Senin, 14 April 2008

Undang-Undang No. 6 Tahun 1978 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

UU 6/1968, PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:6 TAHUN 1968 (6/1968)

Tanggal:3 JULI 1968 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.bahwa didalam penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional yang
bertujuan untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor
yang sangat penting dan menentukan ;
b.bahwa berhubung dengan itu. perlu diselenggarakan pemupukan dan
pemanfaatan modal dalam negeri secara maksimal, yang terutama
diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan
pembangunan baru dalam bidang produksi barang-barang dan jasa-jasa ;
c.bahwa untuk itu perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan
ketentuan-ketentuan perangsang bagi para penanam modal dalam negeri ;
d bahwa didalam sistim ekonomi nasional yang idiil, berlandaskan
Pancasila, kecuali bidang-bidang yang dikhususkan bagi usaha Negara
didalam batas-batas ketentuan dan jiwa Undang-undang Dasar 1945,
terbuka lapangan yang lusas bagi usaha-usaha swasta ;
e.bahwa pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional harus disandarkan
kepada kemampuan dan kesangupan rakyat Indonesia sendiri;
f.bahwa dalam pada itu, khususnya dalam tingkat perkembangan ekonomi
dan potensi nasional dewasa ini perlu dimanfaatkan juga modal dalam
negeri yang dimiliki oleh orang asing (domestik), sepanjang tidak
merugikan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan golongan pengusaha
nasional;
g.bahwa dalam rangka pemanfaatan modal dalam negeri yang dimaksudkan
itu. Selain diberikan ketentuan-ketentuan perangsang, perlu ditetapkan
pula batas waktu berusaha bagi perusahaan-perusahaan asing (domestik)
yang menggunakan modal dalam negeri, agar diperoleh pegangan yang
jelas bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga dengan pembatasan
itu tertampung pula jiwa dari P.P. 10 tahun 1959.

Mengingat :

1.Pasal 5 ayat (1) pasal 20 ayat (1), pasal 27 dan pasal 33
Undang-undang Dasar 1945, beserta penjelasannya ;

2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/
1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan, dan khususnya pasal 63 ;

3.Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal *3918 Asing.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

Memutuskan :

Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

BAB I.

PENGERTIAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI.

Pasal 1.

(1)Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "Modal Dalam Negeri
ialah : Bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk
hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta
nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang
disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal
tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang
No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. (2)Pihak swasta yang
memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat
terdiri atas perorangan dan/atau badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Pasal 2.

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "Penanaman Modal Dalam
Negeri" ialah : Penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam
pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan
usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
BAB II.

PENGERTIAN PERUSAHAAN NASIONAL DAN PERUSAHAAN ASING.

Pasal 3.

(1)Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51%
daripada modal dalam negeri yang ditanam didalammnya dimiliki oleh
Negara dan/atau, swasta nasional Persentase itu senantiasa harus
ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974 menjadi tidak kurang
dari 75%. (2)Perusahaan asing adalah perusahaan yang tidak memenuhi
ketentuan dalam ayat 1 pasal ini. (3)Jika usaha yang dimaksudkan dalam
ayat 1 pasal ini berbentuk perseroan terbatas masa sekurang-kurangnya
persentase tersebut dalam ayat 1 dari jumlah saham harus atas nama.

BAB III.

BIDANG USAHA.

*3919 Pasal 4.

(1)Semua bidang usaha pada azasnya terbuka bagi swasta Kegiatan Negara
yang bersangkutan dengan pembinaan bidang usaha swasta meliputi pula
bidang-bidang yang perlu diperlopori atau dirintis oleh Pemerintah.
(2)Bidang usaha Negara meliputi terutama bidang-bidang yang
perusahaannya wajib dilaksanakan oleh Pemerintah. 323

BAB IV.

Izin Usaha

Pasal 5.

(1)Ketentuan-ketentuan mengenai izin usaha diatur oleh Pemerintah
kecuali yang diatur oleh Undang-undang. (2)Dalam setiap izin usaha
yang diberikan kepada perusahaan asing yang menggunakan modal dalam
negeri ditentukan jangka waktu berlakunya dengan mengingat
ketentuan-ketentuan dalam Bab V.

BAB V.

Batas waktu berusaha.

Pasal 6.

Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun
lama, dibatasi sebagai berikut :

a.Dalam bidang perdagangan pada tanggal 31 Desember 1977
b.Dalam bidang indunstri berakhir pda tanggal 31 Desember 1997.
c.Dalam bidang-bidang usaha laiinya akan ditentukan lebih lanjut oleh
Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.

Pasal 7.

(1)Jikalau jangka waktu berusaha yang ditentukan bagi perusahaan asing
berakhir, maka warga-negara asing yang bersangkutan dapat melanjutkan
berusaha dengan jalan antara lain :

a.Mengalihkan modalnya kebidang usaha lain yang batas waktu
berusahanya belum berakhir;
b.mengadakan usaha gabungan dengan perusahaan nasional (2)Setelah
waktu berusaha untuk perusahaan asing berakhir, maka perusahaan atau
modal yang dimiliki oleh warga negara asing yang bersangkutan harus
dialihkan kepada warga negara Indonesia. (3)Jika setelah diberi
peringatan secara tertulis sekurang-kurangnya dua kali oleh instansi
yang berwenang , warganegara asing yang berkepentingan didalam waktu
satu tahun sejak berakhirnya jangka waktu berusaha yang dimaksud dalam
pasal 5 ayat (2) dan pasal 6 tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam
ayat 1 dan 2 pasal ini, maka Pemerintah atau instansi yang ditunjuknya
berhak melakukan likwidasi terhadap perusahaan asing yang
bersangkutan. *3920 Pasal 8.

Pemerintah berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan dan
menyelenggarakan usaha-usaha, agar pada waktunya perusahaan-perusahaan
nasional dapat menampung dan melakukan fungsi dan kegiatan-kegiatan
perusahaan-perusahaan asing yang batas waktu berusahanya telah
berakhir.

BAB VI.

PEMBEBASAN DAN KERINGANAN PERPAJAKAN.

Pasal 9.

(1)Modal yang ditanam dalam usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan,
perluasan dan pembangunan baru dibidang-bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perindustrian,
pengangkutan, perumahan rakyat, kepariwisataan, prasarana dan
usaha-usaha produktip lainya menurut ketentuan Pemerintah. oleh
Instansi Pajak tidak diusut asal-usulnya dan tidak dikenakan pajak.
(2)Kelonggaran tersebut pada ayat 1 pasal ini berlaku untuk jangka
waktu lima tahun dari berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 10

(1)Modal yang ditanam dalam usaha-usaha dibidang-bidang termaksud
dalam pasal 9 ayat (1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Kekayaan.
(2)Diposito dan tabungan yang disimpan dalam bank sekurang-kurangnya
satu tahun dibebaskan pula dari pengenaan Pajak Kekayaan. Pasal 11.

Penempatan modal dalam usaha-usaha dibidang-bidang tersebut dalam
pasal 9 ayat (1) dibebaskan dari Bea Materai Modal.

Pasal 12.

(1)Kepada perusahaan-perusahaan yang menanam modal baru dalam
usaha-usaha dibidang termaksud dalam pasal 9 ayat (1) diberikan
pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan atas labanya, dan kepada
para pemegang saham dari perusahaan termaksud diatas diberikan
pembebasan dari perusahaan termaksud diatas diberikan pembebasan dari
pengenaan Pajak Dividen atas bagian laba yang dibayarkan, untuk
jangkan waktu dua tahun, terhitung dari saat usaha termaksud mulai
berproduksi. Jangka waktu dua tahun ini dapat diperpanjang apabila
dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat-ayat selanjutnya dari
pasal ini. (2)Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini
dapat menambah atau menghemat devisa yang dijumlahnya berarti,
diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun. *3921 (3)Apabila
penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan diluar Jawa,
diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun. (4)Apabila
penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini memerlukan modal
besar, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun.
(5)Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan
bidang prasarana, diberikan tambahan untuk satu tahun.

Pasal 13.

Pemerintah dapat memberikan keringan Pajak Perseroan kepada
perusahaan-perusahaan yang berusaha dalam bidang bidang yang mendapat
prioritas sesuai dengan Rencana Pembangunan Pemerintah.

Pasal 14.

(1)Bagian laba perusahaan yang ditaman (kembali) dalam usaha-usaha
dibidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dikecualikan dalam
perhitungan laba yang dikenakan pajak untuk tahun pajak yang
bersangkutan. (2)Ketentuan termaksud pada ayat 1 pasal ini hanya
berlaku selama jangka waktu 5 tahun sejak diundangkannya Undang-undang
ini. Perpanjangan jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
(3)Bagi perusahaan-perusahaan yang memperoleh besar dari pengenaan
Pajak Perseroan atau Pajak Pendapatan, baik berdasarkan pasal 12
Undang-undang ini maupun berdasarkan peraturan pelaksanaan
Undang-undang No. 27 tahun 1964, ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal
ini berlaku selama jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya pembebasan
dari pengenaan Pajak Preseroan atau Pajak Pemdapatan tersebut diatas.
Perpanjangan jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 15.

Pengimporan barang-barang modal (termasuk alat-alat dan perlengkapan)
yang diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan baru dan rehabilitasi
dalam bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dapat diberikan
keringanan-keringanan Bea Masuk

Pasal 16.

Terhadap modal dalam negeri yang dimiliki oleh Negara dan/atau swasta
nasional yang bekerjasama dengan modal asing seperti dimaksud dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1967 dalam usaha gabungan berlaku
kelonggaran-kelonggaran/keringanan-keringanan yang ditetapkan dalam
Bab VI Undang-undang tersebut, serta pasal-pasal 9 dan 10 dari
Undang-undang ini.

Pasal 17.

Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam asal 9 ayat
(1) dan (2) pasal 10 ayat (1) dan (2), pasal 11 Pasal 12 ayat (1)
sampai dengan ayat (5), pasal 13, Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat
(3), Pasal 15 dan Pasal 16 dilakukan oleh Menteri Keuangan.

*3922 BAB VII.

TENAGA KERJA.

Pasal 18.

Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi
perusahaan dimana modalnya ditanam.

Pasal 19.

Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menggunakan
tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang
diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia, dalam hal
mana dapat digunakan tenaga ahli warga-negara asing satu dan lain
menurut Penggunaan tenaga kerja warga-negara asing penduduk Indonesia
harus memenuhi ketentuan-ketentuan Pemerintah.

Pasal 20.

Perusahaan-perusahaan, baik nasional meupun asing, wajib
menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan
pendidikan bila dipandang perlu oleh Pemerintah.

BAB VIII.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN.

Pasal 21.

Perobahan pemilikan modal dari perusahan nasional yang
mengakibatkankurang dari persentase modalnya yang disebut dalam pasal
3 ayat (1) merupakan milik Negara dan/atau swasta nasional, wajib
dilaporkan kepada instansi yang memberikan izin usaha. Jika hal ini
tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izin usahanya dicabut.

Pasal 22.

Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib memenuhi
ketentuan pendaftaran yang ditentukan oleh Pemerintah.

BAB IX.

KETENTUAN-KETENTUAN LAIN.

Pasal 23.

(1)Perusahaan asing tidak diperkenakan mengadakan usaha gabungan
dengan modal asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun
1967. (2)Terhadap modal dalam negeri yang dimiliki orang asing yang
berdomisili diluar Indonesia, berlaku peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang ada sebelum berlakunya Undang- undang ini.

Pasal 24.

Pada saat berlakunya Undang-undang ini tidak berlaku lagi:

a.Undang-undang No. 26 tahun 1964 tentang Pemberian Perangsang *3923
Penanaman Modal;
b.Undang-undang No. 27 tahun 1964 tentang Pemberian Pembebasan Pajak
Perseroan/Pajak Pendapatan;
c.Semua ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan yang bertentangan
dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan
seperti tercantum dalam dalam pasal 23 ajat (2).

BAB X.

KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 25.

(1)Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini
akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah (2)Undang-undang ini mulai
berlaku pada hari diundangkan. Agar setiap orang dapt mengetahuinya
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta. pada tanggal 3 Juli 1968. Presiden Republik
Indonesia,

SOEHARTO.

Diundangkan di Jakarta Jenderal TNI. pada tanggal 3 Juli 1968
Sekretaris Negara R.I.

ALAMSYAH. Mayor Jenderal TNI.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1968
TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI.

PENJELASAN UMUM.

Dalam Demokrasi Pancasila modal harus diberi tempat yang sewajarnya,
sesuai dengan arti dan pentingnya faktor tersebut dalam pembangunan
masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan tidak akan mungkin tanpa
adanya pemupukan modal dalam negeri sendiri secara besar-besaran,
sedangkan penggunaan modal tersebut harus diatur dan disalurkan hingga
timbul kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktip dan effiein. Setiap
negeri yang belum maju mengalami kemerosotan atau kemandekan
perkembangan ekonomi karena kemahalan masyarakat itu untuk memupuk
modalnya ssendiri. Hal ini juga disebabkan karena lemahnya kemampuan
para pengusaha, baik dari pihak swasta maupun dari pihak Pemerintah.
Karena itu perlu diadakan ketentuan-ketentuan dan
pengaturan-pengaturan yang dapat memperbesar kemampuan masyarakat
Indonesia untuk berusaha secara produktip.

Kelamahan-kelemahan tersebut masih lagi ditambah dengan kesulitan
dengan adanya dominasi perekonomian Indonesia pada *3924 umumnya dan
dominasi modal khususnya oleh orang-orang asing yang memiliki dan
berusaha dengan modal dalam negeri. Keadaan ini telah berlangsung
berabad-abad lamanya dan sekarang tiba waktunya untuk mengakhiri
keadaan tersebut. Sebaliknya justru adanya dominasi tersebut sangat
membatasi kemampuan-kemampuan Pemerintah pada dewasa ini untuk
bertindak secara radikal (dalam waktu yang sangat singkat. Sesuai
dengan semangat Pancasila maka yang selalu dipentingkan diatas
segala-galanya adalah perbaikan nasib rakyat. Karena itu pengakhiran
dominasi orang asing atas perekonomian Indonesia, harus dilaksanakan
dengan cara memanfaatkan orang asing dan modalnya, tanpa meninggalkan
realitas-realitas yang berlaku.

Mengingat hal-hal tersebut diatas maka perlu diadakan pemisahan yang
tegas antara perlakuan terhadap modal dan perlakuan terhadap
perusahaan. Seluruh modal yang berada di Indonesia yang tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing adalah modal dalam negeri. Walaupun modal dalam
negeri dapat dimiliki oleh berbagai pihak termasuk orang asing, namun
terhadap seluruh modal dalam negeri tidak diadakan pembedaan
perlakuan. Pembedaan perlakuan diadakan secara tegas terhadap
orang-orang asing dan perusahaannya yang menguasai dan memiliki modal
dalam negeri. Pada prinsipnya orang asing tidak dibolehkan berusaha
dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat keadaan-keadaan
perekonomian dan masyarakat Indonesia, maka orang-orang asing dengan
modalnya perlu dimanfaatkan dengan memberikan kepada mereka
ketentuan-ketentuan dan kepastian atas dasar mana mereka dapat bekerja
secara produktip dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Lebih penting lagi ialah adanya ketentuan-ketentuan dan kepastian
tentang modal dan perusahaan supaya dinamik masyarakat dan daya
kreatip rakyat dapat menimbulkan akumulasi modal yang digunakan untuk
kegiatan-kegiatan produktip Hanya dengan keadaan demikian inilah
pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Pemerintah
memegang peranan yang sangat vital sebagai pemimpin dan pelopor dari
pembangunan. Dengan penanaman-penanaman modal secara berencana dalam
jumlah-jumlah yang cukup besar maka Peme-rintah dapat merintis dan
merangsang penanaman-penanaman modal dari pihak masyarakat pada
umumnya. Pembangunan yang sungguh-sungguh dapat dirasakan oleh Rakyat
hanya dapat dicapai dengan mobilisasi modal dan seluruh masyarakat.
Karena itu Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ini
mengandung ketentuan-ketentuan yang dapat merangsang dan menjamin
pemupukan modal baik yang kecil maupun yang besar. Antara lain
pemupukan modal dengan cara tabungan-tabungan, deposito-deposito
berjangka, pembelian kertas-kertas berharga, mendapat
perangsang-perangsang supaya makin lama makin menjadi sumber-sumber
modal yang berarti. Undang-undang ini sesungguhnya tidak hanya
mengatur modal dalam negeri, akan tetapi juga mengatur dalam garis
besar pengusaha-pengusaha dan perusahaan-perusahaannya. Sejalan dengan
itu, maka dalam Undang-undang ini juga terdapat ketentuan-ketentuan
yang pada hakekatnya merupakan pembaharuan dan peningkatan daripada,
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959. Karena itu Undang-undang ini
seyogyanya dijadikan Undang-undang pokok yang dapat dipakai sebagai
landasan untuk semua ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal dalam
berbagai bidang usaha.

PASAL DEMI PASAL. *3925 Pasal 1.

Modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktip dari masyarakat
Indonesia yang dapat dipergunakan bagi pembangunan ekonomi pada
umumnya. Modal dalam negeri adalah modal yang merupakan bagian dari
kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda
(bergerak dan tidak bergerak), yang dapat disisihkan/disediakan untuk
menjalankan suatu usaha/Perusahaan. (Contoh dari kekayaan termaksud
adalah: tanah bangunan, kayu dihutan, dan lain-lain). Kekayaan
tersebut dapat dimiliki oleh Negara (Pemerintah) dan swasta. Kekayaan
yang dimiliki oleh pihak swasta selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi:

a.yang dimiliki oleh swasta nasional (warga-negara Indonesia), baik
perorangan maupun badan hukum, termasuk koperasi;

b.yang dimiliki oleh swasta asing (warga-negara asing), baik
perorangan maupun badan hukum.

Disamping itu alat-alat pembayaran luar negeri yang dimiliki oleh
Negara dan swasta nasional yang disisihkan/disediakan untuk
menjalankan usahanya di Indonesia termasuk pula sebagai modal dalam
negeri.

Pasal 2.

Yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri ialah penggunaan
modal tersebut dalam Pasal 1 bagi usaha-usaha yang mendorong
pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman tersebut dapat dilakukan
secara langsung, yakni oleh pemiliknya sendiri, atau tidak langsung,
yakni melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas
perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang
dikeluarkan oleh Perusahaan, serta deposito dan tabungan yang
berjangka sekurang-kurangnya satu tahun.

Pasal 3.

Perusahaan yang menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara
perusahaan nasional dan perusahaan asing. Perusahaan Nasional dapat
dimiliki seluruhnya oleh Negara dan/atau swasta nasional, ataupun
sebagai usaha gabungan antara Negara dan/atau swasta nasional dengan
swasta asing, dengan pengertian bahwa sekurang-kurangnya 51% dari
modalnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional. Jumlah 51% ini
sudah dianggap cukup mengingat kesanggupan dari swasta nasional pada
dewasa ini. Dimaksudkan bahwa jumlah yang dimiliki oleh Negara
dan/atau swasta nasional secara bertahap menjadi lebih besar, yakni
bahwa pada tanggal 1 Januari 1974 persentase modal tersebut tidak
boleh kurang dari 75%. Jika perusahaan itu berbentuk Perseroan
Terbatas persentase ini adalah terhadap modal yang ditempatkan.
Pembuktian bahwa sekurang-kurangnya 51% dari modal yang ditanam adalah
milik Negara dan/atau swasta nasional, dilakukan dengan menunjukkan
antara lain saham atas nama, akte-akte notaris, dan sebagainya.
Apabila pembuktiannya tidak cukup, maka perusahaan termaksud
ditetapkan sebagai perusahaan asing. Dalam hal kerja-sama seperti
tersebut diatas seyogyanya usaha itu dijalankan dalam bentuk Perseroan
Terbatas. Alasan untuk tidak mengharuskan semua saham dikeluarkan atas
nama, adalah untuk memperluas pasaran modal, dan dengan demikian *3926
memperbesar kemungkinan pihak nasional untuk memperkuat modal dan
usahanya.

Pasal 4.

Pemberian kebebasan bagi swasta untuk berusaha disemua sektor
perekonomi ini, kecuali dibidang-bidang yang menguasai hajat hidup
orang banyak dan strategis, pada prinsipnya adalah untuk merangsang
dan mengarahkan daya kreatip dan dinamik masyarakat kepada usaha-usaha
produktip yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam
usaha mengatur penanaman modal dalam negeri perlu dipakai sebagai
landasan pokok Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan,
dimana dalam demokrasi ekonomi tidak dikenal sistem "free-fight
liberalism" sistim "estatisme", dan monopoli yang merugikan
masyarakat. Berhubung dengan itu maka tiap penanaman modal tidak boleh
membatasi bertumbuhnya potensi, inisiatip dan daya kreasi rakyat,
misalnya dengan timbulnya berbagai macam monopoli yang merugikan
masyarakat, baik itu datang dari Negara maupun dari pihak swasta.
Pasal 46 Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 mengatakan:
perkembangan usaha swasta tidak boleh menyimpang dari azas demokrasi
ekonomi didalam lingkungannya. Untuk ini diperlukan pengawasan dari
aparatur Pemerintah. Dilain pihak demi perkembangan kegiatannya, maka
golongan swasta nasional berhak memperoleh pelayanan, pengayoman dan
bantuan yang wajar dari aparatur Pemerintah. Dalam hubungan ini perlu
adanya satu forum swasta. Bidang-bidang usaha Negara yang wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah adalah bidang-bidang usaha seperti yang
dimaksudkan oleh Pasal 33 ayat Undang-Undang dasar 1945 dan Ketetapan
M.P.R.S. yang mengharuskannya.

Pasal 5.

Izin usaha pada umumnya diatur oleh Pemerintah, akan tetapi ada yang
diatur oleh Undang-undang, misalnya "kuasa pertambangan", yang diatur
dalam Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan. Pemberian
izin usaha kepada perusahaan asing dilakukan oleh atau atas nama
Menteri yang bersangkutan. Berdasarkan atas usul Kepala Pemerintahan
yang bersangkutan maka Menteri dapat menutup sesuatu bidang usaha bagi
perusahaan-perusahaan asing sebelum batas waktu yang tercantum dalam
Pasal 6. Menteri juga dapat mengeluarkan keputusan, setelah mendengar
pendapat Kepala Pemerintahan yang bersangkutan, untuk menutup sesuatu
daerah terhadap kegiatan perdagangan orang-orang atau
perusahaan-perusahaan asing. Yang sedemikian itu adalah dalam rangka
memberi arti yang lebih positip terhadap penampungan inti materi P.P.
No. 10 tahun 1959.

Pasal 6.

Dalam perekonomian Indonesia ada kenyataan bahwa modal dalam negeri
untuk bagian yang sangat penting dikuasai oleh orang asing. Keadaan
ini yang telah berlangsung berabad-abad, tidak boleh dibiarkan
berlarut-larut. Sebaliknya tidak pula boleh diabaikan kenyataan bahwa
keadaan tersebut tidak bisa diakhiri dalam waktu yang singkat. Untuk
menghilangkan dominasi asing atas modal dan perekonomian Indonesia,
mulai sekarang sudah harus *3927 diadakan persiapan-persiapan.
Persiapan-persiapan tersebut adalah kewajiban masyarakat Indonesia,
baik swasta nasional maupun Pemerintah, yang harus jelas memberi
fasilitas-fasilitas untuk menjamin kelancaran peralihan kekuasaan
dalam perekonomian dari orang kepada pihak nasional. Karena itu pada
prinsipnya orang asing tidak diperbolehkan berusaha dengan modal dalam
negeri, akan tetapi mengingat perkembangan tersebut diatas, orang
asing masih diperbolehkan berusaha dengan batas waktu, yaitu antara 10
tahun untuk perdagangan dan 30 tahun untuk industri. Tidak
ditentukannya batas waktu yang lebih pendek, adalah karena mengingat
kepentingan kelancaran jalannya perekonomian, sedangkan
kemampuan-kemampuan sesungguhnya dari pihak nasional masih sangat
terbatas dalam segala bidang. Dalam bidang-bidang lain, termasuk
jasa-jasa yang sangat diperlukan bagi rakyat banyak, Pemerintah dapat
menentukan batas waktu antara 10 tahun dan 30 tahun. Ini tidak berarti
bahwa sebelum berakhirnya batas waktu itu tidak dapat diadakan
peralihan kekuasaan atas modal. Batas-batas waktu tersebut berlaku
untuk semua perusahaan asing, baik yang baru maupun yang lama.

Pasal 7.

Ketentuan-ketentuan ini mengandung dua maksud:

Pertama, supaya modal dalam negeri pada umumnya dan yang dimiliki oleh
orang asing khususnya tidak terlalu tertarik kepada bidang perdagangan
atau lain-lain bidang yang kurang penting bagi perkembangan ekonomi.
Dengan begini modal akan lebih diberi perangsang untuk ditanam dalam
bidang produksi umumnya dan industri khususnya.

Kedua, supaya modal yang dikuasai oleh orang asing diberi perangsang
untuk kerja-sama dengan swasta nasional dan memperkuat usaha nasional.
Dengan penyelesaian secara bertahap maka dominasi modal dalam negeri
oleh orang asing dapat diakhiri tanpa menghambat kelancaran
berkembangnya perekonomian Indonesia.

Pasal 8.

Sejak beberapa tahun Pemerintah maupun swasta nasional menjalankan
berbagai usaha untuk mengakhiri dominasi modal dan perekonomian
Indonesia oleh orang asing. Bahkan berbagai Peraturan-peraturan
Pemerintah dan tindakan-tindakan/kebijaksanaan penguasa-penguasa di
daerah telah dikeluarkan dan dilaksanakan untuk mengambil alih
kekuasaan dalam ekonomi, akan tetapi semua itu tidak atau belum
membawa hasil yang memuaskan. Tiap kali ternyata bahwa
persiapan-persiapan tidak ada sehingga tindakan-tindakan tersebut
lebih banyak menimbulkan kegoncangan (kemunduran-kemunduran) daripada
kemajuan. Untuk ini memang perlu diadakan tindakan-tindakan persiapan
yang konkrit dan memerlukan cukup waktu. Dalam persiapan-persiapan ini
Pemerintah memegang peranan dan tanggung-jawab untuk mempersiapkan
pihak nasional secara tegas dan berencana. Pihak nasional, baik
Pemerintah maupun swasta, harus telah siap dengan kemampuan yang cukup
baik secara ekonomis (keuangan dan lain-lain fasilitas) maupun mental
(management, organisasi dan lain-lain) jika waktunya telah datang
untuk mengakhiri dominasi ekonomi Indonesia oleh orang asing. *3928
Pasal 9.

Disamping untuk pembangunan baru, dianggap perlu untuk memberi
perangsang di bidang perpajakan kepada usaha-usaha rehabilitasi,
pembaharuan dan perluasan dari kapasitas produksi yang sudah ada,
karena usaha termaksud dapat dilaksanakan dalam waktu agak singkat dan
dengan biaya yang lebih rendah daripada pembangunan baru. Modal baru
yang ditanam dalam bidang-bidang yang disebut dalam pasal ini
diberikan fasilitas dalam bidang perpajakan, yang lazim disebut
"pemutihan" modal, yakni tidak diadakan pengusutan oleh instansi pajak
terhadap asal-usulnya serta tidak dikenakan pajak. Jangka waktu lima
tahun sejak berlakunya Undang-undang ini dimaksud agar proses
penanaman modal dipercepat. Modal yang diputihkan menurut
ketentuan-ketentuan ini dikemudian hari tetap tidak diusut akan
asal-usulnya serta tidak dikenakan pajak. Modal yang ditanam dalam
bidang perdagangan tidak diberi kelonggaran ini karena tidak perlu
diberi perangsang lagi.

Pasal 10.

Maksud dari ketentuan dalam pasal ini adalah untuk lebih mengarahkan
penanaman modal kebidang-bidang tersebut dalam Pasal 9 ayat (1).
Deposito dan tabungan yang sekurang-kurangnya berjangka satu tahun
dianggap cukup lama untuk dimanfaatkan oleh bank sebagai pemupukan
modal. Dengan bank dimaksud semua bank, baik yang milik Negara maupun
yang milik swasta, yang didirikan berdasarkan Undang-undang yang
berlaku.

Pasal 11.

Seperti dalam pasal sebelumnya maksudnya adalah untuk tidak membebani
modal yang ditanam dalam usaha-usaha dibidang-bidang yang produktip.

Pasal 12.

Pembebasan pajak (tax holiday) yang dimaksud adalah pembebasan dari
pengenaan Pajak Perseroan yang dikenakan atas laba dari Perusahaan,
baik yang berbentuk Perseroan Terbatas maupun perseroan-perseroan
lain,serta daripada Pajak Devidend atas bagian laba yang dibayarkan
kepada pemegang saham. Pembebasan pajak termaksud diberikan untuk
sekurang-kurangnya dua tahun dan untuk selama-lamanya 6 tahun
tergantung dari dipenuhinya ketentuan-ketentuan untuk memperoleh
tambahan seperti tercantum dalam ayat 2, 3, 4 dan 5 pasal ini.
Pembebasan pajak termaksud merupakan hak dari yang bersangkutan. Yang
dimaksud dengan pembebasan pajak termaksud diatas adalah mengenai
bagian laba berdasarkan keseimbangan antara modal baru yang ditanam
dan modal lama.

Pasal 13.

Keringanan Pajak Perseroan dapat berbentuk tarip selektip, sistim
penyusutan yang bermanfaat bagi perusahaan, dan lain-lain.

Pasal 14.

*3929 Maksud dari pasal ini selain untuk memberi perangsang bagi
penanaman modal dalam usaha-usaha dibidang-bidang tersebut dalam pasal
9 ayat (1) adalah juga untuk memberi hubungan terhadap fasilitas yang
diberikan dalam pasal 9, dengan kecualikan bagian laba perusahaan yang
ditanam (kembali) dalam perhitungan laba yang dikenakan pajak. Yang
diartikan dengan pengecualian dalam perhitungan laba termasuk adalah
pengurangan jumlah seluruh laba dengan bagian laba yang ditanam
(kembali). Dalam hal ini perhitungan pendapatan perorangan yang
dikenakan Pajak Pendapatan, diperlukan sama dengan laba perusahaan
yang dikenakan Pajak Perseroan sebagaimana diuraikan tersebut diatas.

Pasal 15.

Departemen yang bersangkutan harus menjamin bahwa alat-alat itu
digunakan untuk pembangunan baru atau rehabilitasi dalam bidang-bidang
tersebut dalam pasal 9 ayat (1) untuk mencegah penyalah-gunaan.
Keringanan Bea Masuk ditentukan oleh Menteri Keuangan setelah
mendengar Menteri yang bersangkutan. Menteri Keuangan menentukan
jumlah keringanan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Pasal 16.

Dalam hal koperasi diperkenankan mengadakan kerja sama dengan modal
asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967, dalam
bentuk usaha gabungan, maka baginyapun diperlukan ketentuan pasal 16.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18.

Sewajarnya pemilik modal mempunyai wewenang untuk menentukan
direksinya, karena pemilik modal ingin menyerahkan pengusutan modalnya
kepada orang yang dipercayakan.

Pasal 19.

Ketentuan-ketentuan Pemerintah itu dilandaskan kepada
ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku.

Pasal 20.

Cukup jelas.

Pasal 21.

Maksud pelaporan ini adalah agar perobahan status dari perusahaan
seperti disebut dalam Pasal 3, dapat diketahui.

Pasal 22

Pendaftaran termaksud merupakan bahan penting bagi berbagai aktifitas
Pemerintah, antara lain penyusunan rencana pembangunan, *3930 sehingga
perlu dilaksanakan setelah Pemerintah selesai dengan mempersiapkan
aparatur yang diperlukan.

Pasal 23.

(1) Maksud pasal ini adalah untuk mengerahkan supaya modal dalam
negeri milik orang asing bekerja-sama dengan perusahaan nasional,
sebaliknya supaya modal asing yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1
tahun 1967 hanya melakukan usaha gabungan dengan perusahaan nasional.

(2) Perusahaan yang pada waktu yang lalu statusnya perusahaan asing
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku diantaranya yang pernah
dikuasai Pemerintah, tetap dijamin hak-hak khusus berdasarkan
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi mereka.

Pasal 24.

Materie Undang-undang No. 26 dan 27 tahun 1964 sudah ditampung dalam
Undang-undang ini.

Pasal 25.

Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

DICETAK ULANG
_________________________________________________________________

Tidak ada komentar: