Rabu, 21 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1999 ttg Penyelenggaraan Transmigrasi

PP RI No. 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1999
TENTANG
PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa penyelenggaraan transmigrasi merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan antar daerah dan wilayah dengan mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru atau mendukung percepatan pusat pertumbuhan wilayah yang telah ada atau yang sedang berkembang;

b. bahwa penyelenggaraan transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas penduduk melalui penataan dan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, serta sebagai wahana integrasi dan akulturasi budaya nasional ;

c. bahwa penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan untuk me- ningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitar dengan menciptakan kesempatan kerja dan peluang usaha serta mendorong perluasan dan pengembangan investasi ;

d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketrans-migrasian, maka penyelenggaraan transmigrasi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3682);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi.

2. Penyelenggaraan Transmigrasi adalah kegiatan penataan dan persebaran penduduk melalui perpindahan ke dan di Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi.

3. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi.

4. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke Wilayah Pengembangan Trans-migrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi melalui pengaturan dan pelayanan Pemerintah.

5. Wilayah Pengembangan Transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman trans-migrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

6. Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

7. Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.

8. Satuan Kawasan Pengembangan adalah suatu kawasan yang terdiri atas beberapa Satuan Permukiman yang salah satu diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama.

9. Pola usaha pokok adalah kegiatan usaha tertentu transmigran pada satuan permukiman yang meliputi usaha primer, usaha sekunder atau usaha tersier.

10. Peran serta Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat, secara perseorangan dan atau kelompok dan atau Badan Usaha dalam penyelenggaraan transmigrasi.

11. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketransmigrasian.

BAB II
TUJUAN, SASARAN DAN ARAH
PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI

Pasal 2

(1) Penyelenggaraan transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

(2) Peningkatan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha, pemberian hak milik atas tanah, pemberian bantuan permodalan dan atau prasarana/sarana produksi, memfasilitasi pengurusan administrasi dengan badan usaha, peningkatan pendapatan, pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan, pemantapan ideologi, mental spiritual, sosial dan budaya.

(3) Peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui pembangunan pusat pertumbuhan wilayah baru atau mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang.

(4) Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui pengelolaan temu budaya, tata nilai dan perilaku transmigran dan masyarakat sekitarnya untuk pemantapan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Pasal 3

(1) Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, mem-bangun kemandirian dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

(2) Peningkatan kemampuan dan produktivitas masyarakat trans-migrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui peningkatan keahlian, keterampilan dan pengetahuan.

(3) Pembangunan kemandirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan melalui jaminan ketersediaan kesempatan kerja dan peluang usaha dan pemberian kemudahan usaha.

(4) Perwujudan integrasi di permukiman transmigrasi sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan jumlah dan komposisi transmigran dan penduduk setempat.

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan transmigrasi diarahkan pada penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan integrasi masyarakat.

(2) Penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui penciptaan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

(3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui peningkatan kualitas transmigran selaku pribadi, anggota keluarga, kelompok usaha ekonomi dan anggota masyarakat.

(4) Perwujudan integrasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penciptaan komunitas transmigran dan penduduk setempat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum.

BAB III
PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DAN
POLA USAHA

Pasal 5

Pelaksanaan Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri diwujudkan melalui penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha dengan berbagai pola usaha pokok.

Pasal 6

(1) Pola usaha pokok dalam Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri ditetapkan berdasarkan kesesuaian sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya lainnya yang tersedia.

(2) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan usaha tertentu dengan usaha primer, usaha sekunder dan atau usaha tersier.

(3) Berdasarkan penetapan pola usaha pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditempatkan transmigran yang mempunyai kemampuan, keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan pola usaha pokok.

(4) Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan pola usaha pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 7

(1) Transmigrasi Umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dilaksanakan oleh Menteri dengan ketentuan :

a. mengutamakan penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan kesempatan kerja dan peluang usaha;

b. mengutamakan wilayah/daerah yang belum terbuka;

c. pembiayaan dari keuangan negara dalam bentuk bantuan yang sekurang-kurangnya mencapai tingkat terpenuhinya kebutuhan dasar; dan

d. mengembangkan pola usaha pokok yang ditetapkan dengan kegiatan usaha primer.

(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Transmigrasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

(3) Pembinaan Transmigrasi Umum dilakukan oleh Menteri secara terkoordinasi dengan instansi teknis terkait.

Pasal 8

(1) Transmigrasi Swakarsa Berbantuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dilaksanakan oleh Menteri bekerja sama dengan Badan Usaha dengan ketentuan :

a. mengutamakan penduduk yang relatif berpotensi dan ingin lebih meningkatkan kesejahteraannya;

b. mengutamakan wilayah/daerah yang agak terbuka;

c. pembiayaan dari keuangan negara dalam bentuk bantuan dan dari Badan Usaha dalam bentuk permodalan;

d. mengembangkan pola usaha yang ditetapkan dengan kegiatan usaha primer dan atau usaha sekunder dan atau usaha tersier.

(2) Hubungan kerjasama antara Menteri dengan Badan Usaha pada pelaksanaan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dituang-kan dalam perjanjian kerjasama.

(3) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan serta pembinaan.

(4) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalin kemitraan usaha dengan transmigran.

(5) Hubungan kemitraan usaha antara Badan Usaha dan transmigran pada pelaksanaan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dituangkan dalam perjanjian kemitraan yang mengatur pokok-pokok yang diperjanjian, hak dan kewajiban, pengelolaan kemitraan dan pembinaan.

(6) Pembinaan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilakukan oleh Menteri, Badan Usaha dan instansi teknis terkait.

Pasal 9

(1) Transmigrasi Swakarsa Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan oleh masyarakat secara perorangan atau kelompok, dengan ketentuan :

a. mengutamakan penduduk yang berasal dari masyarakat yang telah mampu mengembangkan diri dan ingin lebih meningkatkan mutu kehidupannya;

b. mengutamakan wilayah/daerah yang sudah terbuka;

c. merupakan bagian dari satuan permukiman yang sudah mempunyai prasarana dan sarana permukiman;

d. pembiayaan dari transmigran;

e. mengembangkan pola usaha yang ditetapkan dengan kegiatan usaha primer, usaha sekunder atau usaha tersier;

f. memperoleh layanan dan bantuan dari Menteri;

g. kegiatan ekonomi, sosial dan budaya dilaksanakan oleh swadaya masyarakat transmigran.
(2) Transmigrasi Swakarsa Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok yang bekerjasama dengan Badan Usaha, dengan ketentuan :

a. mengutamakan wilayah/daerah yang sudah terbuka;

b. mengutamakan penduduk yang berasal dari masyarakat yang telah mampu mengembangkan diri dan ingin lebih meningkatkan mutu kehidupannya;

c. pembiayaan dari transmigran, dan atau Badan Usaha;

d. memperoleh arahan, layanan dan bantuan dari Menteri;

e. mengembangkan pola usaha yang ditetapkan dengan

f. kegiatan usaha sekunder dan atau usaha tersier;

g. kegiatan ekonomi, sosial dan budaya dilaksanakan oleh

h. swadaya masyarakat transmigran dan atau Badan Usaha mitranya.

(3) Hubungan kemitraan usaha antara Badan Usaha dan transmigran pada penyelenggaraan Transmigrasi Swakarsa Mandiri dituangkan dalam perjanjian kemitraan yang meng-atur pokok-pokok yang diperjanjikan, hak dan kewajiban, pengelolaan kemitraan dan pembiayaan.

(4) Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh transmigran.

(5) Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang dilaksanakan oleh ma-syarakat secara perseorangan atau kelompok bekerjasama dengan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Badan Usaha dan transmigran.

(6) Dalam pelaksanaan Transmigrasi Swakarsa Mandiri sebagai-mana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) Menteri melakukan:

a. pelayanan dan bantuan informasi kesempatan kerja dan peluang usaha; dan atau

b. penyusunan rencana teknis permukiman.

(7) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri.

Pasal 10

(1) Badan Usaha yang melaksanakan hubungan kemitraan dengan transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan atau Transmigrasi Swakarsa Mandiri, wajib menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan kemitraan usaha kepada Menteri secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

(2) Tata cara dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB IV
PEMBANGUNAN WILAYAH PENGEMBANGAN TRANSMIGRASI
DAN LOKASI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

Pasal 11

Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dilaksanakan melalui transmigrasi umum dan atau transmigrasi swakarsa berbantuan, dan atau transmigrasi swakarsa mandiri.

Pasal 12

Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ditujukan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru.

Pasal 13

(1) Kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang Wilayah/Daerah.

(2) Selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi tersebut juga harus memenuhi syarat :

a. memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan yang memenuhi skala ekonomis;

b. mempunyai kemudahan hubungan dengan kota atau wilayah yang sedang berkembang;

c. tingkat kepadatan penduduk masih rendah.

Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan kawasan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

(2) Berdasarkan persetujuan Pemerintah Daerah, Menteri dapat menetapkan kawasan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

(3) Pengalokasikan kawasan dan persetujuan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 15

(1) Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan diusulkan kepada Menteri disertai data wilayah yang meliputi kondisi fisik, penduduk dan sosial ekonomi wilayah, potensi ekonomi, prasarana dan sarana, analisis serta prospek perkembangannya.

(2) Terhadap usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri mengevaluasi kesesuaiannya dengan ketentuan Pasal 13.

(3) Dalam hal Menteri menyetujui, rencana Wilayah Pengem-bangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan rencana pembangunannya disampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

(4) Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2) disertai data wilayah dan prospek perkembangannya serta rencana pembangunannya diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

(5) Penetapan suatu kawasan sebagai Wilayah Pengembangan Transmigrasi termasuk rencana pembangunannya dengan Keputusan Presiden.

Pasal 16

(1) Setiap Wilayah Pengembangan Transmigrasi terdiri dari beberapa Satuan Kawasan Pengembangan, dan mempunyai daya tampung sekurang-kurangnya 9.000 Kepala Keluarga.

(2) Setiap Satuan Kawasan Pengembangan terdiri dari beberapa Satuan Permukiman, dan mempunyai daya tampung 1.800 sampai dengan 2.000 Kepala Keluarga.

(3) Setiap Satuan Permukiman mempunyai daya tampung 300 sampai dengan 500 Kepala Keluarga.

Pasal 17

Dalam setiap Wilayah Pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) di lengkapi sarana:

a. pusat kegiatan ekonomi wilayah;

b. pusat kegiatan industri pengolahan hasil;

c. pusat pelayanan jasa dan perdagangan;

d. pusat pelayanan kesehatan;

e. pusat pendidikan tingkat menengah;

f. pusat pemerintahan.

Pasal 18

Dalam setiap Satuan Kawasan Pengembangan sebagaimana dimak-sud pada Pasal 16 ayat (2) dilengkapi sarana :

a. industri kecil/industri rumah tangga;

b. pasar harian;

c. pertokoan;

d. pelayanan jasa perbankan;

e. perbengkelan;

f. pelayanan pos;

g. pendidikan tingkat pertama;

h. puskesmas pembantu;

i. pelayanan pemerintahan.

Pasal 19

(1) Dalam setiap Satuan Permukiman sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3) dilengkapi sarana :

a. warung atau koperasi;

b. pasar;

c. sekolah dasar;

d. balai pengobatan;

e. balai desa;

f. tempat ibadah.

(2) Setiap satuan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan menjadi desa dan dapat diwujudkan sebagai desa utama.

Pasal 20

Pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi dilaksanakan melalui transmigrasi umum dan atau transmigrasi swakarsa berbantuan dan atau transmigrasi swakarsa mandiri.

Pasal 21

(1) Peruntukan kawasan sebagai rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah/ daerah.

(2) Selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kawasan tersebut harus memenuhi syarat :

a. memiliki potensi untuk pengembangan usaha primer, sekunder, dan atau tersier;

b. tersedia prasarana dan sarana permukiman;

c. tingkat kepadatan penduduk rendah.

Pasal 22

(1) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan kawasan yang me-menuhi syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 sebagai rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi.

(2) Berdasarkan persetujuan Pemerintah Daerah, Menteri dapat menetapkan kawasan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 sebagai Lokasi Permukiman Transmigrasi.

(3) Pengalokasikan kawasan dan persetujuan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 23

(1) Rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (1) oleh Pemerintah Daerah disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai Lokasi Permukiman Transmigrasi.

(2) Penyampaian rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada Menteri disertai data wilayah yang meliputi kondisi fisik, kondisi penduduk dan sosial ekonomi wilayah, potensi ekonomi, prasarana dan sarana, analisis serta prospek perkembangannya.

(3) Penetapan suatu kawasan sebagai Lokasi Permukiman Transmigrasi termasuk rencana pembangunannya diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 24

Pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditujukan untuk mendukung percepatan pengembangan wilayah dan atau pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang.

Pasal 25

(1) Pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi dapat dilaksanakan melalui :

a. pembangunan satu satuan Kawasan Pengembangan;

b. pembangunan Satuan Permukiman;

c. pembangunan bagian dari permukiman yang sudah ada.

(2) Ketentuan mengenai Satuan Kawasan Pengembangan dan Satuan Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku bagi Satuan Kawasan Pengembangan dan Satuan Permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pembangunan bagian dari permukiman yang sudah ada sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 26

(1) Dalam Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi dapat dilakukan pemugaran permukiman penduduk setempat.

(2) Pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi perbaikan perumahan, lahan usaha dan jaring-an jalan.

(3) Perencanaan maupun pelaksanaan pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau bersama penduduk setempat.

(4) Tata cara perencanaan dan pemugaran permukiman diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 27

Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi, dilakukan oleh Menteri secara terkoordinasi dengan instansi teknis terkait dan Pemerintah Daerah.

BAB V
PENYEDIAAN TANAH

Pasal 28

Tanah untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi berasal dari tanah negara dan atau tanah hak.

Pasal 29

(1) Perolehan tanah untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari kawasan hutan, didahului dengan pelepasan kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pembukaan area untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari kawasan hutan dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Instansi yang bertanggung jawab di bidang kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30

(1) Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara, permohonan hak pengelolaannya diajukan oleh Menteri.

(2) Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari tanah hak dapat diperoleh dengan cara rekoqnisi atau kompensasi.

(3) Terhadap permohonan Hak Atas Tanah yang telah diperoleh sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden atau Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 23 ayat (3) diberikan Hak Pengelolaan.

(4) Rekoqnisi atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan untuk hak atas tanah dan benda-benda lain di atasnya.

Pasal 31

(1) Bagian-bagian dari bidang tanah Hak Pengelolaan diberikan kepada transmigran dengan status hak milik.

(2) Transmigran berhak mendapatkan lahan pekarangan dan atau lahan usaha yang luasnya disesuaikan dengan pola usaha pokok yang ditetapkan.

(3) Pengurusan hak milik atas tanah bagi transmigran menjadi tanggung jawab Menteri.

Pasal 32

(1) Hak Milik atas tanah bagi transmigran pada prinsipnya tidak dapat dipindahtangankan, kecuali :

a. transmigran meninggal dunia;

b. setelah memiliki hak sekurang-kurangnya selama 20 (dua puluh) tahun;

c. transmigran Pegawai Negeri yang dialih tugaskan.

(2) Pemindahtanganan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak milik menjadi hapus dan tanahnya kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan.

(3) Tanah yang kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada transmigran pengganti.

BAB VI
PENYIAPAN PERMUKIMAN

Pasal 33

(1) Perencanaan pembangunan permukiman transmigrasi pada Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri dilaksanakan berdasarkan pada rencana pembangunan Wilayah Pengembangan Trans-migrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 23 ayat (3).

(2) Perencanaan pembangunan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. penyusunan rencana tata ruang Satuan Kawasan Pengembangan ;

b. penyusunan rencana tata ruang rinci Satuan Permukiman.

Pasal 34

(1) Penyiapan permukiman meliputi penyiapan area, penyiapan lahan pekarangan dan lahan usaha, prasarana dan sarana permukiman, pembangunan perumahan serta fasilitas umum.

(2) Penyiapan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mewujudkan permukiman layak huni, layak usaha dan layak berkembang.

(3) Ketentuan mengenai kriteria permukiman layak huni, layak usaha dan layak berkembang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 35

(1) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigrasi Umum yang dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Menteri meliputi :

a. penyusunan rencana tata ruang rinci;

b. pembukaan lahan pekarangan;

c. pembukaan lahan usaha;

d. pembangunan jalan penghubung, jalan poros, jalan desa, jembatan dan gorong-gorong;

e. pembangunan rumah dan jamban keluarga;

f. sanitasi dan sarana air bersih;

g. pembangunan drainase dan waduk lapang;

h. pembangunan fasilitas pelayanan umum;

i. penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha.

(2) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigrasi Swakarsa Berbantuan yang dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab Menteri meliputi :

a. penyusunan rencana tata ruang rinci;

b. pembukaan lahan pekarangan;

c. pembangunan jalan penghubung, jalan poros, jalan desa, jembatan dan gorong-gorong;

d. pembangunan rumah dan jamban keluarga;

e. sanitasi dan sarana air bersih;

f. pembangunan drainase dan waduk lapang;

g. pembangunan fasilitas pelayanan umum.

(3) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigrasi Swakarsa Berbantuan yang dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab Badan Usaha meliputi :

a. pembangunan jaringan usaha ;

b. pembangunan lahan usaha ;

c. penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha.

(4) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang tidak bekerjasama dengan Badan Usaha, yang dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab Menteri meliputi :

a. penyusunan rencana tata ruang rinci satuan permukiman;

b. bantuan pembangunan prasarana dan sarana permukiman.

(5) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang bekerjasama dengan Badan Usaha dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kemitraan usaha.

(6) Penyiapan permukiman pada setiap Satuan Permukiman untuk Transmigran Swakarsa Mandiri yang tidak menjadi tanggung-jawab Pemerintah dan Badan Usaha dilaksanakan oleh swadaya transmigran.

Pasal 36

(1) Penyiapan permukiman pada Satuan Permukiman dilakukan berdasarkan pada pola usaha pokok yang ditetapkan.

(2) Penyiapan permukiman dilakukan dengan menggunakan metode dan teknologi yang tidak merusak lingkungan.

BAB VII
PENGARAHAN DAN PENEMPATAN

Pasal 37

(1) Perencanaan pengarahan dan penempatan didasarkan pada kuantitas dan kualitas penduduk, daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

(2) Perencanaan pengarahan dan penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk perencanaan jangka menengah dan perencanaan tahunan.

(3) Perencanaan jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menyusun potensi dan asal calon transmigran.

(4) Perencanaan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menyusun program pengarahan dan penempatan calon transmigran pada jenis Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri.

Pasal 38

Pengarahan dan Penempatan Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri meli-puti kegiatan penyampaian informasi ketransmigrasian, pendaf-taran dan seleksi, pendidikan dan pelatihan, pelayanan penam-pungan, pelayanan pengangkutan dan penempatan transmigrasi.

Pasal 39

(1) Penyampaian informasi ketransmigrasian sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 dilaksanakan melalui penyuluhan oleh Menteri.

(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada masyarakat, kelompok, keluarga dan perseorangan secara langsung atau tidak langsung.

(3) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat komunikatif, informatif, persuasif dan edukatif.

Pasal 40

(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilaksanakan oleh Menteri setelah penyampaian informasi ketransmigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

(2) Setelah pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan seleksi yang meliputi kelengkapan administrasi, telah menikah, kondisi fisik, kesehatan, mental ideologi dan keahlian atau keterampilan.

(3) Setiap pendaftar yang telah diseleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi berstatus calon transmigran Transmigrasi Umum atau Transmigrasi Swakarsa Berbantuan atau Transmigrasi Swakarsa Mandiri

(4) Calon transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah pindah ke permukiman transmigrasi ditetapkan sebagai transmigran.

(5) Syarat dan tata cara penetapan sebagai transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 41

Ketentuan telah menikah sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (2) dikecualikan seperti bagi transmigran tenaga ahli, guru, penyuluh dan da’i.

Pasal 42

(1) Pendidikan dan pelatihan calon transmigran dan transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilaksanakan untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya transmigran dengan memperhatikan pola usaha pokok yang dikembangkan.

(2) Pendidikan dan pelatihan calon transmigran dan transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berjenjang atau tidak berjenjang.

(3) Menteri dan atau Badan Usaha mitranya memberikan kesempatan kepada calon transmigran dan transmigran untuk meningkatkan dan atau mengembangkan keterampilan dan atau keahlian melalui pendidikan dan pelatihan.

Pasal 43

Untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi calon transmigran dan transmigran dikembangkan sistim pendidikan dan pelatihan transmigrasi.

Pasal 44

(1) Dalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk kepindahan transmigran disediakan pelayanan penampungan sementara.

(2) Pemberian pelayanan penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan administrasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan, bimbingan sikap mental dan pem-bekalan.

(3) Transmigrasi Umum diberikan pelayanan penampungan oleh Menteri.

(4) Transmigrasi Swakarsa Berbantuan memperoleh bantuan pelayanan penampungan dari Menteri dan atau Badan Usaha.

(5) Transmigrasi Swakarsa Mandiri dapat memperoleh bantuan pelayanan penampungan dari Menteri dan atau Badan Usaha.

Pasal 45

(1) Dalam melaksanakan kepindahan transmigran pada Transmi-grasi Umum, Menteri memberikan pelayanan pengangkutan.

(2) Dalam melaksanakan kepindahan transmigran pada Trans-migrasi Swakarsa Berbantuan, Menteri dan atau Badan Usaha memberikan pelayanan pengangkutan.

(3) Dalam melaksanakan kepindahan transmigran pada Trans-migrasi Swakarsa Mandiri yang bekerjasama dengan Badan Usaha, Menteri dan atau Badan Usaha dapat memberikan bantuan pelayanan pengangkutan.

(4) Pengangkutan untuk kepindahan Transmigran pada Trans-migrasi Swakarsa Mandiri secara perseorangan atau kelompok dilakukan dengan swadaya perseorangan atau kelompok.

(5) Pelayanan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan ayat (4) dapat menggunakan sarana angkutan darat, laut dan udara.

(6) Dalam pelayanan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disediakan pelayanan makan, sarana kesehatan dan petugas pengantar.

Pasal 46

(1) Penempatan transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilaksanakan dengan mempertimbangkan jumlah, komposisi asal calon transmigran, latar belakang sosial dan budaya, keahlian dan keterampilan.

(2) Penempatan transmigrasi di permukiman transmigrasi diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 47

Penempatan transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri dapat disertai dengan pemberian bantuan sarana produksi dan sarana usaha dari Menteri.

BAB VIII
PEMBINAAN MASYARAKAT TRANSMIGRASI
DAN PEMBINAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

Pasal 48

(1) Perencanaan pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi didasarkan pada sumber daya transmigran, sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya lainnya serta pola usaha pokok.

(2) Perencanaan pembinaan masyarakat transmigran dan pem-binaan lingkungan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk perencanaan jangka menengah dan perencanaan tahunan.

(3) Perencanaan jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menyusun potensi dan kerangka pembinaan.

(4) Perencanaan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menyusun program pembinaan pada Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan.

Pasal 49

(1) Pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi pada Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilakukan melalui tahap penyesuaian, tahap pemantapan dan tahap pengembangan.

(2) Tahap penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk adaptasi dengan lingkungan berlangsung selama 1,5 (satu setengah) tahun.

(3) Tahap pemantapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk peningkatan kemampuan dan pemenuhan kebutuhan hidup transmigran berlangsung selama 1.5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) tahun.

(4) Tahap pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengembangan usaha produktif secara mandiri, berlang-sung kurang lebih selama 2 (dua) tahun.

Pasal 50

(1) Pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi pada Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi di Satuan Permukiman.

(2) Rencana teknis pembinaan masyarakat transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang ekonomi, sosial dan budaya, mental spiritual dan kelembagaan pemerintahan.

(3) Rencana teknis pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lingkungan fisik dan sosial.

(4) Setiap bidang pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pembinaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan pendidikan dan pelatihan transmigran.

(5) Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan tata cara penyusunan rencana teknis pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 51

(1) Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Umum, meliputi :

a. Bidang ekonomi terdiri atas penyediaan sarana produksi, peningkatan produktivitas lahan dan pengembangan usaha, pembentukan kelembagaan dan pemasaran, partisipasi masyarakat dan kemitraan usaha.

b. Bidang sosial dan budaya terdiri atas pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, peningkatan peranan pemuda dan peranan wanita, partisipasi masyarakat, seni budaya dan olah raga.

c. Bidang mental spiritual terdiri ideologi, agama, sikap mental dan perilaku.

d. Bidang kelembagaan pemerintahan desa terdiri atas penyiapan dan pembentukan prasarana dan sarana pemerintahan desa dan kelembagaan serta lembaga masyarakat desa.

(2) Pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi pada Transmigrasi Umum terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Pasal 52

(1) Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan meliputi :

a. Bidang ekonomi terdiri atas penyediaan sarana produksi, peningkatan produktivitas lahan dan pengembangan usaha, pembentukan kelembagaan dan pemasaran, partisipasi masyarakat dan kemitraan usaha.

b. Bidang sosial dan budaya terdiri atas pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, peningkatan peranan wanita, partisipasi masyarakat, seni budaya dan olah raga.

c. Bidang mental spiritual terdiri atas ideologi, agama, sikap mental dan perilaku.

d. Bidang kelembagaan pemerintahan desa terdiri atas penyiapan pembentukan prasarana dan sarana pemerintahan desa dan kelembagaan serta lembaga masyarakat desa.

(2) Pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Pasal 53

(1) Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Umum dilaksanakan oleh Menteri.

(2) Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilaksanakan oleh Menteri dan Badan Usaha.

(3) Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada ketentuan ketransmigrasian.

Pasal 54

(1) Pembinaan Lingkungan Permukiman pada Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilaksanakan oleh Menteri.

(2) Pembinaan Lingkungan Permukiman pada Transmigrasi Swa-karsa Mandiri dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada ketentuan ketransmigrasian.

Pasal 55

Dalam melaksanakan pembinaan transmigrasi pada Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 54 ayat (1) Menteri bekerjasama dengan instansi teknis terkait dan Pemerintah Daerah.

BAB IX
PENYERAHAN PEMBINAAN PERMUKIMAN
Pasal 56

(1) Penyerahan pembinaan permukiman transmigrasi untuk Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilaksanakan untuk setiap satuan permukiman setelah memenuhi layak serah atau selambat-lambatnya 5 (lima) tahun.

(2) Layak serah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kriteria:

a. mempunyai wilayah dengan batas yang jelas;

b. mempunyai prasarana dan sarana permukiman, fasilitas umum;

c. tersedia tanah kas desa;

d. mempunyai organisasi pemerintahan desa;

e. mempunyai penduduk sekurang-kurangnya 300 kepala keluarga;

f. setiap transmigran telah memiliki lahan pekarangan dan lahan usaha dengan sertifikat hak milik;

g. mempunyai kelembagaan ekonomi;

h. mencapai perkembangan sekurang-kurangnya tingkat swakarya;

i. pola usaha yang ditetapkan telah berkembang.

(3) Pada permukiman transmigrasi jenis Transmigrasi Swakarsa Mandiri, tidak dilakukan penyerahan pembinaan.

Pasal 57

(1) Penyerahan pembinaan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan oleh Menteri kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

(2) Penyerahan pembinaan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam bentuk Berita Acara.

Pasal 58

(1) Setelah penyerahan pembinaan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 56, pembinaan selanjutnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, yang melibatkan instansi teknis dan fungsional yang terkait.

(2) Dalam pembinaan selanjutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembangkan pola usaha pokok yang ditetapkan.

BAB X
PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 59

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pelaksanaan transmigrasi.

(2) Peranserta masyarakat dalam pelaksanaan transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :

a. sumbangan pemikiran atau informasi;

b. temuan-temuan teknologi terapan;

c. jasa pelayanan;

d. pengadaan barang atau modal;

e. bantuan tenaga sosial untuk penyuluhan, pengarahan, pendidikan dan pelatihan serta pembinaan masyarakat.

(3) Bentuk peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara sukarela atau atas dasar hubungan hukum tertentu.

(4) Lingkup peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan, pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi.

Pasal 60

Pemerintah dapat memberikan penghargaan terhadap masyarakat yang telah berperanserta dalam pelaksanaan transmigrasi.

Pasal 61

Tata cara peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60 diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB XI
KEMITRAAN USAHA

Pasal 62

(1) Hubungan kemitraan usaha antara Badan Usaha dengan transmigran dilaksanakan berdasarkan ijin pelaksanaan transmigrasi dari Menteri.

(2) Untuk mendapatkan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha menyiapkan usulan kepada Menteri.

(3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri meneliti dan menilai untuk dapat memberikan ijin.

(4) Tata cara pemberian ijin pelaksanaan transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 63

Hubungan kemitraan usaha dilaksanakan dengan ketentuan :

a. Badan Usaha berkewajiban membantu perolehan permodalan, bertindak sebagai penjamin, meningkatkan teknis usaha, menampung dan memasarkan hasil usaha ;

b. Transmigran berkewajiban menyediakan lahan, hasil usaha, bahan baku, tenaga kerja dan mengembalikan permodalan.

Pasal 64

(1) Pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri kemitraan usaha dilaksanakan sejak perencanaan.

(2) Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kelembagaan koperasi transmigrasi.

Pasal 65

Hubungan kemitraan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64 disesuaikan dengan pola usaha yang ditetapkan.

Pasal 66

(1) Hubungan kemitraan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dituangkan dalam perjanjian tertulis yang diketahui oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur pokok-pokok yang diperjanjikan, hak dan kewajiban, pengelolaan usaha dan pembiayaan.

(3) Tata cara penyusunan dan model perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB XII
PENGAWASAN DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF

Pasal 67

Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan transmigrasi dan mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran administratif yang dilakukan oleh Badan Usaha, transmigran, perseorangan dan kelompok masyarakat.

Pasal 68

(1) Menteri menjatuhkan tindakan administratif atas pelanggaran :

a. pemenuhan hak-hak transmigran sebagaimana Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 serta kewajiban transmigran sebagaimana dimaksud Pasal 16 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian;

b. pelaksanaan hubungan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);

c. penyampaian laporan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);

d. peranserta berdasarkan hubungan hukum tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3);

e. pelaksanaan hubungan kemitraan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (3), Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66.

(2) Tindakan administratif bagi Badan Usaha berupa :

a. tegoran lisan;

b. peringatan tertulis;

c. pencabutan ijin.
(3) Tindakan administratif bagi transmigran berupa :

a. tegoran lisan;

b. peringatan tertulis.
(4) Tindakan administratif bagi perseorangan dan kelompok masyarakat berupa :

a. tegoran lisan;

b. peringatan tertulis.

Pasal 69

(1) Sebelum menjatuhkan tindakan administratif, Menteri atau pejabat yang ditunjuk wajib memeriksa terlebih dahulu terhadap para pihak yang disangka melakukan pelanggaran adminitratif.

(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan instansi terkait dan atau tenaga ahli.

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berwenang melakukan :

a. pemeriksaan buku, catatan dan dokumen yang ada pada badan usaha, perseorangan dan kelompok masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan transmigrasi;

b. penilaian terhadap pelanggaran tindakan administratif oleh badan usaha, perseorangan dan kelompok masyarakat;

c. pengusulan tindakan administratif atas hasil pemeriksaan berdasar penilaian sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b.

Pasal 70

(1) Hasil pemeriksaan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dilaporkan kepada Menteri.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tindakan Administratif yang sekurang-kurangnya memuat :

a. perbuatan yang dilakukan;

b. pelanggarannya;

c. kerugian yang ditimbulkan;

d. usulan tindakan administratif.

Pasal 71

(1) Setelah menerima laporan hasil pemeriksaan Menteri menjatuhkan tindakan administratif dalam bentuk Keputusan.

(2) Apabila ternyata pelanggaran yang dilakukan terdapat indikasi tindak pidana, Menteri meneruskan kepada instansi yang berwenang.

Pasal 72

Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dan penjatuhan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 73

Masyarakat sekitar permukiman transmigrasi dapat diberikan pembinaan oleh Menteri dalam bentuk penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 52 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3016) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 76

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd
AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 4



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1999
TENTANG
PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI

UMUM

Penyelenggaraan Transmigrasi merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari tujuan, arah dan ruang lingkup dari pembangunan nasional. Kegiatan penyelenggaraan transmigrasi yang menyebar di seluruh wilayah nusantara merupakan bagian dari pembangunan daerah, utamanya dalam bidang agro industri dan agro bisnis dengan mewujudkan desa-desa pertanian sebagai pusat pertumbuhan wilayah baru. Selain itu, untuk mendukung percepatan pusat pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang. Masing-masing pusat pertumbuhan dilengkapi dengan prasarana dan sarana permukiman, saling berhubungan dalam tatanan jaringan jalan, sehingga akan membentuk beberapa Satuan Kawasan Pengembangan yang menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya dengan terciptanya kesempatan kerja dan peluang usaha, baik usaha primer, sekunder maupun tersier dengan pola usaha yang sesuai akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan harkat, martabat dan kualitas hidup bangsa Indonesia.

Pada umumnya sebagian besar calon transmigran terdiri dari penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha, dan penduduk yang relatif berpotensi dan ingin lebih meningkatkan kesejahteraannya serta penduduk yang telah mampu mengembangkan diri dan ingin lebih meningkatkan mutu kehidupannya.

Kondisi calon transmigran yang kurang beruntung dengan keadaan sosial ekonomi yang lemah tetapi mempunyai tekad dan semangat untuk meningkatkan kesejahteraannya ternyata jumlahnya tidak sedikit, antara lain petani tanpa tanah, petani gurem, perambah hutan dan peladang berpindah. Calon transmigran yang relatif berpotensi dan yang mandiri ternyata semakin banyak. Calon transmigran seperti pada ketiga kelompok di atas merupakan modal sumber daya manusia pembangunan guna mewujudkan tujuan, sasaran dan arah penyelenggaraan transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Dalam hubungan ini Pemerintah mempunyai fungsi mengatur, merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan. Peluang peran serta masyarakat dan badan usaha semakin luas sejalan dengan konsepsi pembangunan yang partisipatif dan emansipatif.

Sehubungan dengan hal tersebut langkah yang harus ditempuh adalah menyempurnakan tata cara dan mekanisme penyelenggaraan transmigrasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan pedoman agar penyelenggaraan transmigrasi berjalan secara rasional, efektif dan efisien. Penyelenggaraan Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri merupakan tanggung jawab Pemerintah dan membuka peluang partisipasi/emansipasi masyarakat dan Badan Usaha dalam hubungan kerjasama dan kemitraan usaha. Pemerintah pada Transmigrasi Umum berperan mengatur, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan, kemudian pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan pelaksanaannya bekerjasama dengan Badan Usaha dan pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri peranan Pemerintah hanya memberikan arahan, layanan dan bantuan, sebaliknya partisipasi/emansipasi Badan Usaha dan masyarakat semakin besar.

Pembangunan permukiman transmigrasi pada Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi dapat langsung dibuka oleh sektor transmigrasi maupun sektor pembangunan lain melalui berbagai pola usaha. Pembukaan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi pada kawasan budidaya atau kawasan tertentu yang potensial dengan memperhatikan tata ruang nasional dan wilayah melalui koordinasi antar instansi. Usul permukiman transmigrasi dapat dilakukan dengan cara dari bawah (bottom-up) melalui penyerahan atau penyediaan tanah yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah. Selain itu dengan cara penetapan dari atas (top-down) yang didasari dengan pertimbangan strategis/khusus seperti pembangunan daerah perbatasan, pulau-pulau terpencil, membuka isolasi daerah, pemanfaatan sepanjang trans-regional dan lain-lain.

Setiap tahun dalam penyelenggaraan transmigrasi membutuhkan bidang tanah yang cukup luas, untuk ruang pembangunan permukiman transmigrasi dan pembangunan wilayah. Oleh karena itu penyediaan tanah untuk permukiman transmigrasi perlu mendapat perhatian dengan pengaturan operasionalnya antara lain berkaitan dengan penyediaan tanah, pengamanan area, status hak atas tanah dan larangan pemindah tanganan.

Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan pokok-pokok penyelenggaraan transmigrasi yang merupakan payung bagi perumusan ketentuan operasional seperti Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi, Penyediaan Tanah, Penyiapan Permukiman, Pengarahan dan Penempatan dan Pembinaan Masyarakat Transmigrasi serta Pembinaan Lingkungan Permukiman Transmigrasi.

Pengaturan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi mencakup pemanfaatan kawasan yang potensial untuk dibangun menjadi desa-desa pertanian dengan persyaratan dan perwujudan sebagai pusat pertumbuhan wilayah baru atau mendukung percepatan pusat pertumbuhan yang ada.

Pengaturan penyediaan tanah mencakup ruang pembangunan permukiman yang berasal dari tanah negara atau tanah hak, status hak dan pengurusan sertifikasi.

Pengaturan penyiapan permukiman mencakup perencanaan dan pelaksanaan pembukaan lahan, pembangunan perumahan, prasarana dan sarana guna mewujudkan permukiman yang layak huni, layak usaha dan layak berkembang.

Pengaturan pengarahan dan penempatan mencakup perencanaan dan pelaksanaan pengarahan dan penempatan meliputi kegiatan penyampaian informasi, penyuluhan, pendaftaran, seleksi, pendidikan dan pelatihan, pengangkutan dan penempatan untuk Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri termasuk pengaturan jumlah, dan komposisi penempatan transmigran dan penduduk setempat.

Pengaturan pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembinaan yang mencakup bidang ekonomi, sosial budaya, mental spiritual dan kelembagaan pemerintahan desa. Selanjutnya pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi meliputi langkah pembinaan bidang fisik dan sosial.

Di samping itu juga mengatur hal lain yang relevan dengan penyelenggaraan transmigrasi yaitu penyerahan pembinaan kepada Pemerintah Daerah, peranserta masyarakat, kemitraan usaha, serta pengawasan dan tindakan administratif dalam penyelenggaraan transmigrasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 5

Pelaksanaan transmigrasi harus dapat menjamin tersedianya kesempatan kerja dan peluang usaha bagi transmigran, dengan memanfaatan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung wilayah dan daya tampung lingkungan yang diciptakan melalui pola usaha tertentu, yang langsung berkaitan dengan sektor pembangunan transmigrasi maupun sektor pembangunan lainnya.

Pasal 6

Ayat (1)

Kesesuaian sumber daya alam dan sumber daya buatan dalam penetapan pola usaha pokok dan macam komoditas yang dipilih harus sejalan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas, yang dapat menjamin peningkatan pendapatan dan taraf hidup transmigran.
Yang dimaksud sumber daya lainnya antara lain teknologi terapan, manajemen, modal dan pasar.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan usaha primer adalah peningkatan produktifitas dalam bidang usaha tanaman pangan dan holtikultura, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan usaha lainnya; usaha sekunder industri pengolahan; sedangkan usaha tersier adalah usaha jasa dan perdagangan.
Ketiga usaha tersebut saling terkait, terpadu dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Ayat (3)

Kesesuaian pola usaha dengan kemampuan, keahlian dan keterampilan transmigran diperlukan sebagai modal utama pembangunan dan dengan memberikan jaminan kepastian ketersediaan kesempatan kerja dan peluang usaha.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Pada Transmigrasi Umum mengutamakan penduduk yang kurang beruntung yaitu yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh kesempatan kerja dan peluang usaha, sehingga penanganannya sepenuhnya diatur oleh Menteri.
Wilayah/daerah potensial yang belum terbuka perlu dikembangkan dengan membangun prasarana dan sarana dengan kelengkapan fasilitas agar setiap Satuan Permukiman, Satuan Kawasan Pengembangan atau Wilayah Pengembangan Transmigrasi dapat berfungsi sebagai kawasan perdesaan yang menjadi pusat pertumbuhan wilayah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Wilayah/daerah potensial yang agak terbuka perlu lebih dikembangkan dengan membangun prasarana dan sarana permukiman sebagai kawasan perdesaan, yang dapat menjadi pusat pertumbuhan wilayah atau mendukung pusat pertumbuhan yang sudah ada atau sedang berkembang.
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha diperlukan agar pengembangannya menjadi inisiatif Badan Usaha untuk mencapai tingkat kelayakan usaha, sehingga usahanya berkembang secara berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan Transmigrasi Swakarsa Berbantuan diperlukan transmigran yang relatif berpotensi agar berfungsi sebagai mitra kerja.

Ayat (2)

Menteri bertindak merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan dalam perjanjian kerjasama dengan Badan Usaha dan bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan transmigran.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Dalam perjanjian kemitraan usaha antara Badan Usaha dan transmigran wajib mencerminkan prinsip setara, adil, saling menguntungkan dan berkelanjutan dengan dasar saling memperkuat dan membutuhkan sehingga dapat menjamin berlangsungnya kemitraan usaha.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang dilaksanakan oleh masyarakat secara perseorangan atau kelompok sepenuhnya merupakan prakarsa dan pilihan transmigran yang bersangkutan dan diarahkan pada pada wilayah/daerah potensial yang sudah terbuka, yaitu pada satuan permukiman atau bagian permukiman yang sudah mempunyai prasarana dan sarana, sehingga penduduk yang telah mampu mengembangkan diri dan ingin meningkatkan mutu kehidupannya dapat mengembangkan usahanya.

Ayat (2)

Sebagaimana penjelasan pada ayat (1), Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang dilaksanakan oleh masyarakat baik secara kelompok maupun perseorangan maupun kelompok yang bekerjasama dengan Badan Usaha, diutamakan menjaga hubungan kemitraan usaha, meningkatkan efisiensi dan produktifitas sehingga dapat melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing untuk menjamin kelangsungan usaha bersama.

Ayat (3)

Lihat Penjelasan Pasal 8 Ayat (5).

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Penyusunan rencana teknis permukiman, pemberian arahan, layanan dan bantuan informasi dilakukan dan menjadi tanggung jawab Menteri dimaksudkan agar Transmigrasi Swakarsa Mandiri mengisi permukiman atau bagian permukiman yang terkait dengan pusat pertumbuhan.

Ayat (7)

Sejak kedatangannya Transmigrasi Swakarsa Mandiri dibina oleh Pemerintah Daerah, dan Menteri dapat memberikan paket perbekalan sebagai modal usaha seperti yang dimaksud pada ayat (6).

Pasal 10

Ayat (1)

Kewajiban untuk menyampaikan laporan dimaksudkan sebagai sarana pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan transmigrasi oleh Badan Usaha agar sesuai rencana yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui kemajuan pelaksanaan usahanya, pemenuhan hak dan kewajiban serta penyelesaian masalah yang timbul.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Pusat pertumbuhan wilayah baru dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan dapat mempercepat pembangunan selanjutnya, pembangunan dilakukan secara terencana dan bertahap yang dimulai dari rencana awal, pelaksanaan pembinaan pisik dan pengendalian.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1) dan Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah :

a. Pemerintah Daerah Tingkat II, apabila kawasan yang dialokasikan seba-gai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi seluruhnya berada dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

b. Pemerintah Daerah Tingkat I, apabila kawasan yang dialokasikan sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi berada dalam 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu propinsi Daerah Tingkat I.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pengaturan pengalokasian kawasan tidak harus dilakukan dengan Peraturan Daerah tersendiri melainkan dapat juga merupakan satu kesatuan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam ayat ini, lihat penjelasan Pasal 14.
Dalam Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi siperlukan data wilayah antara lain kondisi fisik.
Yang dimaksud kondisi fisik adalah iklim, geologi dan topografi, tata guna lahan, status hutan, status penggunaan lahan, tanah dan hidrologi. Dimaksudkan analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan analisis tata ruang serta prospek perkembangannya yang menunjukkan produk unggulan yang dapat dikembangkan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan data wilayah lihat penjelasan ayat (1).

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan Rencana Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi merupakan suatu wilayah pengembangan transmigrasi, yang pembangunannya disusun dalam suatu master plan atau rancangan induk penyusunan potensi dan program Wilayah Pengembangan Transmigrasi yang unsur-unsurnya antara lain meliputi luas Wilayah Pengembangan Transmigrasi, sebaran dan jumlah Satuan Kawasan Pengembangan, sebaran Satuan Permukiman Transmigrasi, daya tampung, produk unggulan yang dikembangkan pada Satuan Kawasan Permukiman, letak pusat pertumbuhan, jenis prasarana dan sarana yang dibutuhkan, rancangan program Wilayah Pengembangan Transmigrasi 5 (lima) tahunan, keterkaitan dengan Badan Usaha.
Mengingat ruang lingkup pembangunan dan kompleksitas permasalahan, maka Wilayah Pengembangan Transmigrasi ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 16

Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3)

Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi harus terstruktur dengan konsep pengembangan wilayah terdiri dari beberapa Satuan Kawasan Pengembangan, setiap Satuan Kawasan Pengembangan terdiri beberapa Satuan Permukiman. Sebaliknya, dalam pengembangan Satuan Permukiman harus mengacu pada jaringan Satuan Kawasan Pengembangan, pengembangan Satuan Kawasan Pengembangan mengacu pada jaringan Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

Pasal 17

Pembangunan fasilitas pada tingkat Wilayah Pengembangan Transmigrasi merupakan rujukan dalam pengembangan wilayah, agar Wilayah Pengembangan Transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan.

Pasal 18

Pembangunan fasilitas pada tingkat Satuan Kawasan Pengembangan merupakan rujukan, agar Satuan Kawasan Pengembangan menjadi simpul pertumbuhan.

Pasal 19

Ayat (1)

Pembangunan fasilitas pada tingkat Satuan Permukiman merupakan rujukan, agar Satuan Permukiman menjadi sentra produksi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1), (2), dan (3)

Lihat penjelasan Pasal 14

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (1).

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 24

Yang dimaksud Lokasi Permukiman Transmigrasi mendukung pusat pertumbuhan yang sudah ada atau yang sedang berkembang, apabila dalam suatu wilayah yang mempunyai pusat pertumbuhan masih terdapat kawasan yang potensial dan belum dikembangkan, sehingga Lokasi Permukiman Transmigrasi berfungsi untuk memacu percepatan pengembangan daerah dan pusat pertumbuhannya dalam satu kesatuan yang utuh.

Pasal 25

Ayat (1)

Pembangunan permukiman pada Lokasi Permukiman Transmigrasi harus terstruktur dengan konsep pengembangan wilayah. Dalam mendukung pusat pertumbuhan yang sudah ada atau yang sedang berkembang terkait dengan wilayah yang mempunyai pusat pertumbuhan, baik dalam struktur Satuan Kawasan Pengembangan yang terdiri dari beberapa Satuan Permukiman ataupun dalam bentuk Satuan Permukiman atau bagian dari permukiman yang sudah ada.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Pemugaran permukiman merupakan perbaikan permukiman tanpa perubahan yang mendasar, bersifat parsial berdasarkan aspirasi kebutuhan masyarakat.

Ayat (2)

Pemugaran permukiman dimaksudkan untuk mewujudkan permukiman yang dapat berkembang bersama dengan permukiman transmigrasi.

Ayat (3)

Pemugaran permukiman dilakukan oleh Menteri atau bersama masyarakat diartikan bahwa selain menjadi tugas dan tangung jawab Pemerintah juga menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan dilakukan bersama.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27

Terkoordinasi dengan Instansi teknis terkait dan Pemerintah Daerah dimaksudkan agar sebagian program pembangunan sektor dan program pembangunan sektor dan program pembangunan daerah, diarahkan untuk mendukung terwujudnya pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

Pasal 28

Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, dapat juga berupa kawasan hutan, sedangkan tanah hak berupa Hak Ulayat, Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau Hak Adat lainnya.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam pembukaan area yang berasal dari pelepasan kawasan hutan dilakukan konsultasi dengan instansi yang berwenang di bidang kehutanan, mengenai penetapan tata batas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Rekoqnisi atau kompensasi dilakukan dengan pembebasan tanah yang pembiayaannya menjadi tanggung jawab Menteri atau Badan Usaha. Bentuk rekoqnisi atau kompensasi antara lain dapat berubah tanah pengganti, pemukiman kembali dan ganti rugi. Apabila bidang tanah dilekati dengan Hak Ulayat, maka diberikan penggantian dalam bentuk fasilitas umum yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Ayat (3)

Pemberian hak pengelolaan berdasarkan luas area yang dicadangkan kecuali tanah enclave.

Ayat (4)

Yang dimaksud benda-benda lain di atasnya dapat berupa bangunan dan atau tanam tumbuh.

Pasal 31

Ayat (1)

Pemberian hak milik bagi transmigran sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Ketransmigrasian yang menegaskan bahwa hak atas tanah merupakan salah satu hak yang diterima transmigran.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lahan usaha dapat berupa tanah pertanian dalam arti luas yang akan ditempati/digunakan untuk kegiatan usaha. Luas lahan pekarangan untuk tempat usaha disesuaikan dengan kepentingan usahanya. Luas lahan/tanah usaha disesuaikan dengan jenis budidaya yang dikembangkan.
Selain itu lahan usaha dapat berupa unit usaha atau sarana usaha yang produktif.

Ayat (3)

Dalam pengurusan dan pemberian hak milik atas tanah kepada transmigran dalam bentuk sertifikat, dilakukan pengukuran kadasteral dan pendaftaran hak. yang pembiayaannya menjadi tanggung jawab Menteri.

Pasal 32

Ayat (1)

Apabila kepala keluarga transmigran meninggal dunia, maka status hak milik atas tanah jatuh kepada ahli warisnya, dan dengan pertimbangan usaha ekonomi tidak dilakukan pemecahan luasan hak milik atas tanah menjadi lebih kecil.
Ketentuan 20 (dua puluh) tahun diperlukan agar transmigran dapat mengolah produktivitas lahannya sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup keluarganya.
Yang dimaksud dialihtugaskan adalah Pegawai Negeri yang dimutasikan ke daerah lain sehingga tidak mungkin mengolah lahannya secara langsung.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Rencana tata ruang satuan Kawasan Pengembangan dalam ayat ini haruslah menggambarkan sebaran-sebaran satuan permukiman-satuan permukiman dan indikasi daya tampungnya, pusat satuan kawasan pengembangan, arahan rencana jalan poros yang menghubungkan antar satuan permukiman atau antar satuan permukiman ke pusat satuan kawasan pengembangan, kegiatan usaha yang layak dikembangkan di setiap satuan permukiman.
Rencana tata ruang rinci Satuan Permukiman haruslah menggambarkan jumlah daya tampung satuan permukiman, rencana :

- blok dan rencana detail pusat desa;

- blok dan kapling lahan pekarangan;

- blok dan kapling lahan usaha;

- blok dan kapling fasilitas umum, fasilitas sosial;

- blok rencana teknis jalan.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud layak huni adalah kondisi permukiman yang memenuhi persyaratan kelayakan sebagai tempat hunian yang sehat, aman dan lestari. Layak usaha adalah konsisi yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan usaha berlangsung secara produktif, guna meningkatkan pendapatan. Sedangkan layak berkembang adalah kondisi permukiman yang memungkinkan tumbuh dan berkembang menjadi suatu pusat kegiatan ekonomi, sosial dan budaya dalam satu kesatuan yang utuh.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Didasarkan pada pola usaha yang ditetapkan maksudnya adalah memperhatikan potensi fisik, kondisi ekonomi, sosial dan budaya, peluang usaha dan kemampuan, keahlian transmigran.

Ayat (2)

Penggunaan metode dan teknologi yang tidak merusak lingkungan yaitu pemilihan metode dan teknologi yang tepat meliputi pelaksanaan penyiapan lahan, pemilihan peralatan dengan memperhatikan konservasi lahan dan tata air.

Pasal 37

Ayat (1)

Dalam menyusun rencana pengarahan dan penempatan mendasarkan pada kualitas dan kuantitas penduduk serta daya dukung dan daya tampung yang disusun secara rinci.

Ayat (2)

Dengan data rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat perencanaan jangka menengah untuk menyusun potensi dan asal calon transmigran.

Ayat (3)

Potensi dan program dalam perencanaan jangka menengah menggambar-kan aspek pokok kependudukan yang meliputi keterkaitan unsur-unsur kuantitas, kualitas dan mobilitas, guna pemberdayaan dan pendayagunaan transmigran sebagai subyek pembangunan, dalam rangka persebaran yang optimal sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

Ayat (4)

Perencanaan tahunan dimaksudkan sebagai dasar penetapan jadwal, jumlah, struktur dan komposisi penempatan transmigran.

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Penyuluhan dilakukan untuk menumbuhkan motivasi, meningkatkan pengertian, pemahaman dan perubahan sikap perilaku penduduk untuk bertransmigrasi. Dalam penyuluhan dijelaskan mengenai kesempatan kerja, peluang usaha, tempat tinggal, kondisi geografis dan adat istiadat di permukiman transmigrasi.

Ayat (2)

a. Penyuluhan secara langsung dilakukan berhadapan dengan masyarakat yang disuluh, misalnya : ceramah, diskusi, sarasehan, temu wicara dan lain-lain.

b. Sedangkan penyuluhan secara tidak langsung dilakukan melalui media atau perantara, misalnya : radio, televisi, film, buku bacaan dan lain-lain.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan komunikatif, informatif, persuasif dan edukatif adalah penyampaian informasi dalam suasana keterbukaan yang disampaikan secara jelas, lugas untuk menumbuhkan daya tarik, perhatian dan minat serta membimbing ke arah partisipasi aktif.

Pasal 40

Ayat (1)

Pendaftaran dimaksudkan untuk mencatat minat masyarakat bertransmigrasi.

Ayat (2)

Seleksi dimaksudkan untuk memperoleh calon transmigran yang sesuai dengan pola usaha yang dikembangkan.
Pada Transmigrasi Umum seleksi ditekankan pada penanganan sosial ekono-mi, pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Mandiri ditekankan pada keseuaian antara calon trnasmigran dengan kesempatan kerja dan peluang usaha.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dengan ditetapkannya sebagai transmigran, maka akan diberikan legitimasi (tanda pengenal).

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Pendidikan dan pelatihan untuk memberikan kesiapan guna menghadapi kehidupan dan penghidupan di permukiman yang baru.

Ayat (2)

Pendidikan dan pelatihan berjenjang meliputi pendidikan dan pelatihan dasar, menengah dan atas. Sedangkan pendidikan dan pelatihan tidak berjenjang dilakukan berdasarkan kebutuhan dan diselenggarakan sewaktu-waktu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 43

Pendidikan dan pelatihan transmigrasi dimaksudkan untuk mengkaitkan dan memadukan berbagai unsur pendidikan dan pelatihan yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana dan prasarana, program, metode dan kurikulum sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan transmigran dilakukan koordinasi instansi yang terkait.

Pasal 44

Ayat (1)

Penampungan sementara dilakukan untuk menjaga kesehatan, kesegaran jasmani dan rokhani para transmigran.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Proses kepindahan mempunyai pengertian berpindahnya transmigran dari desa/tempat asal ke titik kumpul, melalui embarkasi dan debarkasi sampai di permukiman transmigrasi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Pelayanan pengangkutan transmigran menggunakan sarana angkutan penumpang, melalui darat menggunakan angkutan bus dan kereta api, melalui sungai menggunakan angkutan kapal sungai, untuk penyeberangan antar pulau menggunakan angkutan kapal ferry, untuk angkutan antar pulau menggunakan angkutan laut dan penempatan yang jaraknya jauh dapat menggunakan angkutan udara.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Komposisi penempatan dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan kehidupan masyarakat dan mendukung pengembangan masyarakat (community development).

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 47

Sejak kedatangannya Transmigrasi Swakarsa Mandiri dibina oleh Pemerintah Daerah, namun Menteri dapat memberikan paket perbekalan dalam bentuk sarana produksi dan sarana usaha disertai pelayanan dan pengawasan dalam pelaksanaannya.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Perencanaan pembinaan jangka menengah dimaksudkan untuk menyusun rencana yang berkaitan dengan potensi fisik, kondisi ekonomi, sosial dan budaya, kesempatan kerja, peluang usaha, kemampuan transmigran yang kemudian dilaksanakan dalam perencanaan tahunan.

Ayat (3)

Potensi menggambarkan aspek pokok dalam perencanaan yang meliputi unsur-unsur yang berkaitan dengan kondisi lahan usaha, ekonomi, sosial dan budaya, mental spiritual, kelembagaan pemerintahan dan lingkungan permukiman dengan pemberdayaan dan pendayagunaan transmigran sebagai subyek pembangunan.

Ayat (4)

Perencanaan tahunan dimaksudkan sebagai dasar penetapan jadwal, dan program kegiatan pembinaan pada satuan permukiman.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Rencana teknis pembinaan disusun dengan memperhatikan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, merupakan pedoman pembinaan bagi transmigran, masyarakat sekitar dan lingkungan permukiman sehingga menjadi terstruktur dan berkembang menjadi desa.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pendidikan dan pelatihan pada tahap pembinaan dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat transmigran serta masyarakat sekitar, dalam upaya mencapai kesejahteraan dan keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

Rincian kegiatan dan bidang-bidang untuk pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Umum, sebagaimana butir a, b, c, dan d, dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan, kemandirian, integrasi masyarakat dan akulturasi budaya, dengan memperhatikan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam upaya keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi.

Ayat (2)

Pembinaan lingkungan permukiman dimaksudkan untuk keseimbangan dan kelestarian lingkungan flora dan fauna, lahan, pengenalan budaya, sanitasi lingkungan endemi dan daur ulang.

Pasal 52

Ayat (1)

Lihat Penjelasan Pasal 51 Ayat (1).

Ayat (2)

Lihat Penjelasan Pasal 51 Ayat (2).

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pembinaan masyarakat transmigrasi pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tidak mengurangi pembinaan oleh Menteri.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam Berita Acara sekurang kurangnya memuat data satuan permukiman, jumlah transmigran, barang inventaris disertai dengan memori serah terima.

Pasal 58

Ayat (1)

Dalam pembinaan permukiman transmigrasi terdapat kegiatan yang bersifat teknis dan fungsional setelah penyerahan pembinaan selanjutnya dilaksanakan oleh instansi teknis yang membidangi dan instansi fungsional yang membina.
Setelah penyerahan, maka rencana pengembangan maupun pembinaan selan-jutnya berada pada Pemerintah Daerah Tingkat II termasuk penyelesaian masalah-masalah yang timbul agar diselesaikan secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya.

Ayat (2)

Yang dimaksud pengembangan pola usaha yang ditetapkan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya agar pembinaan selanjutnya tetap mengacu pada perencanaan awal yang berkaitan dengan permukiman, pengarahan dan penempatan, pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi.

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Peranserta secara sukarela adalah peran yang dilakukan oleh masyarakat tanpa diminta, sedangkan peranserta atas dasar hubungan hukum tertentu dilakukan karena adanya kesepakatan antara perseorangan, kelompok masyarakat, Badan Usaha dengan Menteri atau transmigran.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 60

Penghargaan dapat berupa piagam, tanda jasa, kompensasi atau rekoqnisi.

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Hal-hal yang diteliti dan dinilai antara lain aspek yuridis, teknis, administrasi, pembiayaan, rencana dan program serta manajemen.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 65

Keterkaitan Hubungan kemitraan dengan pola usaha perlu dilakukan penyesuaian karena pada masing-masing hubungan kemitraan mempunyai ciri-ciri tertentu.

Pasal 66

Ayat (1)

Hubungan kemitraan usaha dibuat tertulis dengan singkat, jelas, lugas dan tegas sesuai dengan acuan yang telah ditetapkan dan menjadi pedoman kerja bagi semua pihak.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 67

Menteri melakukan pengawasan untuk tertib manajemen dan mengambil tindakan administratif untuk mendidik para pihak yang melakukan pelanggaran dalam rangka mencapai keberhasilan transmigran.

Pasal 68

Ayat (1)

Yang dimaksud pelanggaran administratif adalah ucapan, tulisan atau perbuatan yang mengakibatkan ketidaklancaran, kegagalan, keresahan, hambatan kerugian dan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban serta tujuan, sasaran dan arah penyelenggaraan transmigrasi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 69

Ayat (1)

Pada dasarnya pemeriksaan terhadap pihak yang disangka melakukan pelanggaran dilakukan secara tertutup dan tertulis, kecuali apabila dengan pertimbangan pemeriksaan yang dilakukan terhadap yang bersangkutan akan dijatuhi hukuman tegoran lisan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 70

Ayat (1)

Penyampaian laporan hasil pemeriksaan disertai analisis yang diperlukan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Hasil pemeriksaan harus segera dilaporkan paling lama 60 (enam puluh) hari.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Pembinaan terhadap masyarakat sekitar diarahkan agar masyarakat sekitar dan para transmigran dapat berkembang bersama untuk keseimbangan, keselarasan dan keserasian.

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3800

Tidak ada komentar: