Senin, 14 April 2008

Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan

UU 14/1967, POKOK POKOK PERBANKAN

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:14 TAHUN 1967 (14/1967)

Tanggal:30 DESEMBER 1967 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:POKOK-POKOK PERBANKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.bahwa Negara kita adalah Negara yang agraris yang perlu dibangun
untuk memperbesar produksi dan yang menyangkut langsung bidang
industri, prasarana dan kesehatan serta kesejahteraan Rakyat;
b.bahwa dalam rangka pembangunan tata-perekonomian Nasional perlu
diadakan penilaian kembali terhadap tata-perbankan yang sekarang
berlaku sesuai dengan jiwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. XXIII/ MPRS/1966;
c.bahwa berhubung dengan itu perlu segera mengatur kembali
tata-perbankan supaya dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan
perkembangan ekonomi dan moneter;
d.bahwa karenanya perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai
perbankan dengan suatu Undang-undang.

Mengingat:

1.Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 23 dan pasal 33
Undang-undang Dasar 1945;

2.Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
XXIII/MPRS/1966;

3.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
XXXIII/MPRS/1967. 245 1967, No. 34

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

Memutuskan :

I. Mencabut:

1.Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1955 tentang pengawasan terhadap
urusan kredit (Lembaran-Negara No. 2 tahun 1955) sebagaimana ditambah
dan diubah);

2.Undang-undang No. 23 Prp. tahun 1960 tentang rahasia bank.

II. Menetapkan:

Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan, sebagai berikut:

BAB I *3877 KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan:

a."Bank" adalah Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang.
b."Lembaga Keuangan" adalah semua badan yang melalui
kegiatan-kegiatannya dibidang keuangan, menarik uang dari dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat.
c."Kredit" adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara
bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga
yang telah ditetapkan.
d."Kredit jangka pendek" adalah kredit yang berjangka waktu maksimum 1
(satu) tahun. Dalam kredit jangka pendek juga termasuk kredit untuk
tanaman musiman yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun.
"Kredit jangka menengah" adalah kredit yang berjangka waktu antara 1
(satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun, kecuali kredit untuk
tanaman musiman tersebut diatas. "Kredit jangka panjang" adalah kredit
yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun.
e."Giro" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek,
surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah-bukuan.
f."Deposito" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut
perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
g."Tabungan" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat- syarat tertentu.

Pasal 2.

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini,
maka terhadap bank yang dimaksud dalam Undang-undang ini berlaku
segala macam hukum Indonesia.

BAB II

JENIS DAN MACAM LEMBAGA PERBANKAN.

Pasal 3

(1)Menurut fungsinya bank dibedakan dalam:

a.Bank Sentral ialah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang Dasar 1945, dan yang selanjutnya akan diatur dengan
Undang-undang tersendiri.
b.Bank Umum ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya
terutama memberikan kredit jangka pendek.
c.Bank Tabungan ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam *3878 usahanya
terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.
d.Bank Pembangunan ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas
berharga jangka menengah dan panjang dan dalam usahanya terutama
memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan.

(2) Apabila Bank Pembangunan menerima simpanan giro, maka
penggunaannya dilakukan menurut bimbingan Bank Indonesia.

(3) Dengan Undang-undang dapat ditetapkan lain-lain jenis bank menurut
kebutuhan dan perkembangan ekonomi.

Pasal 4.

Suatu Badan atau perorangan yang melakukan usaha serupa dengan usaha
bank, wajib menamakan dirinya "Bank".

BAB III

PENDIRIAN DAN PIMPINAN BANK.

Pasal 5.

Bank Umum milik Negara.

(1) Bank Umum milik Negara didirikan dengan Undang-undang berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum milik Negara
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.

Pasal 6.

(1) Bank Umum milik Negara dipimpin oleh Direksi yang jumlah anggota
dan susunannya serta tugas, wewenang dan tanggung jawabnya ditetapkan
dalam Undang-undang tentang pendirian bank tersebut.

(2) Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan.

(3) Pengangkatan termaksud dalam ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu
5 (lima) tahun dan setelah waktu itu berakhir anggota Direksi yang
bersangkutan dapat diangkat kembali.

(4) Anggota Direksi termaksud dalam ayat (1) harus memiliki keahlian
dan akhlak serta moral yang baik.

Pasal 7.

(1) Dewan Pengawas Bank Umum milik Negara mengawasi pengurusan atas
bank yang dilakukan oleh Direksi.

(2) Tugas, wewenang, tanggung jawab dan susunan Dewan Pengawas Bank
termaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Undang-undang tentang
pendirian bank yang bersangkutan.

*3879 (3) Direksi Bank Umum milik Negara bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Pengawas Bank yang bersangkutan.

(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) berlaku
juga untuk Dewan Pengawas Bank.

Pasal 8.

Bank Umum Swasta.

(1) Bank Umum Swasta hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha
sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat
sebagai berikut:

a.berbentuk hukum perseroan terbatas.
b.mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp 1.000.000,-
(satu juta rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah modal
dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
memperhatikan kondisi setempat.
c.saham-saham dari perseoran terbatas seluruhnya harus dimiliki oleh
warga-negara Indonesia dan/atau badan-badan hukum yang
peserta-pesertanya dan pimpinannya terdiri atas warga-negara
Indonesia, menurut syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Saham-saham tersebut hanya boleh dikeluarkan "atas nama".
Setiap pemindah-tanganan saham wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
d.pimpinan dan pegawai dari bank yang mempunyai kedudukan vital harus
seluruhnya warga-negara Indonesia.

(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum Swasta hanya
dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan, setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.

(3) Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut tentang syarat-syarat
tambahan, cara-cara pengajuan permintaan izin usaha Bank Umum Swasta
dan syarat-syarat pembukaan cabang dan perwakilan.

Pasal 9.

Bank Umum Koperasi.

(1) Bank Umum Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha
sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat
sebagai berikut:

a.berbentuk hukum koperasi.
b.mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp 1.000.000,-(satu juta
rupiah) dengan ketentuan bahwa pada waktu pendirian, dari jumlah
simpanan pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp 500.000,-
(lima ratus ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp 500.000,- (lima ratus
ribu rupiah) sudah harus terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pendirian tersebut.
c.Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah simpanan pokok minimum yang
lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi
setempat.
d.Pimpinan dan pegawai dari bank seluruhnya adalah Warga Negara *3880
Indonesia.

(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum Koperasi
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.

(3) Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut tentang syarat-syarat
tambahan, cara-cara pengajuan permintaan izin usaha Bank Umum Koperasi
dan syarat-syarat pembukaan cabang dan perwakilan.

(4) Tata-kerja Bank Umum Koperasi akan diatur tersendiri oleh Bank
Indonesia bersama-sama dengan Departemen yang mengurus masalah
perkoperasian dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 23,
25 dan 31 Undang-undang ini.

Pasal 10.

Bank Tabungan milik Negara.

Bank Tabungan milik Negara didirikan dengan Undang-Undang berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pasal 11.

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6 dan pasal 7
berlaku juga untuk Bank Tabungan milik Negara.

Pasal 12.

Bank Tabungan Swasta.

(1) Bank Tabungan Swasta hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha
sebagai bank tabungan setelah mendapat izin usaha dari Menteri
Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar
syarat-syarat sebagai berikut:

a.berbentuk hukum perseroan terbatas,
b.mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp 50.000,-
(lima puluh ribu rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah
modal dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan
dengan memperhatikan kondisi setempat.
c.memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (1) c dan
d.

(2) Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga untuk Bank
Tabungan Swasta.

Pasal 13.

Bank Tabungan Koperasi.

(1) Bank Tabungan Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha
sebagai bank tabungan setelah mendapat izin usaha dari Menteri
Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar
syarat-syarat sebagai berikut:

a.berbentuk hukum koperasi.
b.mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp 50.000,- (lima puluh
ribu rupiah), dengan ketentuan bahwa pada waktu *3881 pendirian dari
jumlah simpanan pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp
25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp 25.000,-
(dua puluh lima ribu rupiah) sudah harus terkumpul dalam waktu 1
(satu) tahun terhitung mulai tanggal pendirian tersebut. Menteri
Keuangan dapat menetapkan jumlah simpanan pokok minimum yang lebih
tinggi menurut perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi
setempat.
c.memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 9 ayat (1)huruf d.

(2) Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk
Bank Tabungan Koperasi.

Pasal 14.

Bank Pembangunan milik Negara.

Bank Pembangunan milik Negara didirikan dengan Undang-undang
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pasal 15.

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6 dan pasal 7
berlaku juga untuk Bank Pembangunan milik Negara.

Pasal 16.

Bank Pembangunan Daerah. (1) Bank Pembangunan Daerah didirikan menurut
ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang.

(2) Bank Pembangunan Daerah baru menjalankan usahanya setelah mendapat
izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Menteri
Dalam Negeri dan Bank Indonesia.

(3) Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga usaha Bank
Pembangunan Daerah.

Pasal 17.

Bank Pembangunan milik Swasta.

(1) Bank Pembangunan milik Swasta hanya boleh didirikan dan
menjalankan usahanya sebagai bank pembangunan setelah mendapat izin
usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank
Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

a.berbentuk hukum perseroan terbatas.
b.mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp 2.000.000,-
(dua juta rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah modal
dibayar minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
memperhatikan kondisi setempat.
c.memenuhi ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (1) huruf c dan d.

(2) Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga untuk Bank
Pembangunan Swasta. *3882 Pasal 18.

Bank Pembangunan Koperasi.

(1) Bank Pembangunan Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan
usahanya sebagai bank pembangunan setelah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas
dasar syarat-syarat sebagai berikut:

a.berbentuk hukum koperasi.
b.mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp 2.000.000,-(dua juta
rupiah) dengan ketentuan bahwa pada waktu pendirian dari jumlah
simpanan pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) dan sisanya sebesar Rp 1.000.000,-
(satu juta rupiah) sudah harus terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pendirian tersebut. Menteri Keuangan dapat
menetapkan jumlah simpanan pokok minimum yang lebih tinggi menurut
perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi setempat.
c.memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 9 ayat (1)huruf d.

(2) Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk
Bank Pembangunan Koperasi.

BAB IV.

BANK ASING.

Pasal 19.

(1) Bank Asing diperkenankan menjalankan usahanya di Indonesia hanya
di bidang bank pembangunan dan/atau bank umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini, dengan mengutamakan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat bagi pembangunan Negara dan kepentingan nasional pada
umumnya.

(2) Bank Asing tersebut dalam ayat (1) hanya dapat didirikan dan
menjalankan usaha sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari
Menteri Keuangan. izin tersebut diberikan oleh Menteri Keuangan
sesudah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

Pasal 20.

Bank Asing tersebut dalam pasal 19 hanya dapat didirikan dalam bentuk:

a. cabang dari bank yang sudah ada di luar negeri;
b.suatu Bank Campuran antara Bank Asing dan Bank Nasional di Indonesia
yang berbadan hukum Indonesia dan berbentuk perseroan terbatas.

Pasal 21.

Saham-saham dari perseroan terbatas tersebut dalam pasal 20 huruf (b)
hanya boleh dikeluarkan "atas nama".

Pasal 22.

*3883 Hal-hal tentang Bank. Asing yang belum diatur dalam
Undang-undang ini ditetapkan dengan Undang-undang.

BAB V.

USAHA-USAHA PERBANKAN.

Pasal 23.

(1) Bank Umum memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara
telegram maupun dengan surat, ataupun dengan jalan memberikan
wesel-tunjuk diantara sesama kantornya; penarikan atas saldo kredit
yang ada pada koresponden dilakukan secara telegram atau dengan
wesel-tunjuk atau dengan cek.

(2) Bank Umum menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening
koran, menjalankan perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran
dari tagihan atas kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antara pihak ketiga.

(3) Bank umum mendiskonto:

a.surat wesel dan surat order dengan dua penanggungjawab atau lebih
secara solider dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama daripada
kebiasaan dalam perdagangan;
b.surat wesel dan kertas dagang yang lain yang tidak lebih lama masa
berlakunya daripada kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik
dengan jaminan surat kredit, maupun dengan jaminan
dokumen-pengangkutan;
c.kertas perbendaharaan atas badan Negara;
d.surat hutang dengan pelunasan dalam enam dan selama diskontannya
turut bertanggungjawab secara solider;
e.mandat dan/atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk
rendemen lelang.

(4)Bank Umum membeli dan menjual:

a.wesel yang diakseptasi oleh bank yang waktu berlakunya tidak lebih
lama dari kebiasaan dalam perdagangan;
b.kertas perbendaharaan atas beban Negara;
c.surat hutang yang tercatat pada suatu bursa efek yang resmi atas
beban Negara atau bunganya atau pelunasannya dijamin oleh Negara.

(5) Bank umum membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang yang
lain dan pembayaran dengan surat dan telegram, yang masa berlakunya
sekedar berlaku atas hal ini, tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalam perdagangan, dan adanya jaminan yang lazim berlaku untuk hal
itu.

(6) Bank Umum membeli kredit terutama dengan tanggungan efek, hasil
bumi barang, juga dengan tanggungan dokumen pengangkutan dan dokumen
penyimpan atau cedul yang mewakili barang itu; Begitu juga dengan
tanggungan kertas berharga termaksud pada ayat (3) dan ayat (5) pasal
ini, yang mewakili barang itu.

(7) Bank Umum memberi jaminan bank (bank garantie) dengan tanggungan
yang cukup.

(8) Bank Umum menyewakan tempat menyimpan barang-barang *3884
berharga.

(9) Bank Umum menjalankan usaha lain lazim dilakukan oleh suatu Bank
Umum.

Pasal 24.

(1) Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga.

(2) Pada penyitaan barang-tetap atau hasil bumi, barang, efek atau
tanggungan lain, yang terikat kepada bank, sebagai jaminan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap bank, maka bank boleh membeli
seluruh atau sebagian dari barang tetap atau hasil bumi, barang efek
atau tanggungan yang lain untuk dijadikan uang kembali
secepat-cepatnya.

Pasal 25.

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam pasal 3 ayat (1)
huruf b, Bank Umum diperkenankan memberikan kredit jangka menengah
hanya untuk tujuan bidang produksi. Jumlah kredit itu diberikan
menurut perbandingan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(2) Bank Umum dapat memberikan kredit jangka panjang dan, atau turut
serta dalam perusahaan dengan persetujuan dan dengan syarat-syarat
yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 26.

(1) Bank Tabungan terutama memperbungakan hanya dalam kertas berharga
yang solide.

(2) Bank Tabungan dapat memberikan kredit yang pelaksanaannya
dilakukan menurut bimbingan oleh Bank Indonesia.

Pasal 27.

Jumlah kredit termaksud dalam pasal 26 ayat (2) hanya boleh diberikan
sampai suatu jumlah menurut perbandingan dengan seluruh simpanan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 28.

(1) Bank Pembangunan diperkenankan mengadakan penyertaan modal dalam
perusahaan, dengan persetujuan dan dengan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penyertaan modal tersebut tidak
bersifat tetap.

(2) Bank Indonesia memberikan bimbingan kepada Bank Pembangunan dalam
usahanya menarik dana-dana jangka panjang.

Pasal 29.

(1) Bank Pembangunan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka
menengah dan panjang.

(2) Bank Pembangunan diperkenankan mempergunakan simpanan gironya
untuk pemberian kredit jangka pendek. Jumlah kredit *3885 tersebut
hanya boleh diberikan sampai suatu jumlah menurut perbandingan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mengingat tujuan daripada Bank
Pembangunan.

BAB VI

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BANK.

Pasal 30.

(1) Bank Indonesia dapat menetapkan ketentuan-ketentuan umum mengenai
kewajiban Direksi dan Dewan Pengawas/ Dewan Komisaris, bagi setiap
Bank baik milik Negara, Swasta maupun Koperasi.

(2) Terhadap pelanggaran kewajiban termaksud dalam ayat (1) Bank
Indonesia dapat menetapkan sanksinya.

Pasal 31.

(1) Untuk kepentingan likwiditas dan solvabilitas setiap bank
diwajibkan memelihara perbandingan tertentu menurut
ketentuan-ketentuan umum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(2) Bank yang tidak memenuhi kewajiban termaksud dalam ayat (1) dapat
dikenakan sanksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 32.

(1) Bank wajib memberikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan
bahan mengenai usahanya menurut cara yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.

(2) Setiap Bank wajib atas permintaan Bank Indonesia atau petugas yang
ditunjuk oleh Bank. Indonesia untuk memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku dan berkas-berkas yang ada adanya guna penyelidikan
kebenaran dari keterangan dan bahan yang telah diberikannya itu, dan
seterusnya untuk memberikan segala bantuan dalam pelaksanaan
pemeriksaan buku dan berkas-berkas tersebut.

(3) Yang menguasai buku dan berkas-berkas termaksud dalam ayat (2)
wajib jika diminta, memperlihatkannya dengan segera kepada Bank
Indonesia atau petugas yang ditunjuk oleh Bank Indonesia untuk
melakukan pemeriksaan tersebut.

(4) Jika dianggap perlu, Menteri Keuangan atau petugas yang ditunjuk
olehnya dapat pula minta kepada bank melalui Bank Indonesia segala
bahan serta keterangan dan melakukan pemeriksaan buku-buku dan
berkas-berkas sebagai tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini.
Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan pasal ini tidak
diumumkan dan bersifat rahasia.

Pasal 33.

Setiap Bank wajib tiap tahun, dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia mengirimkan kepada Bank Indonesia sebuah neraca disertai
perhitungan rugi-laba dan penjelasan yang dianggap perlu, menurut
bentuk, yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca serta perhitungan
rugi-laba tersebut disetujui terlebih dahulu oleh seorang
akuntan-luar.

*3886 Pasal 34.

Jika dari keterangan dan bahan yang dimaksud dalam pasal 32 dan 33
Bank Indonesia melihat tanda-tanda adanya suatu perkembangan yang
menurut pendapatnya membahayakan atau dapat membahayakan solvabilitas
atau likwiditas bank yang bersangkutan, maka Bank Indonesia, mengambil
tindakan-tindakan pengamanan untuk mengatasi kesulitan solvabilitas
dan likwiditas tersebut menurut prosedure yang ditetapkannya.

Pasal 35.

Semua bank wajib setiap tahun mengumumkan neraca tahunan disertai
perhitungan rugi-laba.

BAB VII.

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN.

Pasal 36.

Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan
keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,
kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Pasal 37.

(1) Menteri Keuangan berwenang untuk memerintahkan kepada bank secara
tertulis, supaya memberikan keterangan-keterangan dan memperlihatkan
buku-buku, bukti-bukti tertulis atau surat-surat dari seorang nasabah
kepada penjabat pajak untuk keperluan perpajakan. Perintah tersebut
diatas menyebutkan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki
keterangannya.

(2) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara tindak-pidana, Menteri
Keuangan dapat memberi izin kepada Jaksa/Hakim untuk meminta pada bank
keterangan tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa. Izin itu
diberikan secara tertulis atas permintaan jaksa Agung, apabila yang
memerlukan keterangan adalah Jaksa dan atas permintaan Ketua Mahkamah
Agung, apabila Hakim yang memerlukan keterangan-keterangan itu.
Apabila yang memerlukan keterangan adalah Jaksa, maka disebutkan nama
tersangka, sebab-sebab keterangan diminta dan hubungan antara perkara
pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diminta.

BAB VIII.

KETENTUAN PIDANA.

Pasal 38.

Barangsiapa menjalankan usaha bank tanpa izin dari Menteri Keuangan,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

*3887 Pasal 39.

(1) Barangsiapa, bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 37 memaksa
bank untuk memberikan keterangan seperti termaksud pada pasal 36,
dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya 1 (satu) tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

(2) Anggota Direksi atau pegawai bank yang memberikan keterangan
tentang hal-hal yang harus dirahasiakan, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp
10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

(3) Anggota Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib diberikannya menurut pasal 32 dan
pasal 37, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

(4) Tindak pidana tersebut pada pasal ini dianggap sebagai kejahatan.

Pasal 40.

(1) Apabila kewajiban-kewajiban yang tersebut dalam Undang-undang ini
kecuali yang dimaksud dalam pasal 36 dan 37 tidak dipenuhi oleh bank
yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi-sanksi
administratif atau mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk
mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.

(2) Apabila dianggap perlu Bank Indonesia dapat mengajukan
persoalannya kepada Pengadilan untuk menuntut yang bersangkutan
termaksud dalam ayat (1) diatas berdasarkan pasal 216 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.

BAB IX.

KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 41.

(1) Bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank-bank
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini telah ada, tetap menjalankan tugasnya
dalam sistim perbankan berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Pengaturan mengenai status dan tugas dari bank tersebut dalam ayat
(1) dilakukan dengan Undang-undang.

(3) Bank tersebut dalam ayat (1) diwajibkan untuk memberikan laporan
dan bahan kepada Bank Indonesia mengenai keadaan (personil dan
administrasi) dan kegiatannya yang dilakukan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan terhitung mulai saat berlakunya Undang-undang ini.

(4) Sambil menunggu dikeluarkannya Undang-undang tersebut dalam ayat
(2), Bank Indonesia berdasarkan laporan dan bahan-bahan tersebut dalam
ayat (3) dapat mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk
memberikan izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.

*3888 Pasal 42.

(1) Bank koprasi yang pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini
telah ada, tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.

(2) Dalam waktu 6 (enam) bulan setelah saat mulai berlakunya
undang-undang ini, bank koperasi yang telah ada diwajibkan memberikan
laporan dan bahan kepada Bank Indonesia mengenai keadaan (personil dan
administrasi) dan kegiatan yang dilakukannya.

(3) Bank Indonesia berdasarkan laporan dan bahan-bahan tersebut dalam
ayat (2) dapat mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk
memberikan izin usaha berdasarkan Undang-undang ini, setelah mendengar
pertimbangan Menteri yang mengatur bidang per-koperasian.

Pasal 43.

(1) Izin usaha bank yang telah dikeluarkan dan belum dicabut pada saat
mulai berlakunya Undang-undang ini berlaku sebagai izin untuk
melakukan usaha bank berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Menteri Keuangan mengatur penyesuaian peraturan-peraturan yang
telah dikeluarkan berdasarkan peraturan perundangan yang lama dengan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 44.

Bank-bank yang telah didirikan dengan Undang-undang tetap menjalankan
tugasnya sambil menunggu pengaturannya berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang ini.

Pasal 45.

Sesudah pengundangan Undang-undang ini tiada suatu badan atau
perorangan pun boleh menamakan dirinya "Bank", jikalau tidak mendapat
izin usaha dari Menteri Keuangan menurut ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini, kecuali bank yang didirikan dengan Undang-undang.

Pasal 46.

Sebelum Undang-undang termaksud dalam pasal 22 ditetapkan, Pemerintah
diberi wewenang untuk mengatur berdasarkan peraturan-peraturan
perundangan.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 47.

Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, dan
untuk memupuk suasana yang baik, maka Bank Indonesia mengadakan
perembukan dan konsultasi secara teratur dalam suatu musyawarah yang
anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil perbankan.

Pasal 48.

*3889 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49. Undang-undang ini
dapat disebut "Undang-undang Perbankan 1967". Saat mulai berlakunya
Undang-undang ini ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1967. Pejabat Presiden
Republik Indonesia,

SOEHARTO Jenderal T.N.I.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1967. Sekretaris
Kabinet Ampera,

SUDHARMONO S.H. Brig. Jen. T.N.I.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG No. 14 TAHUN 1967 tentang POKOK-POKOK
PERBANKAN.

A. PENJELASAN UMUM. 1. Sesuai dengan jiwa dan makna Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966, maka usaha untuk
menuju ke arah perbaikan ekonomi rakyat, adalah penilaian kembali dari
pada semua landasan-landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan
pembangunan, dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan yang tepat
antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai, yakni
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Panca Sila.
Berhubung dengan itu maka kini telah tiba waktunya untuk menilai
kembali tata perbankan yang sekarang berlaku dalam Negara Republik
Indonesia sedemikian rupa, hingga dapat disesuaikan dan diserasikan
dengan landasan-landasan yang telah ditetapkan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut di atas. Pengaturan kembali
tata perbankan di Indonesia wajib dilandaskan pada pembinaan sistim
ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi dan yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan
makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi, maka segala potensi, inisiatif dan
daya kreasi rakyat wajib dimobilisasikan dan diperkembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum,
sehingga dengan demikian segala kekuatan ekonomi potensiil dapat
dikerahkan menjadi kekuatan ekonomi riil bagi kemanfaatan peningkatan
kemakmuran rakyat.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengaturan tata
perbankan perlu dilandaskan pada hal-hal seperti berikut:

a.Tata-perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistim yang *3890
menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di
Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter Pemerintah
di bidang perbankan.
b.Memobilisasikan dan memperkembangkan seluruh potensi Nasional yang
bergerak di bidang perbankan berdasarkan azas-azas demokrasi ekonomi.
c.Membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut huruf b bagi
kepentingan perbaikan ekonomi rakyat.

II. Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka tata-perbankan di
Indonesia, baik mengenai organisasi maupun strukturnya dibentuk
sedemikian rupa, hingga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral membimbing
pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan mengkoordinir, membina serta
mengawasi semua perbankan. Bank-bank, baik milik negara ataupun
swasta/koperasi, membantu Bank Sentral dalam melaksanakan tugasnya di
bidang moneter. Dalam hubungan ini, maka tugas pokok dari pada
perbankan di bawah bimbingan Bank Indonesia ialah untuk menghimpun
segala dana-dana dari masyarrakat guna diarahkan ke bidang-bidang yang
mempertinggi taraf hidup rakyat. Sesuai dengan skala/prioritas
nasional sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966, maka khususnya
bagi Bank-bank Pemerintah perlu ditetapkan prioritas-prioritas yang
harus diutamakan dalam pengarahan penggunaan perkreditannya, agar
supaya dengan demikian usaha-usaha ke arah peningkatan kapasitas
produksi dapat dilaksanakan, termasuk penyediaan kredit untuk melayani
kebutuhan masyarakat tani, nelayan dan industri kecil/kerajinan, di
mana kredit tersebut sejauh mungkin akan disalurkan melalui
koperasi-koperasi. Mengingat bahwa masyarakat tersebut diliputi
golongan yang lemah ekonominya, tetapi merupakan dasar bagi ekonomi
kita yang harus diperkuat dan dibina, maka suatu kebijaksanaan
ter-tentu/tersendiri harus digariskan oleh Pemerintah, di mana
Pemerintah kalau perlu akan memikul beban-beban tertentu sebagai
akibat dari kebijaksanaan tersebut. Untuk dapat mencapai hasil yang
diharapkan, maka perlu dihindarkan hambatan-hambatan dan birokrasi,
yaitu dengan jalan dikonsentrasi management ke daerah-daerah dengan
memperhatikan kondisi-kondisi daerah, guna menjamin kesatuan ekonomi
dan kesatuan politik nasional. Dengan berlakunya Undang-undang tentang
Pokok-pokok Perbankan ini, maka tidak ada lagi kegiatan di bidang
perbankan yang menimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.

Cukup jelas.

Pasal 2.

Cukup jelas.

Pasal 3.

Ayat (1) : (2) dan (3) : Cukup jelas.

Pasal 4.

Cukup jelas.

Pasal 5.

*3891 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksudkan ialah kantor
cabang dan perwakilan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Pasal 6.

Ayat (1) . (2) dan (3) : Cukup jelas. Ayat (4) : Sebelum memangku
jabatannya, para anggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan
menurut peraturan yang berlaku. Untuk dapat diangkat menjadi anggota
Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:
a.Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.Setia kepada Pancasila;
c.Berwibawa;
d.Jujur;
e.Cakap/ahli;
f.Adil;
g.Tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan
kontra Revolusi G-30S/PKI atau organisasi-organisasi terlarang
lainnya.

Dalam mengangkat seseorang menjadi Direktur, harus diperhatikan pula,
agar jangan sampai ia mempunyai kepentingan-kepentingan lain di luar
bank yang dapat berlawanan dengan atau merugikan kepentingan bank.

Pasal 7.

Ayat (1); (2) ; (3) dan (4) : Cukup jelas.

Pasal 8.

Ayat (1) Mengingat pentingnya peranan bank dalam bidang ekonomi dan
keuangan dan mengingat pula pentingnya fungsi modal dalam bank, maka
untuk dapat mendirikan suatu bank diharuskan adanya modal dibayar yang
cukup besar sehingga untuk biaya-biaya pembuatan/penyediaan gedung dan
peralatan bank tidak dipergunakan uang simpanan para nasabah.
Khususnya mengenai permodalan bank, maka syarat-syarat yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan hanya berlaku bagi pendirian bank-bank baru,
hingga tidak mempunyai daya surut dan tidak diberlakukan terhadap
bank-bank yang sudah ada.

Perizinan-perizinan sebagai yang dimaksudkan, diberikan dengan
mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat
(3)Disamping syarat-syarat mengenai permodalan, pemilikan saham dan
pimpinan/pegawai bank, Menteri Keuangan mempunyai wewenang untuk jika
perlu menetapkan syarat-syarat tambahan, antara lain dalam hubungannya
dengan kehendak yang riil dan urgensi dari pendirian suatu bank pada
suatu tempat/daerah menurut kondisi sosial-ekonomis dari tempat/daerah
yang bersangkutan. Syarat tambahan tersebut diperlukan guna
menjuruskan perbankan kepada norma-norma penyelenggaraan usaha bank
secara sehat dan guna menyesuaikannya dengan kebijaksanaan moneter
Pemerintah.

Pasal 9.

Ayat (1) : Penjelasan dalam pasal 8 berlaku pula bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi. Perbedaannya terletak terutama pada
kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah berdasarkan Undang-undang
Dasar 1945 yang menghendaki agar supaya kegorong-royongan yang dalam
hal ini diwujudkan dalam bentuk koperasi, *3892 dijadikan suatu wahana
yang esensiil dalam kegiatan Rakyat di bidang ekonomi dan keuangan.
Dalam hubungan dengan kebutuhan modal, kepada bank diberikan fasilitas
dalam bentuk kesempatan untuk mengangsur kekurangan modalnya dalam
waktu 1 (satu) tahun, sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini. Dalam
melaksanakan ketentuan tersebut di atas seyogyanya pendirian bank umum
berbentuk hukum koperasi itu dilakukan oleh badan-badan hukum
koperasi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan yang lebih
besar bagi sektor koperasi untuk mendirikan bank umum, karena
sebagaimana kita maklum, pendirian bank umum yang berbentuk hukum
koperasi oleh individu-individu kecil sekali kemungkinannya,
disebabkan karena memang sifatnya koperasi itu ialah usaha bersama
dari anggota-anggota yang pada umumnya terdiri dari fihak yang lemah
keuangannya.

Ayat (2); (3) dan (4) : Cukup jelas.

Pasal 10.

Cukup jelas.

Pasal 11.

Cukup jelas.

Pasal 12.

Ayat (l) dan (2) : Cukup jelas.

Pasal 13.

Ayat (l) dan (2) : Cukup jelas.

Pasal 14.

Cukup jelas.

Pasal 15.

Cukup jelas.

Pasal 16.

Ayat (1) : (2) dan (3) : Cukup jelas.

Pasal 17.

Ayat (1) dan (2) Cukup jelas.

Pasal 18.

Ayat (1) dan (2) Cukup jelas.

Pasal 19.

Ayat (1) : Macam bank asing yang dimungkinkan melakukan usaha di
Indonesia hanya ada dua, yaitu bank umum dan bank pembangunan. Bank
koperasi, bank tabungan, bank pasar dan segala macam perbankan yang
lain, tertutup bagi usaha bank asing. Dengan demikian jelas bahwa bank
asing diperkenankan membuka usaha di Indonesia di dalam rangka
pembangunan ekonomi Indonesia yang sangat membutuhkan saluran untuk
modal asing, baik untuk keperluan pembiayaan biasa, maupun untuk
pembiayaan investasi berjangka panjang. Ayat (2) : Cukup jelas.

Pasal 20.

a.Bank asing itu dapat didirikan sebagai badan hukum Indonesia atau
hanya sebagai cabang dari suatu bank asing yang *3893 berkedudukan di
luar negeri.
b.Sebagai badan hukum Indonesia bank asing hanya dapat berbentuk suatu
usaha bersama (joint venture) antara bank nasional dan suatu bank di
luar negeri. Termasuk dalam pengertian bank adalah lembaga-lembaga
keuangan lainnya menurut pertimbangan Menteri Keuangan setelah
mendengar pendapatan Bank Indonesia.

Pasal 21.

Cukup jelas.

Pasal 22.

Pengaturan-pengaturan lebih lanjut tentang bank asing akan ditetapkan
dengan Undang-undang tersendiri, dengan memperhatikan pasal 46
Undang-undang ini.

Pasal 23.

Ayat (1); (2); (3); (4); (5); (6); (7); (8) dan (9) : Cukup jelas.

Pasal 24.

Ayat (1) : Yang dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini adalah
jaminan dalam arti luas, yaitu jaminan yang bersifat materiil maupun
yang bersifat immaterial. Dalam hubungan ini perlu kiranya
dikemukakan, bahwa bank-bank dalam menilai suatu permintaan kredit
biasanya berpedoman kepada faktor-faktor antara lain watak, kemampuan,
modal, jaminan dan kondisi-kondisi ekonomi. Ayat (2) : Cukup jelas.

Pasal 25.

Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (2) : Bank umum pada azasnya tidak
memberikan kredit jangka panjang dan tidak mengadakan penyertaan dalam
perusahaan manapun juga. Sungguhpun demikian kita wajib pula
memperhatikan perkembangan ekonomi pada waktu yang akan datang, yaitu
kemungkinan bahwa pada suatu saat kredit jangka panjang dan penyertaan
dari bank umum dalam kegiatan produksi memang diperlukan sebagaimana
pula kita lihat dalam perkembangan negara-negara lain yang sudah maju.
Oleh karena itulah maka dalam ayat ini masih dibuka kemungkinan untuk
memberikan kredit jangka panjang dan mengadakan penyertaan yang tidak
bersifat menetap dengan persetujuan Bank Indonesia.

Pasal 26.

Ayat (1) : Mengingat bahwa simpanan bank berasal dari
penabung-penabung kecil dengan jumlah simpanan yang kecil pula,maka
kebijaksanaan penanamannya terutama dilakukan dalam kertas-kertas
berharga yang oleh bank dengan mudah dan tanpa risiko (atau dengan
risiko yang kecil sekali) dapat diuangkan kembali, bilamana
dibutuhkan. Ayat (2) : Apabila Bank Indonesia, setelah mendengar
bank-bank tabungan yang bersangkutan menganggap perlu membuka
kemungkinan bagi bank-bank tersebut untuk memberikan kredit maka
pemberian kredit tersebut diatur oleh Bank Indonesia.

Pasal 27.

Agar bank tidak terlalu dibebani risiko yang besar mengenai penggunaan
uang tabungan untuk pinjaman yang diberikan,maka *3894 jumlah kredit
yang dapat diberikan dibatasi sampai pada suatu jumlah menurut
perbandingan tertentu dengan seluruh simpanan.

Pasal 28.

Ayat (1) dan (2) : Cukup jelas.

Pasal 29.

Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (2) : Berbeda dengan keadaan pada waktu
sekarang maka bank pembangunan berdasarkan Undang-undang ini
diperkenankan menjalankan usaha-usaha bank umum seperti termaksud
dalam ayat ini, dengan ketentuan bahwa bank tersebut hanya
diperkenankan mempergunakan simpanan gironya untuk pemberian kredit
jangka pendek. Dalam memberi kredit jangka pendek bank tidak boleh
melupakan tujuannya sebagai bank pembangunan. Jumlah kredit yang
diberikan dengan mempergunakan simpanan jangka pendek dibatasi sampai
suatu jumlah menurut perbandingan dengan kewajibannya yang segera
dapat ditagih. Besarnya perbandingan ini ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

Pasal 30.

Ayat (1). Sebagai suatu lembaga keuangan yang terutama bekerja dengan
uang dari masyarakat yang dititipkan kepadanya atas dasar kepercayaan,
maka bank wajib memelihara dan membina kepercayaan tersebut. Berhubung
dengan itu direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris yang diserahi
pemimpin/ mengurus bank mempunyai tanggung jawab yang berat atas
segala usaha yang dilakukan oleh banknya.

Mereka tidak dapat begitu saja menyerahkan pengurusan bank kepada
orang lain dan melepaskan segala tanggung jawab, sehingga pada
hakekatnya direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris tidak
melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para
pemegang saham dan oleh Masyarakat. Kepada Bank Indonesia diberikan
wewenang, untuk menetapkan kewajiban dari direksi dan dewan
pengawas/dewan komisaris bank dan menetapkan pula sanksi-sanksinya.
Ayat (2) : Sudah dijelaskan di atas.

Pasal 31.

Ayat (1) : Dalam menjalankan kebijaksanaan moneter dan menjaga
simpanan-simpanan masyarakat yang dipercayakan kepada bank-bank, maka
Bank Indonesia untuk kepentingan likwiditas dan solvabilitas dapat
mewajibkan bank-bank menurut bentuk Hukum bank itu masing-masing untuk
memelihara suatu perbandingan tertentu antara alat-alat likwiditas
yang dikuasainya dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya.

Kewajiban bank untuk memelihara likwiditas sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini ialah yang secara umum dikenal dengan nama "cash ratio",
"reserve requirement" atau "prosentase likwiditas" yang merupakan
suatu alat kebijaksanaan di bidang moneter guna mempengaruhi kemampuan
bank untuk memberikan kredit dari dana-dananya yang tersedia. Di
samping itu dengan adanya kewajiban memelihara alat-alat likwiditas
dimaksudkan juga untuk menjamin bahwa bank mempunyai dana-dana untuk
memenuhi penarikan-penarikan yang dilakukan oleh para nasabahnya. Cash
ratio tersebut ditetapkan berdasarkan suatu perbandingan tertentu
antara alat-alat likwiditas yang dikuasai *3895 bank dan giro,
deposito, tabungan serta kewajiban-kewajiban lainnya yang segera dapat
ditagih. Kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan dan
merubah cash ratio tersebut sesuai dengan kebijaksanaan Moneter yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Ayat (2) : Cukup jelas.

Pasal 32.

Ayat (l), (2), (3) dan (4) : Cukup jelas.

Pasal 33.

Cukup jelas.

Pasal 34.

Cukup jelas.

Pasal 35.

Maksud daripada ketentuan ini ialah agar supaya masyarakat mengetahui
keadaan keuangan dan kegiatan usaha setiap bank dalam rangka
membimbing dan mempertinggi kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank.

Pasal 36.

Pasal 36 ini dan demikian pula pasal 37, mengatur persoalan rahasia
bank. Yang dimaksudkan dengan rahasia bank ialah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan. Kerasahasiaan
ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan
kepercayaan masyarakat, yang menyimpan uangnya di bank. Orang hanya
akan mempercayakan uangnya pada bank, apabila dari bank ada jaminan,
bahwa pengetahuan bank tentang simpanan yang ada di bawah
pengawasannya tidak akan disalah gunakan. Dengan adanya pasal tersebut
diberi ketegasan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.
Walaupun demikian, untuk kepentingan umum dan negara dapat diadakan
pengecualian terhadap ketentuan tersebut, tanpa mengurangi kepercayaan
masyarakat, bahwa pengetahuan tentang simpanannya di bank akan disalah
gunakan.

Pasal 37.

Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak mengurangi tugas dan
kewajiban Bank Indonesia tentang pengawasan dan pembinaan perbankan
dan kelaziman dunia perbankan dalam tukar-menukar informasi. Ayat (1)
: Sudah selayaknya bahwa untuk keperluan penetapan pajak, bank wajib
memberi keterangan pula kepada pejabat dari Jawatan Pajak dengan izin
dari Menteri Keuangan, asal dicantumkan nama wajib pajak yang
dikehendaki keterangannya. Ayat (2) : Demikian pula sudah selayaknya
apabila untuk keperluan peradilan, bank dapat diwajibkan memberi
keterangan kepada Hakim/Jaksa dengan izin dari Menteri Keuangan dengan
syarat-syarat tersebut dalam ketentuan ini.

Pasal 38.

Cukup jelas. Pasal 39.

Ayat (1); (2); (3) dan (4): Cukup jelas.

Pasal 40.

*3896 Ayat (1) dan (2) : Cukup jelas.

Pasal 41.

Ayat (1); (2); (3) dan (4) : Cukup jelas.

Pasal 42.

Ayat (1); (2) dan (3) : Cukup jelas.

Pasal 43.

Ayat (1) dan (2) dan : Cukup jelas.

Pasal 44.

Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan agar bank-bank yang telah
didirikan dengan Undang-undang, yaitu antara lain Bank Pembangunan
Indonesia dan Bank Pembangunan Swasta tetap menjalankan tugasnya
sambil menunggu pengaturannya lebih lanjut berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pasal 45.

Mulai saat berlakunya Undang-undang ini tidak ada suatu bank yang ada
di luar sistim perbankan yang dimaksud dalam Undang-undang ini.
Disamping itu dalam pasal ini ditegaskan, bahwa tidak seorang atau
badanpun diperkenankan mengadakan pengumpulan uang dari masyarakat
ramai guna kemudian dipinjamkan lagi kepada fihak ketiga dengan
memungut bunga jikalau tidak mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan
atas dasar syarat-syarat sebagai ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Dalam ketentuan ini tidak termasuk Koperasi Kredit/simpan-pinjam yang
telah diatur berdasarkan Undang-undang Koperasi yang berlaku.

Pasal 46.

Cukup jelas.

Pasal 47.

Cukup jelas.

Pasal 48.

Cukup jelas.

Pasal 49.

Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

DICETAK ULANG
_________________________________________________________________

Tidak ada komentar: