Kadaluwarsa

Pasal 27


(1) Tanggal, bulan dan Tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib dicantumkan secara jelas pada Label.

(2). Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah pencantuman tulisan “Baik digunakan sebelum” sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan.

(3). Dalam hal produk pangan yang kadaluwarsanya lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsa saja.

Pasal 28

Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada label.

Pasal 29

a. menghapus, mencabut, menutup, merngganti label, melabel kembali pangan yang diedarkan;

b. menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan.


Bagian Kesembilan

Nomor Pendaftaran Pangan

Pasal 30


Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke wilayah Indonesia, pada Label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor
pendaftaran Pangan.


Bagian Kesepuluh

Keterangan tentang Kode Produksi Pangan

Pasal 31


(1). Kode produksi pangan olahan wajib dicantumkan pada Label wadah atau kemasan pangan, dan terletak pada bagian yang mudah untuk dilat dan dibaca.

(2). Kode produksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan menegani riwayat produksi pangan yang bersangkutan.


>Bagian Kesebelas

Keterangan tentang Kandungan Gizi.

Pasal 32


(1). Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label wajib dilakukan bagi pangan yang :

a. disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan; atau

b. dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi pangan wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya.

(2). Keterangan tentang kandungan gizi pangan senbagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dengan urutan :

a. Jumlah keseluruhan ebergi, dengan perincian berdasarkan jumlah ebergi yang berasal dari lemak , protein dan karbohidrat;

b. Jumlah keeluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin, dan mineral.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(3). Jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu pangan maka pada Label untuk pangan tersebut wajib memuat hal-hal berikut :

a. Ukuran takaran saji;

b. jumlah sajian per kemasan;

c. kandungan ebergi per tekanan saji;

d. kandungan protein per sajian (dalam gram);

e. kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram);

f. kandungan lemak per sajian (dalam gram);

g. persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.

Pasal 33

(1). Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10 % lebih
banyak dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut.

(2). Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan mengandung suatu zat gizi lebih unggul daripada produk pangan yang lain, dilarang.


Bagian Keduabelas

Keterangan Tentang Iradiasi pangan dan Rekayasa Genetika

Pasal 34


(1). Pada Label untuk pangan yang mengalamai perlakuan iradiasi wajib dicantumkan tulisan PANGAN IRADIASI, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diiradiasi ulang, wajib
dicantumkan tulisan TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG.

(2). Dalam hal pangan yang mengalami perlakuan iradoiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bahan yang digunakan dalam satu produk pangan, pada Label cukup dicantumkan
keterangan tentang perlakuan iradiasi pada bahan yang diiradiasi tersebut saja.

(3). ASelain pencantuman tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1), pada Label dapat dicantunmkan logo khusus pangan iradiasi.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(4). Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada Label harus tercantum :

a. nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak dilakukan sendiri oleh pihak yang memproduksi pangan;

b. tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun;

c. nama negara tempat iradiasi dilakukan;

Pasal 35

(1). Pada Label untuk pangan hasil rekayasa genetika wajib dicantumkan tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA.

(2). Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan rekayasa genetika pada bahan yang
merupakan pangan hasil rekayasa genetika tersebut saja.

(3). Selain pencantuman tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1), pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan hasil rekayasa genetika.


Bagian Ketigabelas

Keterangan tentang Pangan Sintetis yang Dibuat dari Bahan Baku Alamiah

Pasal 36

(1). Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah dapat diberi label yang memuat keterangan bahwa pangan itu berasal dari bahan alamiah tersebut, apakah pangan itu mengandung
bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar minimal yang ditetapkan dalam Standarisasi Nasional Indonesia.

(2). Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah yang telah menjalani proses lanjutan, pada labelnya wajib diberi keterangan yang menunjukkan bahwa bahan yang bersangkutan telah mengalami proses lanjutan.

Pasal 37

Pada Label untuk pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang mencantumkan pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Bagian Keempatbelas

Keterangan lain pada Label tentang Pangan Olahan Tertentu

Pasal 38


Keterangan pada Label tentang pangan olahan yang diperuntukan bagi bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia, dan orang berpenyakit tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan manusia.

Pasal 39

(1). Pada Label untuk pangan olahan yang memerlukan penyiapan dan atau penggunaan nya dengan cara tertentu, wajib dicantumkan keterangan tentang cara penyiapan dan atau penggunaannya dimaksud.

(2). Apabila tercantum keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mungkin dilakukan pada Label, maka pencantuman keterangan dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan pada wadah atau kemasan Pangan.

Pasal 40

Dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk tentang cara penyimpanan harus dicantumkan pada Label.

Pasal 41

Pada label untuk pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang dimuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, Pasal 40, dan pasal 41 ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Bagian kelimabelas

Keterangan Tentang Bahan Tambahan Pangan

Pasal 43


(1). Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat

(2), pada label untuk Bahan Tambahan Pangan Wajib dicantumkan :

a. tulisan Bahan Tambahan Pangan;

b. nama golongan Bahan Tambahan Pangan;

c. namaan Tambahan Pangan, dan atau nomor kode internasional yang dimilikinya.

(2). Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan tentang Label Bahan Tambahan Pangan diatur oleh Menteri Kesehatan.



B A B III

IKLAN PANGAN

Bagian Pertama

U m u m

Pasal 44


(1). Setiap iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara, pernyataan,
dan atau bentuk apapun lainnya.

(2). Setiap iklan tentang pangan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum.

Pasal 45

(1). Setiap orang memproduksi dan atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan untuk diperdagangkan, dilarang memuat pernyataan dan atau keterangan yang tidak benar dan atau
yang dapat menyesatkan dalam iklan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
(2). Penerbit, Pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen, dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan turut bertanggung jawab terhadap isi iklan yang tidak benar kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi iklan yang bersangkutan.

(3). Untuk kepentingan pengawasan penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilarang merehasiakan
identitas, nama dan alamat pemasang iklan.

Pasal 46

Setiap orang yang menyatakan dalam iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran
pernyataan tersebut.

Pasal 47

(1). Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.

(2). Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali apabila pangan tersebut diperuntukan bagi anak-anak yang berusia
dibwah 5(lima) tahun.

(3). Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara khusus ditujukan untuk anak – anak.

(4). Iklan tentang pangan yang diperuntukan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, dilarang dimuat dalam media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang kesehatan,
setelah mendapat perswetujuan Menteri Kesehatan, dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI.


Bagian Kedua

Iklan Pangan yang Berkaitan dengan Gizi dan Kesehatan.

Pasal 48
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pernyataan dalam bentuk apapun tentang manfaat pangan bagi kesehatan yang dicantumkan pada iklan dalam media massa, harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan itu pada
iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Pasal 49

(1) Iklan dalam Media massa yang mmenyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus, wajib mencantumkan undsur-unsur
dari pangan yang mendukung pernyataan tersebut.

(2). Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Iklan tersebut wajib pula memuat keterangan tenang kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi apabila pangan
tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khusus dimaksud.

Pasal 50

Iklan dilarang memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energy yang unggul dan segera memberikan kekuatan.


Bagian Ketiga

Iklan tentang Pangan untuk Kelompok Orang Tertentu

Pasal 51


(1). Iklan tentang pangan yang diperuntukan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun wajib memuat keterangan mengenai peruntukannya.

(2). Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), iklan dimaksud harus pula memuat peringatan mengenai dampak negative pangan yang bersangkutan bagi kesehatan.

Pasal 52

Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan atau kesehatan anak wajib memuat peringatan tentang dampak negative pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 53


Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.


Bagian Keempat

Iklan yang berkaitan dengan Asal dan Sifat Bahan Pangan

Pasal 54


Iklan tentang pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan
seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.

Pasal 55

Iklan tentang pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.

Pasal 56

Iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat
pengolahan pangan tersebut.

Pasal 57

Pangan yang dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu hanya dapat diiklankan sebagai berasal dari bahan baku alamiah tersebut, apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang
bersangkutan tidak kurang dari persyaratan minimal yang ditetapkan dalam Standar nasional Indonesia.


Bagian Kelima

Iklan tentang Minuman Beralkohol
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 58


(1). Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun.

(2). Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah minuman berkadar etanol (C2 , H2OH) lebih dari atau sama dengan 1% (satu persen).



B A B IV

P E N G A W A S A N

Bagian Pertama
Kelembagaan

Pasal 59


Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tentang label dan Iklan dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan.


Bagian Kedua

Pejabat Pemeriksa

Pasal 60


(1). Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Menteri Kesehatan menunjuk pejabat untuk diserahi tugas pemeriksaan.

(2). Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih dan ditunjuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki.

(3). Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.


B A B V

TINDAKAN ADMINISTRATIF

Pasal 61

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


(1). Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah ini dikenakan tindakan administratif.

(2). Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Peringatan secara tertulis;

b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran;

c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;

d. penghentian produksi untuk sementara waktu;

e. pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan atau;

f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.

(3). Pengenaan tindakan administrative sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, c, d, e dan f hanya dapat dilakukan setelah peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan sebanyak – banyaknya tiga kali.

(4). Pengenaan tindakan administrative sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan oleh Menteri teknis sesuai dengan kewenangannya berdasarkan masukan dari Menteri Kesehatan.


B A B VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 62


Pada saat dimulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang – undangan tentang label dan Iklan yang telah ada dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini,
dinyatakan tidak berlaku.


B A B VII

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 63


Ketentuan tentang Label sebagaiamana dmaksud dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi :
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

a. pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan dimaksud dalam Peraturan Pemerintah;

b. pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecil – kecil;

c. pangan yang dijual dalam jumlah besar ( curah ).




B A B VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1(satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peratutan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE.


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA




ttd
M U L A D I


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR. 131
Salinan sesuai dengan aslinya
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang – undangan RI.



Lambock V. Nahattands.

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR. 69 TAHUN 1999
TENTANG
LABEL DAN IKLAN PANGAN



U M U M


Terciptanya perdagangan pangan yanag jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di bidang pangan sebagaimana dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Salah satu upaya untuk
mencapai tertib pengaturan di bidang pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, yang dalam prakteknya selama ini belum memperoleh pengaturan sebagaimana
mestinya .
Banyak pangan yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan ketentuan tentang pencantuman label dinilai sudah meresahkan. Perdagangan pangan yang kedaluwarsa, pemakaian bahan pewarna yang tidak diperuntukan bagi pangan atau perbuatan –perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan masyarakat, bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, terutama bagi anak-anak pada umumnya dilakukan melalui penipuan pada label pangan atau melalui iklan. Label dan iklan pangan yang tidak jujur dan atau menyesatkan berakibat buruk terhadap perkembangan kesehatan manusia.
Dalam hubungannya dengan masalah label dan iklan pangan maka masyarakat perlu memperoleh informasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya mengenai pangan yang beredar di pasaran. Informasi pada label pangan atau melalui iklan sangat diperlukan bagi masyarakat agar supaya masingmasing individu secara tepat dapat menentukan pilihan sebelum membeli dan atau mengjkonsumsi pangan. Tanpa adanya informasi yang jelas maka kecurangan - kecurangan dapat terjadi.
Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggunhg jawab bukan semata-mata untuk melindungi kepentingan masyarakat yang megkonsumsi pangan. Melalui pengaturan yang tepat berikut sanksi-sanksi hokum yang berat, diharapkan setiap orang yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dapat memperoleh perlindungan dan jaminan kepastian hokum. Persaingan dalam perdagangan pangan diatur supaya pihak yang memproduksi pangan dan pengusaha iklan diwajibkan untuk membuat iklan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
secara benar dan tidak menyesatkan masyarakat melalui pencantuman label dan iklan pangan yang harus memuat keterangan mengenai pangan dengan jujur.
Pemerintah menyadari perkembangan teknologi pangan sangat berpengaruh terhadap pelabelan
pangan. Perkembangan tersebut tidak mungkin dicakupi secara keseluruhan melalui Peraturan Pemerintah ini. Namun, hal itu tidak mungkin pula untuk dikesampingkan tanpa membuka peluang untuk pengaturan lebih lanjut. Dalam kondisi yang demikian, Peraturan Pemerintah ini sekaligus memerintahkan kepada instansi terkait untuk mengaturnya manakala diperlukan. Sudah barang tentu pengaturannya disesuaikan dengan lingkup tugas dan kewenangan yang melekat pada instansi yang bersngkutan.
Tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu diinformasikan secara benar dan tidak menyesatkan melalui label dan atau iklan panga, namun perlindungan secara batiniah perlu diberikan kepada masyarakat. Masyarakat islam merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indoensia yang secara khusus dan non diskriminatif peril dilindungi melalui pengaturan halal. Bagaimanapun juaga,kepentinganb agama atau kepervayaan lainnya
tetap dilkindungi melalui tanggung jawab pihak yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan bagi keperluan tersebut.
Selain dari pada keterang-keterangan yang wajib dimuat pada label sebagaimana diinginkan oleh pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, diatur juga hal-hal
lain yang sekiranya dapat diinformasdikan kepada masyarakat. Untuk menampung pengaturan tersebut maka pokok-pokok yang mendasari pengaturan yang berkaitan dengan label tentang
nutrisi atau gizi bagi kepentingan kelompok masyarakat tertentu diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini. Pengaturan selanjutnya diserahkan kepada Menteri Kesehatan yang lebih memahami tentang aspek kesehatan masyarakat, teramsuk akibat sampingan pangan tertentu terhadap kesehatan kelompok masyarakat tertentu.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pengaruh pangan yang dikonsumsi terhadap kesehatan manusia perlu diwaspadai. Oleh karena itu, iklan tentang pangan perlu secara khusus diatur dan
dikendalikan dengan sebaik-baiknya melalui Peraturan Pemerintah ini. Penggunaan anak – anak berusuia dibawah lima tahun secara tegas dilarang untuk mengiklankan pangan yang tidak secara khusus ditujukan untuk konsumsi oleh mereka. Larangan ini sangat diperlukan untuk menghindarkan anak-anak terhadap pengaruh iklan yang bersifat negative atau menyesatkan yang secara mudah diterima oleh anak-anak yang secara alamiah belum mampu membedakan hal-hal yang baik atau yang buruk.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Peraturan Pemerintah ini mewajibkan agar label ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan atau huruf Latin. Ketentuan ini berlaku mengikat tidak hanya terhadap pangan
yang diproduksi di dalam negeri, namun berlaku juga terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Tujuan pengaturan ini dimaksudkan agar
informasi tentang pangan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di kota maupun di desa-desa.
Dengan tidak mengesampingkan pengaturan yang sudah ada dalam lingkungan undang-undang yang mengatur tentang Kesehatan, maka Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan pangan
sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan merupakan pelengkap terhadap pengaturan yang sudah ada. Tujuan dari pada pengaturan tersebut adalah
untuk lebih memperkuat jaminan kepastian hokum bagi masyarakat yang mengkonsumsi pangan.
Pada akhirnya, keterpaduan tugas di bidang pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini sangat tergantung pada kemampuan aparatur Negara untuk menghindari timbulnya ekses yang tidak diharapkan.



PASAL DEMI PASAL

Pasal 1


Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Yang dimaksud dengan “ pangan olahan tertentu “ dalam ketentuan ini adalah pangan olahan untuk konsumsi bagin kelompok tertentu, misalnya susu formula untuk bayi, pangan yang diperuntukkan bagi ibu hamil atau menyusui, pangan khsusu bagi penderita
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
penyakit tertentu, atau pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia.

Pasal 5

Ayat (1)

Keterangan tidak benar aqdalah suatu keterangan yang isinya bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan.
Keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau kemanan pangan yang meskipun benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan di dalam Peraturan Pemerintah ini adalah pernyataan bahwa produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat non gizi tertentu yang bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya untuk
anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, dan sebagainya. Yang dimaksud bahwa pernyataan tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila secara ilmiah hal tersebut dapat dipertnggung jawabkan adalah, antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 7

Ketentuan ini berlaku juga terhadap pangan yang berdasarkan fakta ilmiah bermanfaat bagi kesehatan, tidak boleh diiklankan sebagai obat.

Pasal 8

Cukup jelas
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal9

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Pencantuman keterangan halal atau tulisan “ halal “ pada label pangan merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat islam.
Penggunaan bahasa atau huruf selain bahasa Indoensia dan huruf latin, harus digunakan bersamaan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia dan huruf latin. Keterangan tentang kehalalan pangan tersebut mempunyai arti yang sangat penting dan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang beragama islam agar terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal (haram).
Kebenaran suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan Bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan dalam proses produksinya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela, namun setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya sebagai produk yang halal, sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya.
Untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat islam terhadap kebenaran pernyataan hahal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usahanya, sudah pada tempatnya bila pangan yang dinyatakannya sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga
yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional ( KAN ). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Ayat (2).

Lembaga Keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia ( MUI ), Pedoman ini bersifat umum, dan antara lain meliputi persyaratan bahan, proses atau produknya.

Pasal 12

Yang dimaksud dengan “ Bagian utama label pangan “ adalah bagian dari label yang memuat keterangan paling penting untuk diketahui oleh Konsumen.

Pasal 13

Ayat (1)

Selain ketiga keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan ini, maka keterangan tentang halal dapat dicantumkan pada bagian utama label pangan, agar mudah dilihat dan diketahui oleh masyarakat yang akan membelinya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ketentuan ini dimaksudkan agar pangan olahan yang diperdagangkan di Indonesia,harus menggunakan label dalam bahasa Indonesia. Khusus bagi pangan olahan untuk dieksport, dapat dikecualikan dari ketentuan ini.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dengan perkembangan teknologi di bidang pangan maka terdapat produk pangan tertentu yang tidak atau belum memiliki nama produk, misalnya makanan ringan yang dikenal dengan istilah Snacks seperti Chiki, tazzos, dan lain-lain. Oleh karena itu cukup dicantumkan nama jenis produk pangan yang bersangkutan,
seperti makanan ringan. Ketentuan ini hanya mengijinkan penggunaan bahasa asing secara terbatas yaitu dalam hal tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Dengan mencantumkan jumlah air yang digunakan sebagai campuran suatu produk pangan maka setiap orang yang akan mengkosnumsi pangan dapat mengetahui jumlah berat bersih pangan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 21


Pangan kata “ tidak menyesatkan “ dimaksudkan karena meskipun pengkayaan atau penambahan vitamin, mineral, atau zat gizi benar dilakukan pada saat pengolahan, tetapi pencantuman pernyataan atas pengkayan tersebut masih mungkin tetap dapat menyeatkan misalnya dalam hal untuk jenis pangan yang bersangkutan karena pola pengkonsumsiannya, pengkayaan tersebut tidak membawa manfaat apapun bagi konsumsi kecuali manfaat komersial yang diperoleh produsen.

Pasal 22

Ayat (1)

Pencantuman nama golongan Bahan Tambahan Pangan diperlukan agar setiap orang yang mengkonsumsi pangan secara jelas dapat mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan yang dipergunakan.

Ayat (2)

Kewajiban untuk mencantumkan nomor kode internasional memudahkan bagi setiap orang yang memproduksi ataupun mengkonsumsi pangan tertentu sekaligus memudahkan pengawasannya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Yang dimaksudkan dengan berat bersih setelah dikurangi medium cair adalah berat bersih pangan dalam keadaan tidak dicampuri air (berat setelah ditiris).

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi tentang produsen asal maupun importer pangan yang bersangkutan di Indonesia.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap, yaitu baik importer maupun distributor pangan yang bersangkutan.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Meskipun keterangan yang digunakan adalah kata “ baik digunakan sebelum “ namun ini tidak mengurangi makna ketentuan yang menyatakan tentang larangan mempergunakan pangan yang melampaui saat kadaluwarsanya.

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Nomor pendaftaran Pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan yang dimaksud dalam ketentuan ini dalam rangka peredaran pangan.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “ riwayat produksi “ adalah penjelasan mengenai waktu produksi atau rangkaian mata rantai produksi.

Pasal 32

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Huruf b.

Yang dimaksud dengan jumlah keseluruhan hanya berlaku untuk kalori,lemak dan karbohidrat. Untuk kalori artinya kalori total yang berasal dari lemak,protein dan karbohidrat. Untuk lemak artinya lemak total, sedangkan untuk karbohidrat artinya karbohidrat total.

Ayat (3)

Angka kecukupan gizi atau dikenal dengan istilah Recommended
Dietary Allowance of Nutrients merupakan pengertian di bidang gizi yang dianut di Indonesia, yang mendaarkan perhitngannya sesuai dengan pola konsumsi pangan dan kebutuhan gizi manusia Indonesia sendiri, yang dalam hal ini tidak sama dengan yang berlaku di Negara – Negara lain karena adanya perbedaan geografis, pola makan, dan lain-lain.

Pasal 33

Ayat (1)

Ayat ini melarang pencanuman pernyataan pada label pangan bahwa sesuatu pangan merupakan sumber sesuatu zat gizi tertentu, kecuali bila jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah zat gizi harian yang dianjurkan dalam satu takaran saji. Ketentuan mengenai jumlah minimal dari suatu
zat gizi yang diijinkan diatur di dalam Standar Nasional Indonesia ( SNI ).
Dalam hal belum ada pengaturannya maka Menteri Kesehatan berwenang untuk menetapkan kadar minimal yang wajib dipenuhi dalam produksi pangan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Ayat (2)

Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN IRADIASI tidak perlu dicantumkan pada produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang digunakan tersebut telah mengalami perlakuan diiradiasi.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)]

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA tidak perlu dicantumkan pada produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang digunakan tersebut merupakan pangan hasil rekayasa genetika.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukp jelas

Pasal 37

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Pencantuman keterangan tentang tata cara penyiapan dan atau penggunaan pangan olahan perlu dilakukan secara jelas dan mudah dimengerti, khususnya mengenai tata urutannya, agar pangan yang bersangkutan dapat dikonsumsi sesuai dengan tujuannya, serta untuk menghindari adanya kesalahan dalam penyiapannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 40

Informasi tentang cara penyimpanan sangat diperlukan bagi konsumen, karena kekeliruan pada cara penyimpanan dapat mempercepat penurunan mutu pangan atau membuat pangan tertentu tersebut cepat rusak, misalnya untuk pangan yang harus dismpan di
tempat yang sejuk akan mengalami penurunan mutu apabila tidak disimpan di dalam lemari es, atau tidak disimpan di tempat yang sejuk.

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2).

Peraturan pelaksanaan tersebut, antara lain mengatur tentang hal-
hal sebagai berikut :

1. 1. Pangan yang mengandng bahan tambahan pangan golongan anti oksidan,pemanis, buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomor indek khusus untuk pewarna;
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

2. 2. Peringatan misalnya kosumsi berlebihan mempnyai efek laksatif; untuk pemanis buatan aspartam mencantumkan peringatan Tenilkelonurik :
mengandung fenilalanin; pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah;

3. 3. Untuk sediaan pemanis buatan kesetaraan kemanusiaan dibandingkan dengan gula;

4. 4. Tulisan mengandunggula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula.

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Yang dimaksud “ produk pangan lainnya “ adalah produk pangan yang diperdagangkan dengan merek dagang. Laranagan mendiskreditkan produk lain bertujuan agar konsumen mempunyai kebebasan memilih berdasarkan pengetahuannya sendiri terhadap suatu produk pangan tanpa dipengaruhi pleh iklan yang bersifat
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
mendiskreditkan produk lain sejenis.

Ayat (2)

Ketentuan ini dmaksudkan untuk menghindari adanya pengeksploitasian anak dalam iklan pangan, khususnya yang semata-mata menampilkan anak-anak di bawah lima tahun namun bukan untuk pangan yang khusus anak-anak kelompok usia tersebut.
Dalam konteks iklan pangan tersebut, dapat saja menampilkan anak-anak berusia dibawah lima tahun, namun ditampilkan dalam suatu konteks yang lebih luas, misalnya bersama keluarga.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang mengandng bahan-bahan yang berkadar tinggi misalnya monosodium glutamate ( MSG ), gula, lemak, atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak.

Ayat (4)

Persetujuan Menteri Kesehatan yang dimaksud dalam ayat ini hanya merupakan persetujuan bagi materi iklan , agar dapat lebih terseleksi mengenai penyebarluasan informasi mengenai pangan yang diperuntukan bagi bayi, dan semata – mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan Air Susu Ibu.
Yang dimaksud dengan pangan yang diperuntukan bagi bayi adalah susu bayi, namun tidak termasuk makanan pendamping ASI seperti bubur bayi.

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 51


Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pangan yang diperlukan bagi bayi dalam ketentuan ini adalah makanan pendamping ASI seperti bubur bayi, namun tidak termasuk pangan pengganti Air Susu Ibu yang lazim disebut susu formula bayi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol ( c2H2OH) yang dapat dip[erdagangkan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 59

Kewenangan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan sebagaimana diatur dalam ketentuan ini adalah dalam hal mengawasi kesesuaian atau pemenuhan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dengan keterangan atau pernyataan dalam label dan Iklan yang beredar di masyarakat.

Pasal 60

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Huruf a.

Pengecualian ini dimaksudkan hanya bagi produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, sehingga secara teknis sulit memuat seluruh keterangan yang diwajibkan sebagaimana berlaku bagi produk pangan lainnya, yang lazimnya oleh pihak yang
memproduksi pangan yang bersangkutan, pangan tersebut dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang memungkinkan untuk memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan pemerintah ini.
Selain itu dalam produk pangan yang dikemas dalam bentuk yang sangat kecil tersebut tetap perlu dimuat nama dan alamat pihak yang memproduksinya.

Huruf b.

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan pangan dalam jumlah besar (curah) adalah pangan yang dikemas
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
dalam wadah, sehingga volume bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 liter atau berat bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 kilogram.

Pasal 64

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 3867.

Tidak ada komentar: