NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
2. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
3. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
4. Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.
5. Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak.
6. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
7. Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang ditunjuk oleh lembaga pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial dalam pengangkatan anak.
8. Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang sosial baik di pusat maupun di daerah.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
(1) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(2) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
JENIS PENGANGKATAN ANAK
Pasal 7
a. pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
b. pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
Pasal 8
a. pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b. pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(1) Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat.
(2) Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan pengadilan.
(1) Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak.
(2) Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
Pasal 11
(1) Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:
a. pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
b. pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui putusan pengadilan.
SYARAT-SYARAT PENGANGKATAN ANAK
Pasal 12
a. belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
d. memerlukan perlindungan khusus.
(2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
d. memerlukan perlindungan khusus.
a. anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
a. sehat jasmani dan rohani;
b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;f. tidak merupakan pasangan sejenis;
g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
m. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.a. memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
b. memperoleh izin tertulis dari Menteri; danc. melalui lembaga pengasuhan anak.
a. memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia; dan
b. memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak.
(1) Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada kepala instansi sosial di provinsi.
a. telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
b. mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan
c. membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
TATA CARA PENGANGKATAN ANAK
Bagian Pertama
Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
Pasal 19
(1) Permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan.
(2) Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.
(1) Seseorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun.
(2) Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat.
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia
Dengan Warga Negara Asing
Pasal 22
(1) Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan.
(2) Pengadilan menyampaikan salinan putusan pengangkatan anak ke instansi terkait.
(1) Dalam proses perizinan pengangkatan anak, Menteri dibantu oleh Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BIMBINGAN DALAM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Pasal 26
a. penyuluhan;
b. konsultasi;
c. konseling;
d. pendampingan; dan
e. pelatihan.
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan informasi dan memahami tentang persyaratan, prosedur dan tata cara pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:a. meningkatkan pemahaman tentang pengangkatan anak;
b. menyadari akibat dari pengangkatan anak; dan
c. terlaksananya pengangkatan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. menyadari akibat dari pengangkatan anak; dan
c. terlaksananya pengangkatan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dimaksudkan untuk membimbing dan mempersiapkan orang tua kandung dan calon orang tua angkat atau pihak lainnya agar mempunyai kesiapan dalam pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:a. memberikan informasi tentang pengangkatan anak; dan
b. memberikan motivasi untuk mengangkat anak.
b. memberikan motivasi untuk mengangkat anak.
(1) Konseling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah dalam pengangkatan anak.
(2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:a. membantu memahami permasalahan pengangkatan anak; dan
b. memberikan alternatif pemecahan masalah pengangkatan anak.
b. memberikan alternatif pemecahan masalah pengangkatan anak.
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d dimaksudkan untuk membantu kelancaran pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:a. meneliti dan menganalisis permohonan pengangkatan anak; dan
b. memantau perkembangan anak dalam pengasuhan orang tua angkat.
b. memantau perkembangan anak dalam pengasuhan orang tua angkat.
(1) Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e dimaksudkan agar petugas memiliki kemampuan dalam proses pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:a. meningkatkan pengetahuan mengenai pengangkatan anak; dan
b. meningkatkan keterampilan dalam pengangkatan anak.
b. meningkatkan keterampilan dalam pengangkatan anak.
PENGAWASAN PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Pasal 32
a. mencegah pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengurangi kasus-kasus penyimpangan atau pelanggaran pengangkatan anak; danc. memantau pelaksanaan pengangkatan anak.
a. orang perseorangan;
b. lembaga pengasuhan;
c. rumah sakit bersalin;
d. praktek-praktek kebidanan; dan
e. panti sosial pengasuhan anak.
a. orang perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;
d. lembaga pengasuhan anak; dan
e. lembaga perlindungan anak.
(1) Dalam hal terjadi atau diduga terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi sosial setempat atau Menteri.
(2) Pengaduan diajukan secara tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan data awal tentang adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran.
PELAPORAN
Pasal 39
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 3 Oktober 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 3 Oktober 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 123.
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
I. UMUM
Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan sejak dini yang berlangsung secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.
Kondisi ekonomi nasional yang kurang mendukung sangat mempengaruhi kondisi perekonomian keluarga dan berdampak pada tingkat kesejahteraan anak Indonesia. Kenyataan yang kita jumpai sehari-hari di dalam masyarakat masih banyak dijumpai anak-anak yang hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan, di mana banyak ditemui anak jalanan, anak terlantar, yatim piatu dan anak penyandang cacat dengan berbagai permasalahan mereka yang kompleks yang memerlukan penanganan, pembinaan dan perlindungan, baik dari pihak Pemerintah maupun masyarakat.
Komitmen Pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah ditindak lanjuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan anak. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak dimaksud yaitu dengan memberi kesempatan bagi orang tua yang mampu untuk melaksanakan pengangkatan anak. Tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau berdasarkan pada adat kebiasaan setempat.
Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas pelaksanaan pengangkatan anak, yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak, bahkan telah terjadi jual beli organ tubuh anak. Untuk itu, perlu pengaturan tentang pelaksanaan pengangkatan anak, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah ini dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang mencakup ketentuan umum, jenis pengangkatan anak, syarat-syarat pengangkatan anak, tata cara pengangkatan anak, bimbingan dalam pelaksanaan pengangkatan anak, pengawasan pelaksanaan pengangkatan anak dan pelaporan. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini juga dimaksudkan agar pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Yang dimaksud dengan "setempat" adalah setingkat desa atau kelurahan.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak secara langsung" adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada langsung dalam pengasuhan orang tua kandung.
Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak" adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada dalam lembaga pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Menteri.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak" adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada dalam lembaga pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Menteri.
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas
Huruf bYang dimaksud dengan "sepanjang ada alasan mendesak" seperti anak korban bencana, anak pengungsian dan sebagainya. Hal ini dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak.
Huruf cYang dimaksud dengan "anak memerlukan perlindungan khusus" adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan; anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza); anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan; anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental; anak yang menyandang cacat; dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang tua tunggal" adalah seseorang yang berstatus tidak menikah atau janda/duda.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Yang dimaksud dengan "instansi terkait" adalah Mahkamah Agung melalui Panitera Mahkamah Agung, Departemen Sosial, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)Lihat penjelasan Pasal 20 ayat (2).
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak" yaitu tim yang dibentuk oleh Menteri, yang bertugas memberikan pertimbangan dalam memperoleh izin pengangkatan anak dan beranggotakan perwakilan dari instansi yang terkait.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cYang dimaksud dengan "konseling" adalah kegiatan yang dilakukan setelah tahap konsultasi dalam hal terjadinya permasalahan pengangkatan anak.
Huruf dCukup jelas
Huruf eCukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah suatu badan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang bertugas:
Ayat (2)l. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
2. Memberikan laporan, sasaran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4768
Tidak ada komentar:
Posting Komentar