Kamis, 22 Mei 2008

Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 ttg Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

PP Nomor 53 Tahun 2000

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia

Menimbang :

Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Mengingat :

1. Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154 Tambahan LembaranNegara Nomor 3881).

Memutuskan :
Menetapkan :

Peraturan Pemerintah Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Bab I
Ketentuan

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemeritah ini yang dimaksud dengan :

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;

2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

4. Pemencar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;

5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

6. Jasa telkomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan mengguanakan jaringan telekomunikasi;

7. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, atau instansi pertahanan keamanan negara;

8. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomuniksi;

9. Satelit adalah suatu benda yang beredar di ruang angkasa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima dan memancarkan atau memancarakan kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi radio;

10. Stasiun radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat pemerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan disatu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio;

11. Komunikasi radio adalah telekomunikasi dengan mempergunakan gelombang radio;

12. Orbit satelit adalah suatu lintasan di angkasa yang dilalui oleh pusat masa satelit;

13. Spektrum frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi radio;

14. Pita frekuensi radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar tertentu;

15. Kanal frekuensi radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio;

16. Alokasi frekuensi radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam table alokasi frekuensi untuk pengguanaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi redio teresterial atau dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut di atas untuk setiap jenis dinasnya;

17. Penetapan (Assignment) pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio adalah otorisasi yang diberikan oleh suatu administrasi dalam hal ini Menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu;

18. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

Bab II
Pembinaan

Pasal 2

Pembinaan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan oleh Menteri.

Pasal 3

(1) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri melaksanakan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian.

(2) Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;

b. Penetuan prioritas penggunaan spektrum frekuensi radio;

c. Pendayagunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;

d. Perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;

e. Penelitian dan pemgembangan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi;

f. Koordinasi penggunaan frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit dalam rangka mendukung kepentingan nasional;

g. Monitoring, observasi dan penertiban penggunaan spektrum frekuensi radio.

Bab III
Spektrum Frekuensi Radio

Bagian Pertama : Perencanaan
Pasal 4

Dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. mencegah terjadinya saling mengganggu;
b. efisiensi dan ekonomis;
c. perkembangan teknologi;
d. kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau
e. mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan dan penanggulangan keadaan marabahaya (Safely and Distress), pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan kepentingan umum.

Pasal 5

(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dinyatakan dalam table alokasi frekuensi radio.

(2) Ketentuan mengenai table alokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 6

Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio meliputi;

a. perencanaan penggunaan pita frekuensi radio (band plan); dan

b. perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan).

Bagian Kedua : Penggunaan
Pasal 7

(1) Penggunaan frekuensi radio oleh kapal berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia hanya dipakai untuk keperluan:
a. laporan masuk; dan
b. laporan keluar.

(2) Laporan masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan sebelum kapal berbendera asing memasuki wilayah perairan Indonesia.

(3) Laporan ke luar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan saat kapal berbendera asing keluar dari wilayah perairan Indonesia.

Pasal 8

(1) Penggunaan frekuensi radio oleh kapal berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia selain dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dapat pula:

a. digunakan untuk kepentingan keselamatan kapal dan pelayaran, navigasi pelayaran, keamanan negara, pencaraian dan pertolongan (SAR), bencana alam, keadaan marabahaya, wabah; atau

b. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau

c. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 9

(1) Penggunaan frekuensi radio oleh pesawat udara sipil asing yang beroperasi dari dan ke wilayah udara Indonesia dipakai untuk keperluan:
a. laporan masuk; dan
b. laporan ke luar.

(2) Laporan masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan sebelum pesawat udara sipil asing memasuki wilayah udara Indonesia.

(3) Laporan ke luar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan sebelum pesawat udara sipil asing keluar dari wilayah udara Indonesia.

Pasal 10

(1) Penggunaan frekuensi radio oleh pesawat udara sipil asing yang beroperasi dari dan ke wilayah udara Indonesia selain dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dapat pula:

a. digunakan untuk kepentingan keselamatan lalulintas penerbangan, navigasi penerbangan, keamanan negara, pencarian dan pertolongan (SAR), bencana alam, keadaan merabahaya, wabah; atau

b. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau

c. merupakan bagian dari system komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 11

(1) Alokasi pita frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk kepentingan pertahanan keamanan negara ditetapkan oleh Menteri.

(2) Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio untuk keperluan pertahanan negara ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

(3) Perencanaan dan penggunaan atas alokasi peta frekuensi radio untuk keperluan keamanan negara ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 12

Penggunaan kanal frekuensi radio untuk keperluan pertahanan keamanan negara ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kapala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 13

(1) Panglima Tentara Nasional Indonesia memberitahukan perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara kepada Menteri.

(2) Kepala Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan nagera kepada Menteri.

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. pita dan atau kanal frekuensi radio yang digunakan;
b. lokasi penggunaan stasiun radio; dan
c. spesifikasi teknis.

Pasal 14

(1) Menteri dapat menetapkan penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio.

(2) Penetapan pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio yang digunakan secara bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dikoordinasikan dengan pengguna yang sudah ada atau antar pengguna.

(3) Penetapan penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio harus memenuhi prinsip efisiensi dan tidak saling mengganggu.

(4) Pelaksanaan penetapan penggunaan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mengikuti ketentuan internasional.

Pasal 15

Penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dapat berbentuk pembedaan waktu, wilayah, atau teknologi.

Pasal 16

Penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dengan pengguna di negara lain harus dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi Indonesia dengan administrasi telekomunikasi negara dimaksud.

Bagian Ketiga : Perizinan
Pasal 17

(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri.

(2) Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.

(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18

(1) Izin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi diberikan melalui tahapan pengalokasian frekuensi radio dan penetapan penggunaan frekuensi radio.

(2) Pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio wajib melaporkan rencan penempatan stasiun radionya kepada Menteri

(3) Dalam hal rencan penempatan stasiun radio dapat mengganggu stasiun radio lain, pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio harus merubah rencana penempatan stasiun radio dan atau parameter teknisnya.

(4) Pelaporan penempatan stasiun radio harus disertai parameter-parameter teknis.

Pasal 19

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Menteri menerapkan izin stasiun radio sesuai hasil analisa teknis.

Pasal 20

(1) Spektum frekuensi radio dapat digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara.

(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat sementera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama untuk 1 (satu) tahun.

(3) Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberkan dalam bentuk izin stasiun radio sementera.

(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat sementera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 21

(1) Permohonan izin penggunaan spektrum frekuensi radio diajukan secara tertulis kepada Menteri.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk penggunaan frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi salainan izin prinsip.

(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pengembangan penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi dengan salinan izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

Pasal 22

Permohonan izin penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penyelenggaraan telomunikasi khusus untuk kepentingan perorangan, dinas khusus, system komunikasi radio lingkup terbatas dan sistem komunikasi radio dari titik di titik tidak perlu menyertakan izin prinsip dan atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 23

(1) Izin stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio diberkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.

(2) Izin stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuensi radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tajuj dan dapat diperpamjung 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.

Pasal 24

(1) Pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbahurui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru.

(2) Pemegang izin stasiun radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh prioritas dalam proses permohonan izin baru.

Pasal 25

(1) Pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada pihak lain.

(2) Izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.

Pasal 26

Frekuensi radio yang tidak digunakan lagi wajib dikembalikan kepada Menteri.

Bagian Keempat :
Realokasi Frekuensi Radio
Pasal 27

(1) Realokasi frekuensi radio dilakukan karena adanya perubahan alokasi frekuensi radio internasional dan atau penyesuain peruntukannya.

(2) Menteri menetapkan alokasi frekuensi radio baru sebagai pengganti alokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

(3) Dalam pelaksanaan realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri memberitahukan rencana realokasi frekuensi radio kepada pemegang izin stasiun radio sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum penetapan alokasi frekuensi radio baru.

Pasal 28

Dalam hal realokasi frekuensi radio dilakukan sebelum izin stasiun radioberakhir, pengguna spektrum frekuensi radio baru wajib mengganti segala biaya yang ditimbulkan akibat realokasi frekuensi radio kepada pengguna spektrum frekuensi radio lama.

Bagian Kelima : Biaya Hak Penggunaan (BHP)
Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 29

(1) Setiap pengguan spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

(2) Dalam menetapkan besarnya biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio digunakan formulasi dengan memperhatikan komponen:
a. jenis frekuensi radio;
b. lebar pita dan atau kanal frekuensi radio;
c. luas cakupan;
d. lokasi;
e. minat pasar;

(3) Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio mulai dikenakan pada saat izin stasiun radio diterbitkan. (4) Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio dibayar dimuka setiap tahun.

Pasal 30

Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dibebankan secara penuh kepada masing-masing pengguna.

Pasal 31

(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi yang tidak dikenakan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio meliputi:

a. telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara;

b. telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus;

c. telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah yang digunakan oleh perwakilan negara asing di Indonesia ke dan atau dari negara asal berdasarkan azas timbal balik.

(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi yang tidak dikenakan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab IV
Orbit Satelit

Bagian Pertama : Penggunaan
Pasal 32

(1) Penyelenggaraan telekomunikasi yang akan menggunakan satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaaan satelit secara tertulis kepada Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat parameter teknis yang meliputi rencana lokasi satelit pada orbit, daerah cakupan, dan frekuensi radio yang akan digunakan.

Pasal 33

(1) Menteri selaku Administrasi Telekomunikasi Indonesia mendaftarkan rencana penggunaan satelit ke International Telecommuniction Union.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti tahapan publikasi awal, koordinasi, dan notifiksi.

Pasal 34

(1) Menteri menetapkan menggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan telekomunikasi.

(2) Masa berlaku penggunaan lokasi satelit pada orbit sesuai dengan umur satelit dan dapat diperpanjang.

(3) Penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan telekomunikasi tidak dapat dialihkan.

Bagian Kedua :
Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit Satelit
Pasal 35

(1) Setiap penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan lokasi satelit pada orbit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.

(2) Besarnya biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatar dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

(3) Dalam penetapan besaran biaya hak penggunaan orbit satelit, diperhatikan komponan:
a. biaya pendaftaran;
b. biaya koordinasi

(4) Biaya hak penggunaan orbit satelit dikenakan 1 (satu) kali sepanjang usia satelit dan dibayar dimuka.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat 1(satu) diatur dengan Keputusan Menteri.

Bab IV
Orbit Satelit

Bagian Pertama : Penggunaan
Pasal 32

(1) Penyelenggaraan telekomunikasi yang akan menggunakan satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaaan satelit secara tertulis kepada Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat parameter teknis yang meliputi rencana lokasi satelit pada orbit, daerah cakupan, dan frekuensi radio yang akan digunakan.

Pasal 33

(1) Menteri selaku Administrasi Telekomunikasi Indonesia mendaftarkan rencana penggunaan satelit ke International Telecommuniction Union.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti tahapan publikasi awal, koordinasi, dan notifiksi.

Pasal 34

(1) Menteri menetapkan menggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan telekomunikasi.

(2) Masa berlaku penggunaan lokasi satelit pada orbit sesuai dengan umur satelit dan dapat diperpanjang.

(3) Penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan telekomunikasi tidak dapat dialihkan.

Bagian Kedua :
Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit Satelit
Pasal 35

(1) Setiap penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan lokasi satelit pada orbit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.

(2) Besarnya biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatar dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

(3) Dalam penetapan besaran biaya hak penggunaan orbit satelit, diperhatikan komponan:
a. biaya pendaftaran;
b. biaya koordinasi

(4) Biaya hak penggunaan orbit satelit dikenakan 1 (satu) kali sepanjang usia satelit dan dibayar dimuka.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat 1(satu) diatur dengan Keputusan Menteri.

Bab VI
Ketentuan Penutup

Pasal 39

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 8 September 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 11 Juli 2000

Presiden Republik Indonesia

ttd

Abdurrahman Wahid

Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 11 Juli 2000

Sekretaris Negara Republik Indonesia

ttd

Djohan Effendi

Bab VI
Ketentuan Penutup

Pasal 39

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 8 September 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 11 Juli 2000

Presiden Republik Indonesia

ttd

Abdurrahman Wahid

Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 11 Juli 2000

Sekretaris Negara Republik Indonesia

ttd

Djohan Effendi

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108

Salinan sesuai dengan aslinya.

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia,
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I

ttd

Lambock V. Nahattands


Tambahan Lembaran Negara RI No. 3981

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

Umum

Spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas,dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling mengganggu, mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa mengenai batas wilayah negara.

Sumber daya alam tersebut perlu dikelola dan diatur pembinaannya guna memperoleh manfaat yang obtimal dengan memperhatikan kaidah hukum nasional maupun internasional seperti konstitusi dan konvensi International Telecommunication Union serta Radio Regulation.

Dalam rangka pengaturan pengelolaan dan pembinaan sumber daya alam dimaksud, dirasakan perlu untuk menetapkannya dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan bahwa pembinaan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan oleh Menteri. Hal ini dikarenakan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit adalah sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu, perlu kiranya ada perencanaan terhadap penggunaan sumber daya alam dimaksud.

Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri. Sedangkan untuk menggunaan satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit kepada Menteri. Penggunaan terhadap spektrum frekuensi radio dan penggunaan lokasi satelit pada orbit dikenakan biaya penggunaan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Menteri.

Dalam hal adanya gangguan frekuensi radio, pengguna frekuensi radio harus melaporkannya kepada Menteri. Dan Menteri akan melakukan upaya perbaikan terhadap gangguan tersebut.

Apabila sumber gangguan berasal dari negara lain maka Menteri malakukan koordinasi dengan administrasi telekomunikasi negera asal gangguan.

Pasal Demi Pasal

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Huruf a. Lokasi satelit pada orbit adalah tempat kedudukan satelit pada orbit satelit baik geostasioner maupun non-geostasioner. Untuk mendapatkan lokasi satelit pada orbit diperlukan proses pendaftaran ke International Telecommuniction Union oleh Administrasi Telekomunikasi Indonesia

Huruf b. Cukup jelas

Huruf c. Yang dimaksud dengan pendayagunaan antara lain penggunaan frekuensi radio secara bersama (sharing), dan penetapan kembali alokasi frekuensi radio sesuai dengan perkembangan teknologi (realokasi)

Huruf d. Cukup jelas

Huruf e. Cukup jelas

Huruf f. Cukup jelas

Huruf g. Monitoring, observasi dan penertiban dimaksudkan antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pengguna spektrum frekuensi dari gangguan yang merugikan

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1). Tabel alokasi frekuensi radio adalah table yang berisi pengelokasian pita frekuensi radio secara rinci berdasarkan dinas-dinas sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Radio Internasional (Radio Regulation). Tabel alokasi frekuensi radio untuk Indonesia diatur dengan mengacu kepada table alokasi frekuensi internasional untuk wilayah 3 (Region 3) sesuai dengan ketentuan International Telecommunication Union (ITU)

Ayat (2). Cukup jelas

Pasal 6

Huruf a. Perencanaan penggunaan pita frekuensi radio adalah pembagian pita frekuensi radio di dalam alokasi frekuensi radio untuk keperluan telekomunikasi dan bukan telekomunikasi.

Huruf b. Perencanaan penggunaan kanal frekuensi radio ditujukan untuk menetapkan frekuensi kerja suatu stasiun radio.

Pasal 7

Ayat (1). Yang dimaksud dengan laporan masuk dan laporan keluar adalah pemberitahuan kepada instansi yang berwenang dalam hal ini penguasa pelabuhan (port authority) terdekat tentang waktu masuk dan keluarnya kapal berbendera asing dari wilayah perairan Indonesia.

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1). Yang dimaksud dengan laporan masuk dan laporan keluar adalah pemberitahuan kepada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan melalui komunikasi radio dinas bergerak penerbangan mengenai masuk dan keluarnya pesawat udara sipil asing dari wilayah udara Indonesia.

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi diperuntukan bagi kegiatan operasional pertahanan.

Ayat (3). Perencanaan dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio diperuntukan bagi kegiatan operasional keamanan.

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1). Dalam rangka perencanaan dan penggunaan alokasi pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio, seperti mendirikan stasiun radio untuk keperluan pertahanan keamanan negara, Panglima Tentera Nasional Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia harus memberitahukan penggunaan frekuensi radio kepada Menteri untuk kepentingan perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio secara nasional

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1). Yang dimaksud dengan penggunaan bersama (sharing) adalah penggunaan frekuensi radio yang sama untuk dua atau lebih dinas komunikasi radio.

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Cukup jelas

Ayat (4). Ketentuan internasional yang dimaksud merujuk kepada peruturan-peraturan yang ditetapkan oleh International Telecommunication Union.

Pasal 15

Yang dimaksud dengan pembedaan waktu (time separation) untuk penggunaan bersama antara lain adalah pembedaan waktu pengoperasian perangkat radio. Dan pembedaan wilayah (spatial separation) antara lain adalah pembedaan lokasi dan pembedaan arah pola radiasi antenna. Serta pembedaan teknologi (technology separation) antara lain adalah pembedaan polarisasi dan pembedaan kode akses (Code Devision Multiple Access / CDMA).

Pasal 16

Yang dimaksud dengan koordinasi adalah proses penjajakan kemungkinan penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio melalui perhitungan teknis gangguan frekuensi radio antara dua atau lebih administrasi telekomunikasi.

Koordinasi yang dimaksud meliputi:

a. Koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio terestrial-satelit;

b. Koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio terrestrial-satelit;

c. Koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio satelit-satelit.

Pasal 17

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Izin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio diperuntukan bagi keperluan system telekomunikasi tertentu yang memerlukan lebar pita frekuensi radio tertentu. Sedangkan izin penggunaan frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuensi radio diperuntukan bagi system telekomunikasi titik di titik (point-to-point) atau titik ke banyak titik (point-to-multipoint) yang hanya memerlukan satu kanal frekuensi radio.

Ayat (3). Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Yang dimaksud dengan stasiun radio lain adalah stasiun radio yan telah memililki izin.

Ayat (4). Yang dimaksud dengan perameter-parameter teknis antara lain mencakup daya pancar, frekuensi radio, daerah cakupan, arah pancar, penguatan antenna (gain antenna), dan letak geografis

Pasal 19

Yang dimaksud dengan hasil analisa teknis adalah hasil perhitungan dari perameter-parameter teknis.

Pasal 20

Ayat (1). Kegiatan-kegiatan yang bersifat sementera adalah kegiatan yang menggunakan spektrum frekuensi radio kurang dari 1 (satu) tahun, contohnya kegiantan kenegaraan, penelitian atau pemeran yang berskala nasional atau internasional

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Cukup jelas

Ayat (4). Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1). Sepanjang masa laku izin penggunaan frekuensi radio dilaksanakan evaluasi secara berkala untuk memperoleh gambaran unjuk kerja pelayanan kepada masyarakat guna bahan masukan penilaiannya. Hasil penilaian tersebut merupakan masukan untuk bahan pertimbangan keputusan untuk pengakhiran izin atau perpanjangan.

Ayat (2). Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Pada prinsipnya izin stasiun radio tidak dapat dialihkan. Namun, dalam hal kepemilikan perusahaan dialihkan dan atau ada penggabungan antar dua perusahaan atau lebih, maka pengalihan izin stasiun radio dimungkinkan setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1). Penyesuaian peruntukan frekuensi radio dimungkinkan karena adanya perkembangan dan perubahan teknologi. Penyesuaian peruntukan dimaksud merupakan hasil kajian konvensi yang dilaksanakan, disepakati, dan dituangakan dalam ketentuan.

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Perencanaan realokasi frekuensi diupayakan dilaksanakan sendiri mungkin untuk meminimalisasi biaya-biaya yang dapat ditimbulkan akibat proses realokasi.

Pasal 28

Bentuk ganti rugi atau besarnya biaya ganti rugi akibat realokasi frekuensi radio ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar pengguna spektrum frekuensi radio lama dan pengguna spektrum frekuensi radio baru.

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1). Huruf a. Cukup jelas

Huruf b. Jenis penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan dinas khusus meliputi antara lain astronomi, navigasi pelayanan dan penerbangan, pencarian dan pertolongan (SAR), balai monitoring frekuensi nasional, keselamatan penerbangan, keselamatan pelayaran, meteorology dan geofisika, dan penginderaan jarak jauh.

Huruf c. Yang dimaksud dengan azas timbal balik adalah kesepakatan bersama antara nagara Indonesia dangan negara lain untuk saling membebaskan biaya penggunaan spektrum frekuensi radio untuk hubungan ke dan atau dari negera asal.

Yang dimaksud dengan perwakilan negara asing termasuk diantaranya badan/organisasi dunia dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi resmi regional seperti ASEAN.

Ayat (2). Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1). Penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit didasarkan kepada rencana penggunaan satelit dan hasil koordinasi dengan Administrasi Telekomunikasi Negara lain. Dalam hal koordinasi satelit belum selesai seluruhnya, izin penggunaan frekuensi radio untuk segmen bumi dapat diberikan dengan syarat koordinasi tetap dilanjutkan hingga selesai.

Ayat (2). Umur satelit adalah masa satelti tersebut berfungsi sesuai peruntukannya Perpanjangan penggunaan lokasi satelit pada orbit tetap melalui tahapan-tahapan sesuai ketentuan International Telecommunication Union.

Ayat (3). Pada dasarnya hak penggunaan lokasi satelit pada orbit adalah pada Administrasi Telekomunikasi Indonesia.

Pasal 35

Ayat (1). Cukup jelas

Ayat (2). Cukup jelas

Ayat (3). Huruf a. Biaya pendaftaran adalah biaya pendaftaran lokasi satelit pada orbit ke International Telecommunication Unio.

Huruf b. Koordinasi yang dimaksud adalah koordinasi frekuensi dengan administrasi telekomunikasi negara lain.

Ayat (4). Cukup jelas

Ayat (5). Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas


Tidak ada komentar: