Rabu, 28 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1980 Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 36 TAHUN 1980

TENTANG

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat merupakan bagian dari usaha-usaha kesejahteraan sosial pada umumnya, perlu dilakukan secara integral dengan usaha-usaha pembangunan nasional;

b. bahwa penderita cacat sebagai warga negara berhak menikmati kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal I Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974;

c. bahwa usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat perlu diatur lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974; Pasal 5 dan Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960; Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1967; Pasal 2, Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966; Pasal 10 dan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969;

d. bahwa karena hal-hal tersebut di atas maka usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Perang;

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2);

4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3);

5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550);

6. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1950 tentang Peraturan Pemberian Pensiun dan Onderstand kepada para anggota tentara Angkatan Darat (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 28) sebagaimana kemudian telah diubah/ditambah dan terakhir dengan Undang-undang Darurat Nomor 5 Tahun 1954 (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 50) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 4);

7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068) jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2805);

8. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan yang Bersifat Pensiun dan Tunjangan kepada" Militer Sukarela (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2811);

9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2826);

10. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);

11. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);

12. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);

13. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

(1) Penderita cacat adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang oleh karenanya dapat merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yaitu:

a. Penderita cacat tubuh;

b. Penderita cacat netra;

c. Penderita cacat mental;

d. Penderita cacat rungu/wicara;

e. Penderita cacat bekas penderita penyakit kronis.

(2) Rehabilitasi adalah suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penderita cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

(3) Bantuan sosial adalah bantuan yang sifatnya tidak tatap yang diberikan kepada penderita cacat dengan maksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupannya secara wajar.

(4) Panti Rehabilitasi Penderita Cacat adalah Panti Sosial yang dipergunakan untuk memberikan rehabilitasi sosial bagi penderita cacat.

(5) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kesejahteraan sosial.

Pasal 2

Rehabilitasi Penderita Cacat bertujuan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita cacat agar dapat berfungsi dalam masyarakat sesuai dengan tingkat kemampuan, bakat, pendidikan, dan pengalaman.

Pasal 3

Usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat meliputi rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, penyaluran dan pembinaan lanjutan.

BAB II

REHABILITASI MEDIS

Pasal 4

(1) Rehabilitasi medis meliputi usaha penyembuhan/pemulihan kesehatan penderita cacat, pemberian alat-alat pengganti dan atau alat pembantu tubuh.

(2) Rehabilitasi media sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi penderita cacat yang tidak mampu, pembiayaannya ditanggung oleh Negara.

Pasal 5

(1) Pelaksanaan rehabilitasi media sebagaimana dimaksud Pasal 4 diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan.

(2) Pelaksanaan rehabilitasi media sebagaimana dimaksud ayat (1) khusus untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau yang disamakan dengan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertahanan keamanan dengan memperhatikan petunjuk teknis Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan.

BAB III

REHABILITASI SOSIAL

Pasal 6

Usaha rehabilitasi sosial penderita cacat meliputi:

a. bimbingan sosial;

b. pemenuhan kebutuhan pokok;

c. pemberian ketrampilan;

d. pendidikan;

e. pemberian bantuan/fasilitas;

f. pembinaan lanjutan.

Pasal 7

Bimbingan Sosial meliputi usaha:

a. pemberian bimbingan sosial kepada penderita cacat baik di dalam maupun di luar Panti Rehabilitasi Penderita Catat;

b. pemberian bimbingan sosial pada Badan Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi sosial bagi Penderita Cacat;

c. pemberian bimbingan dan penyuluhan sosial terhadap masyarakat dalam hal usaha rehabilitasi sosial bagi penderita cacat.

Pasal 8

Pemenuhan kebutuhan pokok meliputi usaha untuk mendapatkan:

a. pemenuhan kebutuhan akan pangan;

b. pemenuhan kebutuhan akan sandang;

c. pemenuhan kebutuhan akan papan;

d. pelayanan kesehatan;

e. pelayanan pendidikan;

f. kesempatan kerja.

Pasal 9

Pemberian ketrampilan meliputi usaha-usaha pengarahan pada:

a. penyesuaian diri;

b. integritas pribadi;

c. pengembangan pribadi secara wajar dan bertanggung jawab.

Pasal 10

Usaha pendidikan meliputi usaha pemberian fasilitas dan sarana guna mendapatkan pendidikan formal maupun non formal.

Pasal 11

Bantuan/fasilitas meliputi usaha-usaha:

a. penempatan kerja penderita cacat pada instansi Pemerintah atau swasta;

b. pemberian bantuan permodalan atau fasilitas yang diperlukan untuk usaha wiraswasta.

Pasal 12

Pembinaan lanjutan meliputi usaha pemeliharaan dan pengembangan tingkat kemampuan penderita cacat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

Pasal 13

(1) Pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam bab ini kecuali untuk Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau yang disamakan dengan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(2) Pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud ayat (1), khusus untuk Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau yang disamakan dengan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur lebih lanjut oleh Menteri Yang bertanggung jawab dalam bidang pertahanan keamanan, dengan memperhatikan petunjuk tehnis Menteri.

BAB IV

BANTUAN SOSIAL

Pasal 14

Bantuan sosial diberikan kepada penderita cacat dengan maksud agar mereka dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Pasal 15

Bantuan sosial sebagaimana dimaksud Pasal 14 dapat diberikan kepada:

a. penderita cacat yang miskin yang belum mendapatkan pelayanan dalam Panti Rehabilitasi Penderita Cacat;

b. keluarga miskin yang menjadi tanggungan dari penderita cacat yang sedang mendapatkan pelayanan sosial dalam Panti Rehabilitasi Penderita Cacat;

c. penderita cacat miskin yang sudah menjalani rehabilitasi atau sudah mempunyai ketrampilan tertentu tetapi belum bekerja.

Pasal 16

Bentuk, jumlah, tatacara, dan pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud Pasal 14 diatur lebih lanjut oleh Menteri, dengan memperhatikan kemampuan keuangan Negara.

BAB V

PENDIRIAN PANTI REHABILITASI PENDERITA CACAT

Pasal 17

(1) Panti Rehabilitasi Penderita Cacat dapat didirikan oleh Pemerintah atau Badan Sosial.

(2) Badan Sosial yang dapat mendirikan Panti Rehabilitasi Penderita Cacat sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Badan Sosial yang berbentuk Badan Hukum dan yang telah memperoleh pengakuan dari Menteri.

(3) Tata cara dan persyaratan pendirian Panti sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Menteri.

(4) Pendirian Panti Rehabilitasi Penderita Cacat khusus untuk Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertahanan keamanan dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan Panti yang ditetapkan Menteri.

BAB VI

PENYALURAN

Pasal 18

(1) Penderita cacat yang telah direhabilitasi atau telah sanggup melaksanakan suatu pekerjaan dapat disalurkan ke suatu lapangan pekerjaan sesuai dengan bakat pendidikan, kemampuan, dan kesempatan kerja yang tersedia.

(2) Penyaluran sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:

a. penyaluran untuk mendapatkan pekerjaan di Instansi Pemerintah atau Swasta;

b. diaktifkan kembali ke instansi semula sesuai dengan kemampuannya;

c. Penyaluran untuk melaksanakan usaha sendiri atau pemulangan kepada keluarganya.

Pasal 19

Tatacara dan syarat-syarat penyaluran sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b, diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 20

(1) Tatacara dan syarat-syarat penyaluran sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) huruf c diatur oleh Menteri.

(2) Dalam melaksanakan penyaluran sebagaimana dimaksud ayat (1) Menteri dapat memberikan bantuan peralatan kerja.

Pasal 21

Pelaksanaan penyaluran ke Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a khusus untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau yang disamakan dengan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertahanan keamanan, dengan memperhatikan petunjuk Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 22

Penderita cacat yang disalurkan ke suatu lapangan pekerjaan sebagaimana dimaksud Pasal 18, apabila menolak maka bantuan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV, dicabut.

BAB VII

PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 23

Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan Usaha Kesejahteraan Sosial bagi penderita cacat.

Pasal 24

Badan Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi sosial bagi penderita cacat dapat diberikan bantuan berupa subsidi.

Pasal 25

Bentuk, jumlah, tatacara, dan pelaksanaan pemberian subsidi sebagaimana dimaksud Pasal 24 diatur oleh Menteri.

Pasal 26

Pengawasan terhadap usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat yang diselenggarakan oleh masyarakat, dilaksanakan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

KOORDINASI

Pasal 27

(1) Kebijaksanaan dibidang usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebijaksanaan yang digariskan oleh Pemerintah.

(2) Dalam menetapkan kebijaksanaan, Menteri dibantu oleh sebuah badan koordinasi, yang susunan, tugas dan wewenangnya diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 28

Segala ketentuan yang mengatur tentang usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat yang sudah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 29

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 29 Oktober 1980

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 29 Oktober 1980

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SUDHARMONO, SH.


PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 36 TAHUN 1980

TENTANG

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT

UMUM

Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat adalah merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pada pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perlu diadakan pengaturan mengenai penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial penderita cacat dalam suatu Peraturan Pemerintah sebagai salah satu pelaksanaan dari beberapa Undang-undang yang ada hubungannya dengan usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat.

Peraturan Pemerintah ini merupakan perwujudan dari hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan pribadinya sesuai dengan Pancasila. Disamping itu Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pembinaan potensi penderita cacat sesuai dengan bakat, pendidikan, dan pengalamannya untuk dapat berperan dalam masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial bagi penderita cacat.

Penderita cacat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah penderita cacat yang karena kecacatannya merupakan rintangan/hambatan untuk melakukan kegiatan selanjutnya, yang terdiri dari cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu/wicara, dan cacat bekas penderita penyakit kronis (khususnya bekas penderita kusta).

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Adalah sulit untuk menentukan perbedaan yang tegas antara orang yang sakit dengan penderita cacat. Oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah ini diambil pedoman untuk menentukan apakah seseorang dapat dinamakan "Penderita Cacat". Hal ini berarti bahwa kelainan itu sifatnya tetap dan tidak akan berobah dalam waktu 6 (enam) bulan. Ketentuan ini didasarkan atas pertimbangan praktis dalam pengalaman dan ilmu pengetahuan yang gunanya untuk membatasi siapa yang dapat direhabilitasikan.

"Orang yang sakit" tidak direhabilitasikan menurut Peraturan Pemerintah ini, meskipun harus diakui adanya "cacat" untuk sementara waktu.

Perlu dijelaskan disini, "sakit" itu juga "cacat" tetapi bukan "cacat tetap" melainkan "cacat sementara", sedangkan yang dimaksudkan oleh Peraturan Pemerintah ini adalah "cacat tetap".

Angka 2

Cukup jelas.

Angka 3

Cukup jelas.

Angka 4

Cukup jelas.

Angka 5

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Penderita cacat sebagai warga negara berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta membantu dalam usaha kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.

Untuk merealisir ketentuan tersebut di atas perlu diadakan usaha Kesejahteraan Sosial bagi penderita cacat yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pembinaan potensi penderita cacat sehingga dapat berperan dalam masyarakat.

Agar usaha tersebut dapat tercapai maka perlu adanya pentahapan-pentahapan pelaksanaannya yang meliputi rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, penyaluran dan pembinaan lanjutan yang merupakan suatu proses yang berkesinambungan.

Dengan demikian diharapkan para penderita cacat dapat berperan dalam masyarakat sesuai dengan bakat, pendidikan, dan pengalamannya.

Pasal 4

Rehabilitasi medis dalam pasal ini dimaksudkan meliputi usaha penyembuhan/pemulihan kesehatan penderita cacat dan pemberian alat-alat pengganti dan atau pembantu tubuh. Termasuk dalam hal ini usaha penyembuhan medik psikiatri baik untuk cacat jasmani maupun cacat mental.

Adapun yang dimaksud dengan alat-alat pengganti adalah bentuk protese dan sejenisnya. Sedangkan yang dimaksud dengan alat pembantu tubuh antara lain alat-alat bantu mendengar (hearing aid), kursi roda, tongkat jalan, dan sebagainya.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Rehabilitasi sosial adalah suatu rangkaian kegiatan rehabilitasi, dan merupakan lanjutan kegiatan usaha rehabilitasi medis.

Penetapan kegiatan dalam pasal ini merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dan dimaksudkan agar penderita cacat dapat dipulihkan dan dikembangkan kemampuannya seoptimal mungkin baik fisik, mental, maupun sosial. Dengan demikian diharapkan penderita cacat tersebut dapat berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat, sesuai dengan bakat, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.

Pasal 7

Penyuluhan dan Bimbingan Sosial dalam pasal ini ditujukan kepada penderita cacat itu sendiri, Badan Sosial yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat, maupun masyarakat.

Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Disamping itu diberikan pula fasilitas dan sarana untuk dapat mengikuti pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan dan pembinaan khusus bagi, penderita cacat yang potensial.

Rangkaian usaha tersebut meliputi pembinaan khusus terbentuknya sikap mental. Percaya pada diri sendiri dengan melalui pembinaan sopan santun, tata tertib, pendidikan Agama dan sebagainya. Disamping itu untuk mengejar ketinggalan dari pendidikan formal di sekolah, atau dalam rangka reedukasi diberikan juga pembinaan kecerdasan sekedarnya. Hal ini tidak sama dengan pendidikan formal disekolah-sekolah luar biasa maupun di sekolah-sekolah umum. Demikian pula untuk menjaga keharmonisan gerak serta kesehatan pada umumnya diberikan juga olahraga.

Untuk memberikan bekal di masyarakat diberikan juga pembinaan ketrampilan tertentu khusus untuk masing-masing penderita cacat sesuai dengan bakat, sifat dan tingkat kecacatannya.

Hal-hal tersebut dilaksanakan dalam satu kesatuan kurikulum, baik di dalam maupun diluar Panti Rehabilitasi Penderita Cacat.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Pembinaan lanjutan dalam pasal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa tenteram bagi penderita cacat baik dalam pekerjaannya maupun dalam kehidupannya dimasyarakat.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Bantuan sosial dalam pasal ini, tidak semata-mata berbentuk material tetapi juga berbentuk fasilitas pelayanan yang bersifat mendidik, dan mendorong tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penderita cacat. Bantuan sosial ini diberikan secara insidentil sesuai dengan maksud dan tujuan tersebut di atas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Badan Sosial yang berbentuk Badan Hukum adalah Badan Sosial yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial yang berbentuk yayasan, lembaga dan lain-lain yang pendiriannya berdasarkan Akte Notaris.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Masalah penyaluran merupakan salah satu unsur penting dalam rangka berhasilnya usaha rehabilitasi penderita cacat secara tuntas. Walaupun usaha rehabilitasi telah dilaksanakan secara sempurna, tetapi apabila mereka tidak dapat disalurkan kesuatu lapangan pekerjaan atau usaha yang lain, hal ini dapat menimbulkan frustrasi pada dirinya, dan dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap usaha-usaha rehabilitasi penderita cacat.

Ayat (2)

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Pengertian kata "diaktifkan" dimaksudkan agar para karyawan yang mendapat kecacatan dalam melaksanakan pekerjaan, ia tetap berstatus sebagai karyawan selama dalam proses rehabilitasi dan sesudahnya.

huruf c

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Pada prinsipnya Usaha Kesejahteraan Sosial bagi Penderita Cacat dapat dilaksanakan oleh masyarakat baik oleh Badan Sosial maupun oleh perseorangan, tetapi khusus untuk pendirian Panti Rehabilitasi Penderita Cacat hanya dapat dilakukan oleh Badan Sosial yang berbentuk Badan Hukum dan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Sosial.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan Panti untuk maksud-maksud lain yang menyimpang dari tujuan usaha kesejahteraan sosial bagi penderita cacat, disamping untuk memudahkan pembinaan terhadap Panti itu sendiri agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Pasal 24

Pemberian subsidi dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya gairah kerja bagi Badan Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi penderita cacat.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.



Tidak ada komentar: