Senin, 14 April 2008

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA)

UU 1/1967, PENANAMAN MODAL ASING

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:1 TAHUN 1967 (1/1967)

Tanggal:10 JANUARI 1967 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:PENANAMAN MODAL ASING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.bahwa kekuatan ekonomi potensiil yang dengan kurnia Tuhan yang Maha
Esa terdapat banyak di seluruh wilayah tanah air yang belum diolah
untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain disebabkan
oleh karena ketiadaan modal, pengalaman dan tekhnologi;
b.bahwa Pancasila adalah landasan idiil dalam membina: sistim ekonomi
Indonesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap
kebijaksanaan ekonomi;
c.bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi
potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan tekhnologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan managemen;
d.bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan lebih
lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan serta
kesanggupan rakyat Indonesia sendiri;
e.bahwa dalam pada itu azas untuk mendasarkan kepada kemampuan serta
kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan keseganan untuk
memanfaatkan potensi-potensi modal, tekhnologi dan skiil yang tersedia
dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada
kepentingan ekonomi rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap
luar negeri;
f.bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal
untuk mmpercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam
bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat belum dan atau
tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri;
g.bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi
kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, disamping
menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing;

Mengingat:

1.Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) pasal 27 ayat (2) dan pasal 33
Undang-undang Dasar;

2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan;

3.Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan *3720
Pancasila;

4.Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria;

5.Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertimbangan dan
Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi;

6.Undang-undang No.32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

Memutuskan :

Menetapkan:

Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing.

BAB I.

PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING.

Pasal 1.

Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah
meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut
atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang
digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa
pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal
tersebut.

Pasal 2.

Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialah:

a.alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaann devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

b.alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik
orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam
wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari
kekayaan devisa Indonesia.

c.bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini
diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk memmembiayai
perusahaan di Indonesia.

BA B II.

BENTUK HUKUM, KEDUDUKAN DAN DAERAH BERUSAHA.

Pasal 3.

(1) Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk
seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan
perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. *3721 (2) Pemerintah
menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau
bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri.

Pasal 4.

Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusahaan modal
asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional
maupun ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan
keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan
Ekonomi Nasional dan Daerah.

BAB III.

BIDANG USAHA MODAL ASING.

Pasal 5.

(1) Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka
bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing dalam
tiap-tiap usaha tersebut.

(2) Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu
Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan
jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta
tekhnologi.

Pasal 6.

(1) Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing
secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara
dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut:

a.pelabuhan-pelabuhan;
b.produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c.telekomunikasi;
d.pelayaran;
e.penerbangan; f.air minum;
g.kereta api umum;
h.pembangkitan tenaga atom;
i.mass media.

(2) Bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan
Negara, antara lain produksi senjata, mesiu, alat-alat peledak dan
peralatan perang dilarang sama sekali bagi modal asing.

Pasal 7.

Selain yang tersebut pada pasal 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan
bidang-bidang usaha tertentu dimana tidak boleh lagi ditanam modal
asing.

Pasal 8.

*3722 (1) Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada
suatu kerja sama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau
bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2)
Sistim kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain
dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan
oleh Pemerintah.

BAB IV.

TENAGA KERJA.

Pasal 9.

Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi
perusahaan-perusahaan dimana modalnya ditanam.

Pasal 10.

Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga
kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut
pada pasal 11.

Pasal 11.

Perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau
menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara
asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja
warganegara Indonesia.

Pasal 12.

Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban, menyelenggarakan
dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di
dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi
warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur
tenaga-tenaga warganegara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga
warganegara Indonesia.

Pasal 13.

Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal
9, 10, 11 dan 12.

BAB V.

PEMAKAIAN TANAH.

Pasal 14.

Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan
tanah dengan hak guna-bangunan, hak guna-usaha dan hak pakai menurut
peraturan perundangan yang berlaku.

BAB VI.

KELONGGARAN-KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN.

Pasal 15.

*3723 Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan
kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan lainnya sebagai
berikut:

a.Pembebasan dari:

1.Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang
tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha
tersebut mulai berproduksi; 2.Pajak dividen atas bagian laba yang
dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam
jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima) tahun dari saat usaha
tersebut dimulai berproduksi.; 3.Pajak perseroan atas keuntungan
termaksud dalam pasal 19 sub a, yang ditanam kembali dalam perusahaan
bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak
melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman
kembali; 4.Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan
tetap ke dalam wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja
atau pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu;
5.Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman
modal asing.

b.Keringanan:

1.Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarip yang proporsionil
setinggi-tingginya lima puluh perseratus untuk jangka waktu yang tidak
melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebasan sebagai yang
dimaksud dalam ad a, angka 1 tersebut diatas; 2.Dengan cara
memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan
yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang harus
dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut diatas; 3.Dengan
mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan
tetap.

Pasal 16.

(1) Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan
lain tersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat prioritas
mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.

(2) Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan
lain tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan
Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada
sesuatu perusahaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan
ekonomi.

Pasal 17.

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh
Pemerintah.

BA B VII. *3724 JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASING, HAK TRANSFER DAN
REPATRIASI.

Pasal 18.

Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu
berlakunya yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 19,

(1) Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta
asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:

a.keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan
kewajiban-kewajiban pembayaran lain di Indonesia;
b.biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan
di Indonesia;
c.biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut;
d.penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap;
e.kompensasi dalam hal nasionalisasi.

(2) Pelaksanaan transfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 20.

Transfer,yang bersifat repatriasi modal tidak dapat diizinkan selama
kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang
tersebut pada pasal 15 masih berlaku. Pelaksanaan lebih lanjut diatur
oleh Pemerintah.

BAB VIII.

NASIONALISASI DAN KOMPENSASI.

Pasal 21.

Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/ pencabutan hak
milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau
tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus
perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan Undang-undang
dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian.

Pasal 22.

(1) Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka
Pemerintah wajib memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah, macam
dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan
azas-azas hukum internasional yang berlaku.

(2) Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan
mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka
akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak.

(3) Badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh
Pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan *3725 orang
ketiga sebagai ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh Pemerintah dan
pemilik modal.

BAB IX.

KERJA SAMA MODAL ASING DAN MODAL NASIONAL.

Pasal 23.

(1) Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat
diadakan kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan
mengingat ketentuan dalam pasal 3.

(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha,
bentuk-bentuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal
nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang
ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.

Pasal 24.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerja
sama antara modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23
setelah dikurangi pajak-pajak serta kewajiban-kewajiban lain yang
harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta
asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal
asing yang ditanam.

Pasal 25.

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran
perpajakan dan jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian
kompensasi berlaku pula untuk modal asing tersebut dalam pasal 23.

BAB X.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN BAGI PENANAMAN MODAL ASING.

Pasal 26.

Perusahaan-perusahaan modal asing wajib mengurus dan mengendalikan
perusahaannya sesuai dengan azas-azas ekonomi perusahaan dengan tidak
merugikan kepentingan Negara.

Pasal 27.

(1) Perusahaan tersebut pada pasal 3 yang seluruh modalnya adalah
modal asing wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional
secara effektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan
yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Jikalau partisipasi termaksud
dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan penjualan saham-saham yang
telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat ditransfer dalam valuta
asli dari modal asing yang bersangkutan.

BAB XI.

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN *3726 Pasal 28.

(1) Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus ada
koordinasi antara badan-badan Pemerintah yang bersangkutan untuk
menjamin keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadap modal
asing. (2) Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut akan
ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 29. Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman
modal asing yang dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik
dalam perusahaan-perusahaan baru maupun dalam perusahaan-perusahaan
yang telah ada untuk menyelenggarakan pengluasan dan /atau
pembaharuan.

BAB XII.

KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 30.

Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan ditetapkan
lebih lanjut oleh Pemerintah.

BAB XIII.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1967. Presiden Republik
Indonesia, SUKARNO.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1967. Sekretaris
Negara,

MOHD. ICHSAN.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1967 tentang PENANAMAN MODAL
ASING. *3727 PENJELASAN UMUM.

Keadaan ekonomi kita sejak beberapa tahun ditandai oleh kemerosotan
daya beli Rakyat secara terus menerus dan perbedaan tingkat hidup yang
makin menonjol. Keadaan yang menyedihkan ini tidak dapat dibiarkan
berlangsung terus dan harus segera dihentikan. Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara telah menetapkan bahwa kepada masalah perbaikan
ekonomi Rakyat harus diberikan prioritas utama diantara soal-soal
Nasional dan bahwa cara menghadapi masalah-masalah ekonomi harus
didasarkan kepada prinsip-prinsip ekonomi yang rasionil dan realistis.
Dengan berpegang teguh kepada Ketetapan M.P.R.S. ini maka segera harus
diambil langkah-langkah untuk memperbaiki nasib ekonomi rakyat.
Masalah ekonomi adalah masalah meningkatkan kemakmuran Rakyat dengan
menambah produksi barang dan jasa, sedang selanjutnya adalah masalah
mengusahakan pembagian yang adil dari barang dan jasa hasil produksi.
Peningkatan produksi dapat tercapai melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan management. Dalam rangka ini
penanaman modal memegang peranan yang sangat penting. Dalam
menghentikan kemerosotan ekonomi dan melaksanakan pembangunan ekonomi
maka azas, penting yang harus dipegang teguh ialah bahwa segala usaha
harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan Rakyat Indonesia
sendiri. Namun begitu azas ini tidak boleh menimbulkan keseganan untuk
memanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan skill yang tersedia
dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada
kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap
luar negeri. Berdasarkan pangkal tolak yang rasionil dan realistis
sebagaimana diuraikan diatas maka ditetapkan Undang-undang tentang
Penanaman Modal Asing. Untuk mencapai maksud tersebut diatas, maka
dengan Undang-undang kepada modal asing diberikan
pembebasan/kelonggaran perpajakan dan fasilitas-fasilitas lain. Dalam
pada itu Undang-undang ini tidak membuka seluruh lapangan usaha bagi
modal asing.

Dominasi modal asing seperti dikenal dalam zaman penjajahan dengan
sendirinya harus dicegah. Perusahaan-perusahaan vital yang menguasai
hajat hidup orang banyak tetap tertutup bagi modal asing (pasal 6).
Dalam tiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu
berlakunya yang tidak lebih dari 30 tahun. Kecuali itu didalam
menentukan bidang-bidang usaha mana modal asing diperbolehkan,
Pemerintah sepenuhnya memperhatikan kekuatan modal nasional yang ada
rencana-rencana pembangunan yang akan disusun oleh Pemerintah (pasal
5.).

Dalam hal ini tidak boleh dilupakan bahwa tanah, kekayaan alam dan
iktikat baik negara dan bangsa Indonesia juga dapat diperhitungkan
sebagai modal yang berharga. Penanaman modal asing menurut
Undang-undang ini dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan yang dari
semula modalnya seratus persen terdiri dari modal asing ataupun dalam
bentuk kerja-sama antara modal asing dan modal nasional. Berhubung
dengan ketentuan dalam pasal 27 Pemerintah akan *3728 menentukan pula
bidang-bidang usaha mana yang hanya dapat diusahakan dalam bentuk
kerja-sama dengan modal nasional (pasal 5 ayat 1).

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.

Berbeda dari pada kredit yang risiko penggunaannya ditanggung oleh
peminjam maka didalam penanaman modal asing risiko penggunaannya
menjadi tanggungan penanam. Undang-undang ini hanya mengatur hal
penanaman modal asing dan tidak mengatur hal kredit. Berhubung dengan
itu maka perlu dikemukakan kemungkinan adanya modal asing yang
digunakan dalam sesuatu usaha sepenuhnya, dan adanya modal asing yang
dimanfaatkan dalam sesuatu usaha dalam kerja-sama dengan modal
nasional.

Pasal 2.

Modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta
asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang
diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia,
penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam
perusahaan di Indonesia, dan keuntungan yang boleh ditransfer keluar
negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.

Pasal 3.

Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnya sebagai
orang-perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan di
bidang hukum internasional. Dengan mewajibkan bentuk badan hukum maka
dengan demikian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnya,
yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai
badan hukum terdapat ketegasan tentang modal yang ditanam di
Indonesia.

Pasal 4.

Dengan ketentuan ini maka dapat diusahakan pembangunan yang merata di
seluruh wilayah Indonesia dengan memperhatikan daerah-daerah minus,
sesuai dengan rencana pembangunan ekonomi nasional dan daerah.

Pasal 5.

Cukup jelas.

Pasal 6.

Cukup jelas.

Pasal 7.

Cukup jelas.

Pasal 8.

Untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan ekonomi maka Pemerintah
menentukan bentuk-bentuk kerjasama antara modal asing dan modal
nasional yang paling menguntungkan untuk tiap bidang usaha. Mungkin
bentuk kerja-sama ini berujud kontrak karya, joint venture atau bentuk
lainnya.

Pasal 9.

Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi
perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah sewajarnyalah karena
penanam modal asing ingin menyerahkan *3729 pengurusan modal kepada
orang yang dipercayainya. Dalam hal kerja-sama antara modal asing dan
modal nasional, direksi ditetapkan bersama-sama.

Pasal 10 dan 11. Cukup jelas.

Pasal 12.

Kecuali memberikan pendidikan dalam bidang teknik, maka perusahaan
modal asing diwajibkan menyelenggarakan dan/atau menyediakan
fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan dalam bidang pemasaran
dalam dan luar negeri.

Pasal 13.

Pengawasan oleh Pemerintah dilaksanakan secara aktif dan effektif.

Pasal 14.

1.Ketentuan pasal ini yang memungkinkan diberikannya tanah kepada
perusahaan-perusahaan yang bermodal asing bukan saja dengan hak pakai,
tetapi juga dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan
penegasan dari apa yang ditentukan di dalam pasal 55 ayat 2
Undang-undang Pokok Agraria, berhubungan dengan pasal 10, 62 dan 64
Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966.

2.Sesuai,dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria pasal 35, pasal
29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, yang mengingat keadaan
perusahaan dan bangunannya dapat diperpanjang dengan waktu paling lama
20 tahun. Hak guna usaha dapat diberikan dengan jangka waktu paling
lama 25 tahun. Kepada perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan
macam tanaman yang diusahakannya memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan hak guna usaha dengan jangka waktu hak guna usaha
tersebut dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, Hak pakai diberikan
dengan jangka waktu menurut keperluannya, dengan mengingat
pembatasan-pembatasan bagi hak guna bangunan dan hak guna usaha
tersebut di atas.

Pasal 15.

a. Pembebasan : 1.Karena usaha sesuatu perusahaan itu beraneka ragam
dan dengan demikian juga kemungkinan berproduksinya maka jangka waktu
pembebasan pajak dapat diatur sesuai dengan itu. Jangka waktu maksimal
5 tahun dianggap cukup untuk memberi kompensasi terhadap pengeluaran
yang dilakukan sebelum usaha bersangkutan berproduksi. Menurut
pengertian internasional saat permulaan berproduksi adalah saat
sesuatu usaha baru mulai berproduksi dalam jumlah yang dapat
disalurkan di pasaran.

2.Pembagian laba yang diperoleh selama waktu pembebasan pajak wajar
dibebaskan juga dari pengenaan pajak deviden.

3.Keuntungan yang ditanam kembali, diperlukan sebagai penanaman modal
asing baru. *3730 4. Cukup jelas.

5.Dalam rangka pemberian pembebasan pajak kepada modal asing maka
tidak diadakan pungutan sub a No. 5, karena tergolong biaya sebelum
sesuatu usaha baru berproduksi.

b. Keringanan: 1.Dengan menyimpang dari tarip pajak perseroan marginal
sebesar enam puluh perseratus dari jumlah laba bersih, sebagaimana
ditentukan dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925 maka untuk jangka
waktu yang tidak melebihi 5 tahun sesudah jangka waktu pembebasan
diberikan suatu penurunan tarip pajak dengan memperhatikan
bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas yang dimaksud dalam pasal
5 ayat (1). Jumlah pajak dalam jangka waktu tersebut akan berupa suatu
tarip proporsionil setinggi-tingginya lima puluh perseratus dari laba
tahunan bersih. 2.Pasal 7 Ordonansi Pajak Perseroan 1925 menentukan
bahwa kerugian yang diderita dalam sesuatu tahun hanya dapat
diperhitungkan dengan laba dalam 2 tahun berikutnya. Menurut ketentuan
dalam angka 2 sub b ini maka kerugian yang diderita selama jangka
waktu pembebasan tersebut sub a angka 1, dapat diperhitungkan dengan
laba yang diperoleh setelah jangka waktu sehingga kerugian tersebut
dapat diperhitungkan penuh. 3.Menteri Keuangan akan mengatur sesuatu
tabel penyusutan untuk barang perlengkapan tetap perusahaan baru modal
asing dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan
prioritas yang disebut dalam pasal 5 ayat (1).

Pasal 16.

1.Besarnya kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan
lain tersebut dalam pasal 15 ditentukan sesuai dengan prioritas
mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5 dan
sesuai pula dengan berat ringannya usaha. 2.Ada kemungkinan sesuatu
perusahaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia dapat membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpajakan
dan pungutan-pungutan lain seperti tersebut dalam ayat (1) masih belum
cukup untuk berusaha secara effisien dan effektif. Hal yang demikian
itu dapat terjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal yang
sangat besar untuk investasi atau untuk biaya "overhead". Dalam
keadaan yang demikian Pemerintah dapat memberikan
kelonggaran-kelonggaran itu kepada setiap perusahaan yang dianggap
pantas untuk diberikannya. Tiap-tiap keputusan Pemerintah itu harus
dituangkan dalam, suatu Peraturan Pemerintah. Apabila Pemerintah
membuat Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (2)
maka Pemerintah akan menghubungkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan-ketentuan mengenai kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan
pungutan-pungutan lain yang dimaksud dalam Bab VI Undang-undang ini
akan dilakukan juga bagi modal nasional dan bagi modal domestic asing
dalam bidang-bidang usaha yang sama.

*3731 Pasal 17. Dalam peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah nanti akan ditentukan lebih lanjut pelaksanaan
administratif perpajakan.

Pasal 18.

Selanjutnya diadakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1.Perusahaan modal asing harus.mengadakan pembukuan tersendiri dari
modal asingnya.

2.Untuk menetapkan besarnya modal asing maka jumlahnya harus dikurangi
dengan jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer.

3.Tiap tahun perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada Pemerintah
suatu ikhtisar dari modal asingnya.

Pasal 19 dan 20. Perusahaan modal asing diberikan izin transfer dalam
valuta aslinya setelah bekerja beberapa waktu menurut penetapan
Pemerintah. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik
penanaman modal asing. Realisasi transfer termaksud ditetapkan lebih
lanjut oleh Pemerintah. Semua transfer selain yang diperkenankan
berdasarkan pasal 19 huruf a, b dan c dipandang sebagai repatriasi
modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan yang
menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi
modalnya/mentransfer penyusutan modalnya selama perusahaan-perusahaan
itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan
pungutan-pungutan lain. Perlu diterangkan bahwa transfer keuntungan
modal asing dapat dilakukan juga selama perusahaan itu memperoleh
kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.

Pasal 21 dan 22. Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang
ditanam di Indonesia maka dalam pasal ini ditetapkan bahwa Pemerintah
tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing,
kecuali jika kepentingan Negara menghendakinya. Tindakan demikian itu
hanya dapat dilakukan dengan Undang-undang serta dengan pemberian
kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional.

Pasal 23.

Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal
Pemerintah Pusat dari Daerah, Koperasi dan modal swasta nasional.

Pasal 24 dan 25. Cukup jelas.

Pasal 26.

Maksud ketentuan ini adalah untuk mencegah jangan sampai perusahaan
modal asing yang bersangkutan melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan kepentingan Negara, ataupun tidak melakukan sepenuhnya
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyelenggarakan perusahaan
secara effektif dan effisien sesuai dengan tujuan pemberian kesempatan
menanam modal asing di Indonesia.

Pasal 27.

Cukup jelas. *3732 Pasal 28.

Dalam melaksanakan Undang-undang ini tersangkut bidang berbagai
Departemen. Karena itu perlu diadakan badan koordinasi yang sederhana
yang dapat berbentuk dewan yang terdiri dari Menteri-Menteri yang
bersangkutan.

Pasal 20, 30 dan 31 Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

DICETAK ULANG
_________________________________________________________________

Tidak ada komentar: