Kamis, 01 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 102 TAHUN 2000

TENTANG

STANDARDISASI NASIONAL


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa proses system dan atau personel yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing perlindungan konsumen pelaku usaha tenaga kerja dan masyarakat khususnya dibidang keselamatan keamanan kesehatan dan lingkungan hidup maka efektifitas pengaturan di bidang standarisasi perlu lebih di tingkatkan;
b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)yang di dalamnya mengatur pula masalah standarisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standarisasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah di ubah dengan Perubahan Kedua Undang-undang Dasar 1945;





2. Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2210);
3. Undang-undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrology Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
6. Undang undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republic Indonesia tahun 1985 nomor 74, Tambahan Lembaran Nomor 3317);
7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Nomor 3482);
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukkan WTO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676);

12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
13. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
14. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor GO, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3388);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
18. Peraturan Pemerintahan Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangn Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDARDISASI NASIONAL.




BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsessus semua pihak yang terkait dengan memperlihatkan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan dating untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
2. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar,yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.
3. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang di tetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
4. Rancangan Standar Nasional Indaonesia (RSNI),adalah rancangan standar yang dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapai konsensus dari semua pihak yang terkait.
5. Perumusan Standar Nasional Indonesia adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang terkait.
6. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkan Rancangan Standar Nasional Indonesia menjadi standar Indonesia.
7. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional Indonesia oleh pelaku usaha.
8. Revisi Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan penyempurnaan Standar Nasional Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
9. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa.
10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang menyatakan bahwa suatu lembaga/laboraturium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu.
11. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa.

12. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboraturium yag telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, system atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
13. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia.
14. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidar berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
15. Jasa adalah setiap layanan berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
16. Sistem Standardisasi Nasional (SSN) adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional,yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, akreditasi sertifikasi, metrology, pembinaan dan pengawasan standardisasi , kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan dan pendidikan dan pelatihan standardisasi.
17. Badan Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi sesuai dengan pengaturan perundanundangan yang berlaku.
18. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hokum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
19. Instansi teknnis adalah kantor Menteri Negara, Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang salah satu kegiatannya melakukan kegiatan standarsasi.
20. Pimpinan instansi teknis adalah Menteri Negara atau Menteri yang memimpin Departemen atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan standardisasi dalam lingkup kewenangannya.






BAB II
RUANG LINGKUP
STANDARDISASI NASIONAL


Pasal 2

Ruang lingkup standardisasi nasional mencangkup semua kegiatan yang berkaitan dengan metrology teknik, standar, pengujian dan mutu.


BAB III
TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL


Pasal 3

Standaridisasi Nasional bertujuan untuk :
1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Membantu kelancaran perdagangan;
3. mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.


BAB IV
KELEMBAGAAN


Pasal 4

(1) Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi dilakukan oleh Badan Standardisasi Naasional.
(2) Pelaksanan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional.
(3) Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada Badan Standardisasi Nasional dalam menetapkan system akreditasi dan sertifikasi.
(4) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi nasional di bidang Standardisasi Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran.

(5) Komite Standardisasi Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada Badan Standardisasi Nasional mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.
(6) Badan Standardisasi Nasional, Komite Akreditasi Nasional dan Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) dibentuk dengan Keputusan Presidden.


Pasal 5

(1) Badan Standardisasi Nasional menyusun dan menetapkan system Standardisasi Nasional dan Pedoman di bidang standardisasi nasional.
(2) Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan dasar dan pedoman pel;aksanaan yang harus diacu untuk setiap kegiatan standardisasi di Indonesia.
(3) Dalam penyusunan Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan Standardisasi Nasional memperhatikan masukan dari instansi teknis dan pihak yang terkait dengan standardisasi .


BAB V
PERUMUSAN DAN PENETAPAN SNI


Pasal 6

(1) Standar Nsional Indonesia disusun melalui proses perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia.
(2) Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melalui Konsensus dari semua pihak yang terkait
(3) Ketentuan tentang Konsensus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Stadardisasi Nasionsal.


Pasal 7

(1) Rancangan Standar Nasional Indonesia ditetapkan menjadi Standar Nasional Indonesia oleh Kepala Badan Standardisasi Nasioanal.
(2) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi nomor urut, dan kode bidang standar sesuai pedoman badan standardisasi nasional.

Pasal 8


Kaji ulang dan revisi Standar nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melaui consensus dari semua pihak yang terkait.


Pasal 9


(1) Panitia Teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) Pasal 8 ditetapkan oleh Kepala Badan standarisasi Nasional berdasarkan pedoman yang disepakati oleh Badan Standarisasi nasional bersama instansi teknis.
(2) Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia teknis dikoordinasikan oleh instansi teknis sesuai dengan kewenangannya.
(3) dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Badan standarisasi Nasional dapat mengkoordinasikan Panitia teknis dimaksud.
(4) Panitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


Pasal 10


Dalam rangka perumusan Rancangan Standarisasi nasional Indonesia, kaji ulang Standar Nasional Indonesia, dan revisi Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional dan instansi teknis dapat melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan standarisasi.


Pasal 11


Ketentuan lebih lanjut mengenai Perumusan dan Penetapan Standar Nasional Indonesia diatur dengan Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional.









BAB VI
PENERAPAN SNI


Pasal 12


(1) Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh pelaku usaha.
(3) dalam hal standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia.
(4) Tata cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), diatur lebih lanjut dengan keputusan Pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya.


Pasal 13


Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi.


Pasal 14


(1) Terhadap barang dan jasa, proses, system dan personel telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI.
(2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium.
(3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikasi dan pembubuhan tanda SNI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional.




Pasal 15


Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.


Pasal 16


(1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laborotorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) di akreditasi oleh Komite akreditasi Nasional.
(2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dan dibina oleh Komite Akrediasi Nasional.


Pasal 17


(1) Biaya akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi.
(2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah tersendiri.


Pasal 18


(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.
(2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya lebih memperoleh sertifikat produk dan atau tanda standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar nasional Indonesia.


Pasal 19


(1) Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor.
(2) Barang dan jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemenuhan standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakrediatsi Komite Akrediatsi Nasional atau Lembaga Sertifikasi atau laboratorium Negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.
(3) pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium Negara pengekspor oleh Komite Akrediatsi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral maupun multilateral.
(4) dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) tidak dilengkapi sertifikat, pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik didalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional umntuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud.


Pasal 20


(1) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secarra wajib berlaku efektif.
(2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang dating dari luar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonedia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang.


Pasal 21


Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlekuan Standar nasional Indonesia diatur dengan Keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang.







BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 22


(1) Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dan masyarakat dalam menerapkan standar.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi konsultasi, pendidikan, latihan, dan pemasyarakatan standardisasi.


Pasal 23


(1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barag danatau jasa yang telah memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknos sesuai kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah.
(2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku uasha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud.
(3) Masyarakat dan Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar dipasaran.


BAB VIII
SANKSI


Pasal 24


(1) Pelaku usaha yang melaukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanski administrative dan atau sanksi pidana.
(2) Sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.
(3) Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.

(4) Sanksi pencabutan izin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.
(5) sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 25


(1) Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan standardisasi yang telah ditetapkan oleh Pimpinan instansi teknis dan atau Dewan Standardiasai Nasional dan atau Kepala Badan Standardiasai Nasional, dinyatakan tetrap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan pemerintah ini.
(2) Khusus untuk ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan penuandaan SNI yang telah ditetapkan oleh Mneteri Perindustrian dan Perdagangan wajib disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 26


Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia dinyatakan tidak berlaku.








Pasal 27


Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 November 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 November 2000
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 199.

Tidak ada komentar: