Selasa, 27 Mei 2008

Undang-Undang No. 2 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian RI dan Thailand tentang Ekstradisi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 1978

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif dalam memberantas kejahatan dan terutama mengatur serta meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Thailand dalam masalah ekstradisi maka perlu diadakan perjanjian mengenai ekstradisi;

b. bahwa pada tanggal 29 Juni 1976 di Bangkok telah ditandatangani perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand;

c. bahwa perjanjian tersebut perlu disahkan dengan Undang-undang.

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.

Dengan Persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI

Pasal 1

Mengesahkan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi tertanggal 29 Juni 1976, yang salinan naskahnya dilampirkan pada Undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 18 Maret 1978

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 18 Maret 1978

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SUDHARMONO, S.H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1978 NOMOR 12



PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 1978

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI

UMUM

Untuk mengembangkan kerjasama yang efektif dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan, dalam rangka pemberantasan kejahatan terutama dalam masalah ekstradisi, perlu diadakan kerjasama terutama dengan negara tetangga, agar orang-orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Kerjasama yang efektif itu hanya dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan.

Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan memperlancar pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik.

Hal ini perlu terutama dalam masa pembangunan nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan, di mana akibat dari kejahatan tersebut akan banyak merugikan pembangunan nasional dan ketahanan nasional.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Pemerintah Indonesia telah mengadakan perjanjian dengan Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Philippina. Bagi Pemerintah Indonesia, perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Thailand ini merupakan perjanjian ekstradisi yang ketiga.

Di samping telah disahkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan ketiga negara sesama anggota ASEAN tersebut di atas, Pemerintah Indonesia telah mengadakan pula penjagaan mengenai ekstradisi dengan Singapura dan dengan negara lainnya di luar negara-negara anggota ASEAN.

Dalam perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Thailand tersebut sudah dimasukkan semua azas-azas umum yang sudah diakui dan biasa dilakukan dalam Hukum Internasional mengenai ekstradisi, seperti:

a. Azas bahwa tentang yang bersangkutan merupakan tindak Pidana, baik menurut sistim hukum Indonesia maupun sistim hukum Thailand (double criminality);

b. Pelaku kejahatan politik tidak diekstradisikan;

c. Hak untuk tidak menyerahkan warga negara sendiri, kecuali apabila demi penegakan Hukum dan Keadilan dikehendaki lain;

d. Dan azas-azas lainnya.

Tata cara penangkapan, penahanan dan penyerahan akan tunduk semata-mata pada hukum nasional negara masing-masing.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.


Tidak ada komentar: